Menjadi Orang Tua Betulan Atau Kebetulan?


Menjadi orang tua adalah predikat yang disematkan kepada seseorang yang telah menikah dan memiliki anak. Predikat sebagai “orang tua” adalah predikat yang membanggakan. Pasalnya, tidak semua orang yang telah menikah diberi kesempatan menjadi orang tua atau  diberikan keturunan. Sehingga sebagai bentuk penghargaan atas “predikat” yang Allah swt berikan kepada kita, maka sudah seharusnya kita menunaikan peran menjadi orang tua sesuai yang diharapkan sang pencipta manusia.

Namun, tidak semua orang menyadari dan memahami bahwa menjadi orang tua ada sebuah predikat yang tidak dimiliki oleh semua orang. Terkadang menjadi orang tua karena sudah menjadi alamiahnya manusia, ketika sudah menikah dan memiliki anak maka otomatis menjadi orang tua. Menjalani peran orang tua kadang kala hanya sekedar menggugurkan kewajiban, seperti membesarkan anak, memenuhi semua kebutuhan anak, menyekolahkan anak dan hal-hal lain yang mendasar yang dilakukan oleh kebanyakan orang tua pada umumnya. Apakah tupoksi orang tua hanya memenuhi kebutuhan fisik anak secara materi semata?

Tentu tidak, menjadi orang tua bukan seperti donatur yang hanya memberikan dana yang dibutuhkan oleh si anak. Bukan hanya itu, masih banyak tupoksi orang tua yang harus ditunaikan dan dipahami bagaimana mekanisme pelaksanakan tupoksi tersebut. Hal ini yang kebanyakan para orang tua tidak/belum mengetahuinya. Sehingga wajar, kita banyak melihat permasalahan-permasalahan anak yang sulit untuk diatasi oleh para orang tua. Ini diakibatkan karena orang tua tidak cukup ilmu atau belum mempunyai ilmu bagaimana meriayah/mengurus anak.

Pengurusan anak jangan dilihat hanya dari sudut pandang materi belaka. Karena anak-anak membutuhkan orang tua bukan hanya memenuhi kebutuhan yang bersifat materi saja tetapi kebutuhan fisik dan psikis pun dibutuhkan oleh anak. Sehingga terjalani kedekatan emosional antara orang tua dan anak, bukan sebaliknya justru anak lebih dekat kepada pengasuhnya dari pada orang tuanya sendiri.  

Tidak dipungkiri, bahwa kondisi perekonomian di kala pandemi seperti saat ini membuat orang tua harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak cukup dengan ayah saja yang bekerja, ibu pun harus ikut serta untuk membantu perekonomian keluarga. Walhasil periayahan anak diserahkan kepada pengasuh, neneknya atau tempat penitipan anak (day care). Kesibukan orang tua bekerja dan ketika pulang ke rumah untuk beristirahat, sehingga para orang tua tidak sempat berkomunikasi dengan anak walau hanya sekedar menanyakan “sudah makan nak?, ada tugas ga dari sekolah, atau mengelus/memeluk sejenak anak mereka.

Apabila anak mereka mengalami kendala dalam hal pelajaran misalnya, orang tua bukannya turun tangan untuk segera membantu  kesulitan anaknya, malah mengalihkan tugasnya kepada orang lain dengan memanggil jasa guru privat ke rumah. Ini hanyalah salah satu contoh pengalihan tanggung jawab orang tua. Bukan berarti orang tua tidak boleh memanggil gutu privat untuk mengajari anaknya. Karena kebanyakan anak bermasalahan di sekolah bukan karena tidak bisa mengikuti pelajaran, tetapi mereka butuh perhatian dan sentuhan dari orang tua mereka.

Inilah yang dimaksud orang tua kebetulan. Orang tua yang hanya merasa sudah mengurus anak-anaknya cukup dengan memberikan sekolah yang terbaik, guru privat yang terbaik, mainan yang bagus dan memenuhi semua kebutuhan anak yang bersifat materi. Orang tua lupa bahwa anak-anak mereka bukanlah robot yang tidak memerlukan perhatian, sentuhan dan kasih sayang dari orang tuanya.

Ini merupakan kesalahan fatal yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Rasulullah bersabda,”Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, orangtuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR Bukhari dan Muslim). Imam Ghazali mengatakan,”Setiap anak adalah amanah bagi orang tuanya. Setiap anak memeiliki hati yang suci sebagai mutiara atau perhiasan yang berharga. Jika setiap anak dibiasakan dengan hal-hal baik, ia akan tumbuh dengan kebahagiaan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika dibiasakan berbuat yang tidak baik dan diterlantarkan pendidikannya seperti hewan, ia akan celaka dan merugi. Oleh karena itu setiap anak harus dilindungi dengan cara mendidik dan mengajarkannya yang  baik”

Hadis di atas menegaskan kepada orang tua, bahwa anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah Swt kepada kita.  Anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah/suci, maka orang tuanya wajib memberikan kasih sayang dan perhatian yang tulus kepada anak-anak mereka. Bukan sekedar sekolah yang bagus, tanpa adanya peran orang tua maka sekolah sebagus apapun tidak akan berpengaruh apapun bagi anak-anak kita.

Bukankah Allah Swt telah mempercayakan kepada kita dengan menitipkan anak untuk diasuh dan dididik dengan penuh kasih sayang sesuai syariat yang telah Ia tetapkan? Wahai orang tua, janganlah engkau lupa bahwa kelak di yaumil qiyamah Allah Swt akan meminta pertanggungjawaban atas periayahan yang engkau lakukan kepada anak-anakmu. Bukankah kita sebagai orang tua sangat mengharapkan anak-anak kita kelak akan menjadi amal jariah yang tak terputus mengalirkan pahala apabila kita sudah meninggalkan dunia yang fana ini?

Para orang tua harus menyadari betapa beratnya hisab yang Allah Swt berikan kepada kita apabila melalaikan tugas sebagai orang tua untuk mengurus dan mendidik anak-anak sesuai syariat sang pemilik jiwa anak-anak kita. Saatnya para orang tua bangun dan bangkit untuk segera berbenah diri mencari ilmu sebanyak-banyak mungkin, sebagai bekal kita menjadi orang tua yang diharapkan Allah Swt kepada kita. Kesulitan ekonomi bukanlah menjadi dalih bagi orang tua untuk melalaikan tupoksinya untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Rasulullah bersabda,”Tiada satu pemberian yang lebih utama yang diberikan orang tua kepada anaknya selain pengajaran/ pendidikan yang baik” (HR Al Baihaqi)

Orang tua, ayah dan ibu harus memahami tupoksinya dalam keluarga dalam mengurusi anak-anak mereka. Ibu sebagai pendidik pertama dan utama, harus memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi, menghujani anak-anak mereka dengan cinta dan kasih sayang yang besar dan dibarengi pengasuhan mendidik dengan penuh kesabaran hingga anaknya ketika dewasa mampu mengarungi gelombang kehidupan yang menempanya dan senantiasa berpegang pada syariat Islam. Sedangkan ayah merupakan sosok pemimpin yang sangat penting dalam keluarga harus menjadi panutan dan teladan bagi anak-anaknya yang bertanggung jawab dengan melindungi keluarganya.

Peran ayah tidak cukup bertanggung jawab sebagai pencari nafkah semata, melainkan juga memiliki tanggung jawab untuk mengambil peran dalam mendidik anak-anak dan istrinya untuk senantiasa mentaati Allah dan Rasulnya. Di rumah, peran ayah ibarat kepala sekolah yang merancang kurikulum dan ibu sebagai guru pelaksananya hingga para alumninya menjadi generasi yang dicintai Allah Swt.

Sinergi antara ayah dan ibu sebagai orang tua untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya harus terus dibangun dan dipertahankan. Termasuk sinergi dalam mencari ilmu sebagai pembelajar sejati, agar dapat menjadi orang tua yang dapat menunaikan tugas dan amanahnya seperti yang diharapkan oleh Allah Swt. Dengan bentuk penyadaran seperti ini maka tidak ada lagi predikat “orang tua kebetulan”, tetapi akan muncul para orang tua yang memahami bahwa anak adalah amanah dan anugerah terindah yang diberikan Allah padanya. Orang tua kebetulan NO, orang tua betulan YES. Wallahu a’lam.


Oleh Siti Rima Sarinah

Posting Komentar

0 Komentar