Miris itulah gambaran perasaan yang ingin diungkapkan saat menyimak kondisi pendidikan di Indonesia. Bagaimana tidak kian hari pendidikan di Indonesia semakin karut-marut tak terkecuali pendidikan agama Islam hancur dan tidak bangga terhadap ajaran agamanya sendiri.
Moderasi Agama menjadi bahan ajar yang terus menerus digaungkan agar diterima oleh masyarakat terutama bagi penduduk Indonesia yang notabene adalah muslim. Kurikulum moderasi agama ini akan terus disisipkan dalam kurikulum Program Sekolah Penggerak.
Hal ini yang menjadi pemikiran Menteri Pendidikan, hal ini sebagaimana dikutip
CNN Indonesia, Mendikbud Ristek)
Nadiem Makarim menyebut pihaknya sedang menyiapkan materi kurikulum moderasi beragama untuk disisipkan dalam kurikulum Program Sekolah Penggerak. Nadiem mengatakan rancangan itu disusun bersama Kementerian Agama (Kemenag). Menurutnya akan dibuat sekolah penggerak yang dibuat guna mengakselerasi sekolah negeri atau swasta untuk bergerak 1sampai 2 tahap lebih maju.
(CNN Indonesia.com, 22/09/2021)
Bahkan dapat dipastikan program moderasi agama ini melalui sekolah penggerak yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia di mana sekolah penggerak dari berbagai jenjang. Program sekolah penggerak di tingkat PAUD terdapat 343 sekolah, SD 1.116 sekolah, SMP 574, SLB 85 sekolah dan jenjang SMA sebanyak 382 sekolah.
Program Guru Penggerak merupakan program besutan Nadiem yang ditujukan untuk mencetak kader kepala sekolah yang berkualitas. Dikatakan pula bahwa peran guru penggerak sangat penting yang alumninya bakal menjadi pemimpin, pengawas, kepala sekolah (Republika.co.id 23/09/2021)
Berdasarkan fakta di atas bahwa adanya sekolah penggerak menjadi jembatan dalam rangka memuluskan program moderasi agama. Program moderasi agama ini kelak akan semakin mudah diterima manakala setiap sekolah penggerak ini meluluskan para alumni yang menjadi kepala sekolah, guru, pengawas dan lainnya.
Mereka secara tidak sadar menjadi bagian dari pendakwah moderasi agama.
Tak bisa dibayangkan apa jadinya kelak agama Islam ini semakin hancur dari segi kemurnian ajarannya. Sementara itu ajaran Barat akan semakin diterima oleh masyarakat khususnya umat Islam. Hal ini pula yang akan menghambat kebangkitan Islam.
Sesungguhnya program moderasi agama melalui kurikulum ini merupakan sebuah skenario Barat yang terus digencarkan kepada umat Islam. Bahkan korban akan semakin berjatuhan melalui banyaknya generasi penerus yang diajarkan dan didik oleh mereka lulusan sekolah penggerak yang memiliki pemikiran moderat. Pemikiran moderat diantaranya adalah toleransi kebablasan terhadap ajaran nonmuslim, menerima setiap apapun ajaran Barat semacam sekularisme dan berbagai ide-ide demokrasi.
Memang sungguh manis ajaran moderasi agama diberikan melalui penggojlokan para kepala sekolah tetapi nyatanya racun berbahaya bagi generasi penerus bangsa ini terutama umat Islam. Sesungguhnya dosa besar kita bukanlah intoleransi yang selama ini digaungkan sebenarnya dosa besar sistem pendidikan kita adalah mencampur adukkan ajaran Islam dengan Barat dan toleran terhadap ajaran nonmuslim.
Seharusnya para pemimpin bangsa ini berkaca terhadap sejarah Islam yang telah mampu melahirkan generasi penerus yang berkualitas dan berakhlak mulia. Sejarah Islam telah mampu memberikan bukti di mana sistem pendidikan Islam bukan hanya dinikmati bagi anak-anak muslim tetapi juga dirasakan anak-anak nonmuslim. Mereka difasilitasi dalam pendidikan nya oleh khilafah tanpa pandang agama mereka. Inilah Ahlu dzimah yang tunduk pada aturan Islam.
Mereka hidup rukun berdampingan tanpa ada paksaan beragama. Menikmati fasilitas pendidikan yang serba cukup tanpa ada tekanan.
Lantas jika kondisi ini pernah terjadi di sistem Islam mengapa masih meragukannya dengan cara menerima paham moderasi agama yang sejatinya menjauhi generasi penerus ini dari sistem Ilahi.
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh Heni Ummu Faiz
Ibu Pemerhati Umat
0 Komentar