Menyikapi Arus Moderasi


Keseriusan pemerintah untuk terus melakukan penguatan moderasi beragama kian nampak nyata. Kali ini Kemenag meluncurkan Buku Pedoman Penguatan Moderasi Beragama untuk lembaga pendidikan. Ada empat pedoman yang dirilis, yaitu buku saku moderasi beragama bagi guru dan buku modul pelatihan penguatan wawasan moderasi bagi guru. Lalu pedoman mengintegrasikan moderasi pada mata pelajaran agama dan buku pegangan siswa.

Peluncuran empat buku ini dikemas dalam gerakan “Aksi Moderasi Beragama: Menyemai Nilai-nilai Moderasi Beragama dalam Kebhinekaan”. Menurut Menag, Yaqut Cholil Qoumas, lembaga pendidikan merupakan tempat yang tepat untuk memperkenalkan penguatan moderasi beragama. Jika dihitung, jumlah pendidik dan peserta didik disemua jenjang secara nasional di Indonesia mencapai angka 61,3%.(tribunnews.com, 23/09/2021). Ini tentu  bukan jumlah yang sedikit.
Keseriusan lain nampak dalam berbagai program yang dirancang untuk penderasan narasi ini. Berbagai pelatihan, seminar, workshop, hingga lomba menulis pun digelar untuk mendongkrak penerimaan masyarakat terhadap ide ini. Cinta Laura, adalah sosok yang mewakili kelompok milenial diharapkan menjadi magnet dalam menyuarakan narasi ini.

Sekalipun tak spesifik dengan menyebut nama Islam, namun arus moderasi yang dideraskan ini jelas terasa mengambil posisi yang berlawanan dengan Islam. Bisa dikatakan demikian karena kemunculan arus moderasi ini pada awalnya adalah untuk melawan terorisme dan radikalisme. Sedangkan radikalisme dan terorisme selama ini memang selalu disematkan pada Islam.

Lebih jelas lagi jika dibaca dalam buku Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies (2003) yang ditulis Cheryl Benard, seorang peneliti RAND Corporation. Intinya karakter muslim moderat yang diinginkan Barat adalah seseorang yang menyebarkan dimensi budaya universal (baca: Barat) yakni mendukung demokrasi, pengakuan terhadap HAM (termasuk kesetaraan gender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum nonagama, dan menentang terorisme dan kekerasan (sesuai tafsiran Barat).

Karenanya kaum muslimin harus mampu menyikapinya dengan tepat. Sebab disinyalir moderasi beragama ini akan kian menjauhkan umat dari Islam, mendangkalkan aqidah dan membuat kaum muslimin perlahan-lahan mengikuti pola pikir dan pola hidup orang-orang Barat. Dan ini adalah gambaran yang pernah disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ  . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ  وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah SAW, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari)

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim).

Oleh karena itu memperkokoh aqidah adalah langkah utama yang harus segera ditempuh oleh kaum muslimin agar mampu menangkal serangan moderasi beragama ini. Penanaman aqidah sejak dini harus menjadi perhatian penting dalam semua jenjang pendidikan. Kemudian dilanjutkan dengan kajian yang utuh tentang gambaran Islam sebagai satu-satunya agama yang diridloi Allah swt. Termasuk didalamnya kajian tentang quwwatud dalil, ushul fiqh, ulumul Qur’an dan tafsir Al Qur’an. Harapannya generasi yang akan datang mampu membendungnya dengan cara dan landasan yang sahih. Semoga saja……

Kamilia Mustadjab

Posting Komentar

0 Komentar