Kemiskinan merupakan hal pelik bagi negeri ini. Tingkat kemiskinan Indonesia selalu berada di dobel digit. Menjadi PR besar bagi pemerintah untuk mengubahnya menjadi single digit. Namun pada 2019 menjadi hari yang bersejarah bagi Indonesia, bahwa saat itu negeri ini mencapai angka kemiskinan terendah.
Pada September 2019, angka kemiskinan turun menjadi 9,82% dari total populasi Indonesia, selain itu juga tingkat pengangguran turun diangka 4 hingga 5 %. Menurut BPS dengan keberadaan tiga kartu sakti, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Keluarga Sejahtera cukup membantu mengurangi tingkat kemiskinan.
Awal tahun 2020, pandemi Covid-19 melanda. Dunia melalui masa yang cukup sulit termasuk Indonesia. Aktivitas manusia berubah, semua harus beraktivitas di rumah saja. Banyak perusahaan yang merumahkan para karyawannya. Dengan tidak adanya pendapatan sedangkan pengeluaran tak terbilang, maka banyak masyarakat yang jatuh miskin.
Dari Smeru research institute menyatakan, pada 15 Juli 2021 BPS merilis laporan bahwa tingkat kemiskinan Indonesia di Maret 2021 sebesar 10,14% atau sebanyak 27,54 juta dari total penduduk Indonesia. Kondisi Maret 2021 ini sedikit turun dari September 2020 namun masih lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi pada September 2019 (6/9/2021).
Jika dilihat berdasarkan jumlah orang miskin, sejak September 2019 jumlahnya meningkat sebesar 1,12 juta individu dengan peningkatan terbesar terjadi di wilayah perkotaan sebesar 1 juta dan pedesaan sebesar 120 ribu orang.
Ma’ruf amin yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyatakan bahwa Jokowi menugaskan dirinya untuk mengentaskan kemiskinan ekstrim pada tahun 2024. Menjadi enam tahun lebih cepat dibandingkan dengan komitmen global dalam tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs) (Kompas.com 25/8/2021).
SDGs mencantumkan target penurunan kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen pada 2030. Mengacu pada definisi dari Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang dimaksud kemiskinan ekstrem yakni warga yang berpenghasilan kurang dari 1,9 dollar AS per hari.
Jumlah kemiskinan ekstrim di Indoensia mencapai angka 10 juta jiwa dari 27 juta jiwa rakyat miskin yang akan diselesaikan sampai tahun 2024. Sedangkan tahun ini, pemerintah menargetkan 20% dari 10 juta, yaitu sekitar 2 juta orang dapat terangkat kemiskinannya. Namun Ma’ruf mengatakan sulit terealisasi karena tahun 2021 sudah hampir selesai.
Upaya pemerintah dalam menurunkan kemiskinan adalah dengan melaksanakan banyak program yang terbagi dalam dua kelompok utama. Pertama, kelompok program penurunan beban pengeluaran rumah tangga miskin dan kelompok program untuk peningkatan produktivitas masyarakat miskin.
Melihat hal ini, pada tahun lalu Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, tingkat kemiskinan yang ditargetkan pemerintah tersebut tidak realistis. Hal ini disebabkan rentang waktu yang tersisa terlalu pendek (Kontan.co.id 11/2/2020).
Faisal mengatakan, bahwa untuk menurunkan tingkat kemiskinan 1% saja membutuhkan waktu bertahun-tahun. Apalagi, kalau semakin rendah tingkat kemiskinannya, untuk menurunkannya akan semakin sulit.
Sulitnya tingkat kemiskinan ini turun karena pada umumnya orang-orang yang paling miskin berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Inilah yang membuat pemerintah sulit melakukan intervensi, seperti menyalurkan bantuan sosial, memberikan dana desa, hingga membangun infrastruktur.
Lebih lanjut, Faisal mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada angka semata dan puas bila angka masyarakat miskin dan sangat miskin terus menurun. Dia menyebut, saat ini jumlah masyarakat miskin dan sangat miskin memang terus mengalami pengurangan, tetapi masyarakat yang rentan miskin dan hampir miskin justru menunjukkan peningkatan.
Menurut Faisal, masyarakat dengan kategori rentan miskin dan hampir miskin ini rentan kembali ke kategori miskin dan sangat miskin bila terjadi guncangan ekonomi, mulai dari perlambatan ekonomi, adanya virus corona, hingga bila bantuan sosial yang diberikan terlambat.
Supaya pengurangan kemiskinan bisa lebih efektif, Faisal pun menyarankan agar pemerintah mengevaluasi program pengentasan kemiskinan yang ada, dengan tidak menjadikan bantuan sosial sebagai jalan utama untuk mengurangi kemiskinan.
Dalam Islam, kemiskinan adalah sebuah kondisi dimana tidak terpenuhinya kebutuhan primernya secara menyeluruh. Hal ini dapat terjadi kapan pun dan di mana pun. Kondisi tersebut sesungguhnya sangat riskan, karena bila kebutuhan pokok tidak terpenuhi, maka akan berakibat pada kehancuran ataupun kemunduran eksistensi umat manusia.
Oleh karena itu ada beberapa poin yang harus dilaksanakan oleh pemerintah antara lain, pertama harus ada jaminan pemenuhan kebutuhan primer. Kedua, pengaturan kepemilikan, yang terdiri dari jenis-jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan dan distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Ketiga, penyediaan lapangan kerja dan terakhir penyediaan layanan pendidikan.
Sejarah telah mencatat bahwa pada saat Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai Kholifah, rakyat dalam taraf hidup yang tidak memerlukan bantuan lagi. Tahun kedua masa kepemimpinannya, beliau menerima kelebihan uang baitul maal dari gubernur Irak secara berlimpah.
Tentunya uang tersebut tidak serta ia ambil. Ia memerintahkan pegawainya untuk untuk berseru tiap hari di kerumunan manusia untuk mencukupi kebutuhannya. ”Wahai manusia, adakah diantara kalian orang-orang miskin? Siapakah yang ingin kawin dan ingin dipenuhi mas kawinnya? Kemanakah anak-anak yatim? ”. Namun tidak seorang pun yang memenuhi seruan tersebut.
Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini, tidak hanya diberikan pada kaum Muslimin saja namun juga kepada non-muslim selama mereka masih dalam warga negara Khilafah. Begitulah kesejahteraan hidup yang syariat tentukan, bukan saja hanya bagi kalangan tertentu saja.
Saat ini, ketika ide kapitalistik sudah bercokol di benak penguasa pastinya mereka akan memperhatikan rakyatnya kecuali hanya sedikit. Karena perhatiannya selalu akan terbagi dengan rakusnya akan keduniawian. Gila kuasa dan gila harta sudah menjadi gambaran umum di manapun mereka berada.
Ngototnya mengentaskan kemiskinan ekstrem pada 2024 pun pastinya tak akan jauh dari dua hal itu. Karena pengentasan kemiskinan merupakan hal yang selalu seksi dibicarakan dalam pemilu.
Wallahu’alam
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar