DKI Jakarta, kawasan yang terkenal dengan gedung menjulang tinggi, perkantoran, dan jalan mulus yang selalu dipadati kendaraan. Potret tersebut memberi kesan betapa 'wah' kota Jakarta, yang notabene merupakan ibu kota negara. Pusat pemerintahan serta ekonomi negara ini.
Namun di balik sederet potret tersebut, miris ketika melihat kondisi rumah-rumah kumuh yang berdiri tepian kali penuh sampah. Terlebih masih banyak masyarakat Jakarta yang belum memiliki fasilitas sanitasi yang memadai. Dilansir dari merdeka.com (18/11/2020), Kepala Pusat Penelitian LIPI, Herry Yogaswara menjelaskan, DKI Jakarta masih memiliki masalah kependudukan terkait sanitasi, khususnya pengelolaan limbah cair.
"Jumlah penduduk yang telah dilayani melalui sistem perpipaan dan cakupan wilayah masih sangat rendah, meski angka akses terhadap pengelolaan air limbah sangat tinggi. Hal ini menjadi tantangan berikutnya yang dihadapi DKI Jakarta," kata Herry dalam keterangan tertulis, Rabu (18/11).
Bahkan di Jakarta Utara, 49 ribu keluarga belum memiliki sanitasi. Artinya masih banyak masyarakat yang buang air sembarangan (BABS). Berdasar data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta tahun 2021, sekitar 7% warga di Jakarta diidentifikasi masih Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Sementara menurut Wali Kota Jakarta Utara, Ali Maulana Hakim, sebanyak 49.352 KK di wilayah Jakarta Utara belum memiliki sanitasi yang baik. Mereka masih melakukan BAB sembarangan (BABS).
"Jumlah KK di Jakarta Utara ada 589.037. Sedangkan jumlah KK yang masih BABS atau open defecation (OD) 49.352 KK. Jika dipresentasekan ada sekitar 8,37% KK yang masih OD. KK ini tersebar di 30 kelurahan," kata Ali. Hanya 1 kelurahan di Jakarta Utara yang sudah BAB di tempatnya yakni Kelurahan Kelapa Gading Timur," lanjutnya. (m.mediaindonesia.com, 18/09/2021)
Tidak heran jika Indonesia masuk dalam 3 negara yang masyarakatnya masih BAB sembarangan. Hal ini dinyatakan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan, Indonesia menjadi salah satu negara di dunia, yang masyarkatnya membuang air besar sembarangan. (merdeka.com, 15/3/2019)
Zaman telah melejit dengan kecanggihan teknologinya. Namun, mengapa masih ada masyarakat yang hidup di pusat pemerintahan dan perekonomian negara initidak memiliki fasilitas sanitasi. Sehingga kerap buang air besar saja tidak di tempat yang layak. Lantas bagaimana kondisinya dengan masyarakat yang berada di pedalaman?
Masalah sanitasi bukanlah hal yang bisa dianggap remeh karena selain berdampak pada kesehatan, juga pada tumbuh kembang generasi. Perilaku kotor seperti BABS jika terus berlanjut akan menimbulkan stunting. Kondisi ini jelas akan menambah masalah baru di masa depan karena kurangnya kualitas generasi bangsa.
Anak-anak adalah generasi penerus bangsa dan peradaban. Masa depan bangsa dan dunia ada di pundak generasi muda. Jika kondisi ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan ke depan negara ini akan semakin memikul beban berat untuk mengatasinya.
Inilah potret sesungguhnya ibukota negara yang kaya akan sumber daya alam. Meski kini pemprov DKI terus berusaha untuk membenahi sanitasi, namun mengapa begitu lama tidak teratasi dari tahun ke tahun, setelah berganti-ganti pemimpin.
Jika kita cermati, ini merupakan akibat dari prioritas kinerja negara yang tidak menomorsatukan rakyat. Kapitalisme yang telah lama diemban oleh negara ini telah mempengaruhi bnyak hal terutama bagaimana seorang pemimpin atau penguasa memperlakukan masyarakatnya. Pemenuhan kebutuhan masyarakat bukanlah hal yang harus dikejar dalam sistem ini. Mereka beranggapan bahwa yang utama adalah bagaimana bisa memberikan kesempatan seluas mungkin bagi para pemilik kapital dalam menjalankan bisnisnya. Dengan begitu perekonomian negara akan semakin maju, demikian anggapan dalam teori sistem ini. Sehingga penanganan terhadap kebutuhan masyarakat, utamanya sanitasi tidak segera terselesaikan.
Tidak heran jika terjadi ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Satu sisi gedung bertingkat berjejer rapi tapi di tepian sana berdiri gubuk-gubuk kumuh yang hidup terlunta-lunta tanpa fasilitas yang layak. Untuk memenuhi hajat saja mereka tidak mampu.
Begitu pula dengan kewajiban negara dalam memberikan edukasi pada masyarakat. Melihat banyaknya masyarakat yang tidak memahami pentingnya menjaga kebersihan mencerminkan buruknya edukasi yang mereka dapatkan. Padahal ini pun adalah bagian dari tanggung jawab negara.
Kondis ini jauh berbeda saat Islam diterapkan puluhan tahun silam. Islam memperlihatkan bagaimana jika negara memberikan pengurusan yang maksimal untuk rakyatnya. Jauh sebelum Barat mengenal toilet, pada abad ke-10, Islam telah mengembangkan konsep kamar mandi dan etika dalam bersuci serta membersihkan diri. Hal ini tecatat di hampir semua wilayah kekuasaan kaum Muslim.
Pada abad ke-13, ilmuwan Muslim al-Jazari, menulis sebuah buku yang menjelaskan perangkat mekanis, termasuk alat untuk berwudhu. Alat ini bersifat mobile, dan bahkan biasa dilakukan untuk melayani para tetamu.
Air memang menjadi pembersih utama dalam tradisi Islam. Air mensucikan. Toilet-toilet pada masa kejayaan Islam di Abad Pertengahan adalah model toilet 'basah' seperti yang kita kenal saat ini.
Begitu pula dengan sabun, bagian yang tak terpisahkan dari sanitasi, juga ditemukan pada masa keja yaan Islam. Masyarakat di bawah kekuasaan Utsmaniyah biasa membuat sabun sen diri, dengan mencampur minyak (biasanya minyak zaitun) dengan al-qali, yaitu sejenis garam. Keduanya direbus untuk mencapai campuran yang tepat, dibiarkan mengeras, dan jadilah sabun batangan. Sabun ini digunakan di hammam, rumah pemandian umum. (Republika.co.id, 15 maret 2017).
Sungguh, ini seharusnya membuka mata umat. Kapitalisme yang hari ini diemban negara kita bukanlah sistem yang pantas untuk dipertahankan. Karena dengan sistem ini malah banyak kerusakan yang terjadi. Untuk menyelesaikan masalah sanitasi saja, nyatanya umat membutuhkan ditegakkannya Khilafah untuk menerapkan aturan Islam secara kaffah.
Hanya Islamlah yang mampu menuntaskan segala permasalahan. Baik permasalahan individu, masyarakat maupun negara. Karena Islam berasal dari sang Pencipta alam semesta. Dialah satu-satunya yang paling memahami manusia dan mengetahui apa-apa saja yang terbaik untuknya.
Wallahu'alam
Oleh: Anisa Rahmi Tania
0 Komentar