Demokrasi lahir tatkala masyarakat telah phobia terhadap sistem otoritarian pada masa dulu. Namun realitanya, ketika sistem demokrasi diterapkan, ternyata tidak atau belum bisa menyelesaikan persoalan kehidupan. Lalu, benarkah demokrasi masih menjadi harapan bahwa pada nantinya akan menjamin kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik bagi rakyat?
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Dalam demokrasi dikenal slogan, “Vox populi vox dei (Suara rakyat adalah suara tuhan).” Karena itulah, inti demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Artinya, dalam sistem demokrasi, rakyatlah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan dan membuat suatu hukum. Dalam bahasa Abraham Lincoln, demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Namun pada implementasinya, dalam demokrasi kapitalistik, uanglah yang akan berkuasa di atas segalanya. Para pengusaha/pemilik modal yang justru akan menjadi panglima, bukannya rakyat. Dari sederet peristiwa, dalam suasana kekecewaan sebagian elemen masyarakat, muncul pertanyaan jika demokrasi tidak mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, bagaimana dengan keberhasilan negara-negara maju yang telah menerapkan sistem demokrasi? Apakah mereka berhasil menjadikan masyarakatnya makmur karena menerapkan sistem demokrasi yang baik?
Jika mengulik realitanya, beberapa negara mengandalkan kemajuannya itu dari ekploitasi atas negara lain, baik dari sisi sumberdaya alam, finansial, dan SDM nya. Beberapa contoh fakta di antaranya; Swiss yang terkenal dengan cokelatnya, padahal di Swiss tidak ada pohon coklat. Lalu, sebagian besar energi yang menjalankan roda industri di Eropa, Amerika Serikat, atau Jepang didatangkan dari Timur Tengah. Demikian juga bahan tambang, kayu, sebagian besar produk pertanian, bahkan pasir. Singapura mengeruk pasir dari Riau untuk reklamasi pantainya. Konon, jumlah pasir yang telah dikeruk itu cukup untuk menambal seluruh pantai utara pulau Jawa selebar 60 meter.
Sebagian besar produk industri dengan merek negara maju sejatinya dibuat di negara berkembang. Produk itu dibuat dengan tenaga murah, kemudian dijual dengan harga berlipat-lipat, karena menyandang merek negara maju. Sejatinya teknologi yang dipakai relatif mudah ditiru, namun teknologi itu diproteksi dengan hak paten sehingga hanya orang yang diberi izin penemunya yang boleh menirunya. Walhasil, cashflow yang ada akan selalu
Kekuatan finansial juga merupakan salah satu kunci kemampuan negara-negara sekular untuk memantapkan kemakmuran negerinya. Tawaran pinjaman ke negara-negara berkembang sejatinya adalah alat untuk memutar uang bagi mereka. Pemberian utang adalah sebuah proses agar negara peminjam tetap miskin, tergantung dan terjerat utang yang makin. bertumpuk-tumpuk dari waktu ke waktu.
(https://mediaumat-news.cdn.ampproject.org)
Layaknya film Squid Game yang sempat viral kemarin, sebuah fenomena yang mempertontonkan kekuasaan dari pemilik uang, begitulah yang terjadi pada sistem demokrasi. Pasalnya, mereka tampak makmur bukan karena menerapkan sistem demokrasinya, namun porsi besar faktor penunjang kemakmuran mereka adalah karena neo-imperialisme atau penjajahan atas negara lainnya. Saat ini pun dampak negatifnya sudah dirasakan di negara-negara berkembang.
Negara maju sesungguhnya bangkit karena ideologinya, yaitu Sekularisme-Kapitalisme. Uni Soviet, sebelum bubar, bangkit karena ideologinya, yaitu Sosialisme-Komunisme. Umat Islam pun dulu bangkit karena ideologinya, yaitu Islam. Akan tetapi, kebangkitan yang sahih adalah kebangkitan yang didasarkan pada akidah yang sahih. Itulah kebangkitan yang didasarkan pada akidah Islam sebagai satu-satunya akidah yang sahih. Sebaliknya, kebangkitan yang salah adalah kebangkitan yang didasarkan pada akidah yang juga salah. Contohnya, kebangkitan Barat yang didasarkan pada Sekularisme, atau kebangkitan Soviet dengan Komunisme.
Ideologi yang ada di dunia ini hanya ada 3 (tiga): (1) Sekularisme-Kapitalisme; (2) Sosialisme-Komunisme; (3) Islam. Dalam hal ini, kebangkitan hakiki adalah kebangkitan atas dasar pemikiran (fikrah). Islamlah satu-satunya fikrah yang sahih, yang didasarkan pada ruh, yang mengakui keberadaan Allah dengan segala kewenangan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan demikian, kebangkitan atas dasar Islamlah satu-satunya kebangkitan yang sahih. Sebabnya, Islam disandarkan pada asas (akidah) yang mustahil memiliki kekurangan dan kesalahan.
Segala problematika kehidupan membutuhkan perubahan dengan pondasi fikrah yang kokoh, yaitu syariah Islam. Itulah perubahan yang dicontohkan Nabi saw. Beliau membangun pemerintahan Islam di Madinah berlandaskan akidah Islam (Lâ ilâha illa Allâh Muhammad Rasûlullâh) dan sistem yang terpancar darinya. Umat Islam pun mengalami kebangkitannya hingga berabad-abad lamanya. Karena perjuangan Rasulullah saw. tak terhenti setelah Beliau wafat. Estafet perjuangan dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan para Khalifah selanjutnya. Hingga tak terkecuali, jejak kekhilafahan Islam pun turut hadir di Nusantara.
Jadi, apabila menginginkan kebangkitan di Indonesia. Maka selayaknya dengan menghimpun umat Islam di Indonesia untuk mendukung penerapan syariat Islam secara kafah melalui penegakan khilafah seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. tersebut. Untuk menambah wawasan sejarah terkait kebangkitan Islam serta penyebaran Islam di Indonesia melalui khilafah, mari kita turut serta untuk menonton film Jejak Khilafah di Nusantara II yang akan tayang pada Rabu, 20 Oktober 2021. Seperti kutipan dari pernyataan Prof. Suteki, yakni dengan harapan baru, bahwa kita hanya akan bisa belajar dan bangkit di atas kebenaran, jika telah belajar dari fakta sejarah yang benar, bukan sejarah yang mengaburkan dan menguburkan jejak eksistensi islam di dalamnya.[]
Oleh Novita Sari Gunawan
0 Komentar