Dari laman re-thinkingthefuture.com, sebuah situs arsitek global RTF (Rethinking The Future) dengan judul "10 Examples of Bad Urban City Planning" menulis bahwa kota Jakarta berdasarkan indikator penilaian sebuah kota, menempatkan Jakarta menjadi kota dunia pertama dalam perencanaan kota yang buruk.
Hal itu dinilai dari banyaknya permukiman padat penduduk, masalah serius polusi (udara dan air), tata kota (RTH) yang kacau, dan kemacetan lalu lintas yang ekstrem. Selain itu, perencanaannya salah dan pembangunan infrastuktur yang melanggar aturan. Perluasan kota juga tidak terencana dan pembangunan infrastruktur berada di tangan pemerintah daerah. Hal itu mengurangi kemungkinan pelaksanaan proyek jangka panjang.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria menanggapi dengan berjanji akan memperbaiki kondisi ibu kota agar sejajar dengan kota-kota besar dunia. Namun, membedah wajah Jakarta yang gemerlap dengan perencanaan kota yang buruk adalah kondisi yang sudah kronis untuk diatasi.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan, Nirwono Joga menyatakan predikat tata kota terburuk pada Jakarta karena pelanggaran tata ruang yang dibiarkan, bahkan semakin massif telah mendorong Jakarta menuju bunuh diri ekologis (metro.tempo.co, 24/08/21).
Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna mengungkapkan pada media liputan6.com, (24/08/21), bahwa Jakarta bukan kota yang direncanakan sejak awal. Masterplan pembangunan baru ada di masa pemerintahan Ali Sadikin dari tahun 1965 sampai 1985. Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan, Nirwono Joga menguatkan bahwa dalam pelaksanaannya, pembangunan kota Jakarta selalu tergantung dengan kebijakan siapa Gubernur yang memimpin bukan pada pelaksanaan rencana tata ruang yang sudah ada. Hingga saat ini, Jakrta masih bermasalah dengan fasilitas pelayanan yang tidak sebanding dengan daya tampungnya. Ditambah lagi, beban Jakarta tidak disebarkan pada daerah yang lain.
DKI Jakarta merupakan provinsi di lndonesia yang paling banyak menerima migran. Seluruh provinsi di Indonesia sejak tahun 1961 telah menyumbangkan migran ke kota Jakarta. Dari hasil penelitian Gordon Temple (Temple 1986: 84) diketahui bahwa alasan utama migran memilih Jakarta adalah karena kota ini dianggap memberi harapan paling besar untuk mendapatkan kesempatan kerja yang dapat diandalkan (repositori.kemdikbud.go.id).
Faktanya, Freek Colombijn menyebut hengkangnya keterlibatan orang Belanda dan didikannya sebagai tapak mula dekolonisasi dalam perencanaan kota di Indonesia. Dia juga menuliskan empat pokok masalah Jakarta adalah kekurangan lapangan kerja, kelangkaan rumah, kepadatan lalu-lintas, dan kecelakaan fasilitas umum (historia.id).
Pengembangan wilayah terekspansi meluas sejak Adam Smith seorang tokoh ekonomi mengatakan bahwa suatu bangsa adidaya adalah bangsa yang dapat menguasai Sumber Daya Alam (Nursyam Aksa, 2016). Pada tahun 1980, kegiatan industri di Jakarta mengalami pertumbuhan sangat pesat. Masuknya para kapital dengan semangat teori Adam Smith tentu tidak bisa melewatkan daya tarik investasi dan pembangunan infrastruktur pendukung di Jakarta hingga menjadi metropolis dunia saat ini. Namun, tidak bisa ditampik pengembangan kota Jakarta semenjak itu menjadi persoalan tersendiri sampai hari ini.
Jakarta adalah kota besar dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia, namun memiliki desain yang buruk karena pembangunan infrastrukturnya yang kacau. selain tidak punya rencana pendahuluan, juga memiliki masalah kekaburan batas wewenang pemerintah pusat dan daerah. Pembacaan RTF terkait pembangunan infrastruktur berada di tangan pemerintah daerah yang mengurangi kemungkinan pelaksanaan proyek jangka panjang, benar adanya. Otonomi daerah yang memberlakukan wewenang pemerintah daerah mengurusi wilayah tanpa turut andilnya wewenang pusat berdampak pada kurangnya visi pembangunan jangka panjang secara menyeluruh.
Pasalnya, target pembangunan hanya diarahkan pada skala lokal yang sangat kecil. Sinergis yang terjalin antarwilayah lain atau kota-kota sekitar hanya diikat dengan target pengembangan wilayah masing-masing untuk keuntungan internal masing-masing. Untuk sebuah bangsa yang besar, tentu ini adalah perpecahan kekuatan yang kasatmata.
Menanggapi tulisan Jakarta kota terburuk, jelas tidak cukup berbenah kota dengan kerja parsial yang tambal sulam. Perlu menyadari bahwa terjadi kesalahan paradigma pengaturan wilayah yang seharusnya mampu menjangkau kebaikan yang lebih besar dan menyeluruh. Perubahan cara pandang pengelolaan wilayah dengan menerapkan aturan Islam adalah solusinya.
Islam adalah sistem perintis perencana dan pengembang wilayah yang sangat handal. Rencana tata ruang dan pengembangannya selalu diarahkan untuk kebaikan berkelanjutan (sustainability). Struktur dan pola ruang dibentuk untuk menciptakan keserasian dan keterpaduan antar ruang. Madinah sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, sosial, dan sebagainya, sementara Mekah difungsikan utamanya sebagai pusat ibadah. Kedua wilayah ini membentuk pusaran yang saling tarik menarik dan berkembang sesuai dengan karakteristik masing-masing sehingga membentuk keseimbangan.
Rasulullah Saw. menetapkan empat pokok tata ruang dan pembangunan kota. Pertama, membangun masjid. Kedua, membangun rumah pemimpin yang berdekatan dengan masjid. Ketiga, membangun pasar yang dikenal dengan Suqu an-Nabi (pasar Nabi). Keempat, membangun pemukiman penduduk yang dihuni berbagai kabilah. Dengan prinsip yang sama, Khalifah Umar bin al-Khattab membangun kota-kota baru seperti Kufah, Bashrah, dan Fusthath.
Ketika Abu Ja’far al-Manshur menjadi Khalifah, membangun pusat pemerintahan baru di Baghdad dengan mengumpulkan para insinyur, arsitek dan orang-orang yang dianggap mempunyai pemikiran (ahl ar-ra’yi) untuk dimintai pendapatnya. Lahirlah kota Baghdad dengan tata ruang melingkar, di tengahnya berdiri masjid jami’ yang megah, berdekatan dengan istana khalifah yang dikelilingi oleh pemukiman penduduk. Dilengkapi dengan jalan-jalan yang lebar sesuai dengan peruntukkannya.
Ada jalan protokol yang lebih lebar, kemudian jalan sekunder yang lebih kecil dari jalan protokol, dan jalan di gang-gang yang lebih kecil dari jalan sekunder. Tata ruang dan pembangunan kota ini telah menjadikan Baghdad sebagai kota dengan tata ruang terbaik pada pertengahan abad ke-2 Hijriah.
Ketika Rasul Saw. menjadi kepala negara di Madinah, urusan tata kota dan pembangunan ini ditangani sendiri oleh Nabi Saw. sebelum kemudian diserahkan kepada Umar bin al-Khatthab untuk Madinah, dan kepada Amr bin al-‘Ash untuk Makkah al-Mukarramah. Masa Umar bin al-Khatthab menjadi Khalifah, beliau mendirikan biro khusus yang disebut dengan nama Dar al-Hisbah. Selain biro khusus, Umar juga dibantu dengan para petugas khusus yang menangani urusan tata kota dan pembangunan ini (uin-alauddin.ac.id, 08/10/2016).
Qadhi Hisbah-yang mengepalai Dar al-Hisbah-berhak untuk melarang orang yang mendirikan bangunan di jalan yang digunakan laluan, sekaligus bisa menginstruksikan untuk menghancurkan bangunan, sekalipun bangunan tersebut adalah masjid. Karena kepentingan jalan adalah untuk perjalanan, bukan untuk bangunan. Haknya juga untuk melarang siapapun meletakkan barang dagangan dan bahan atau alat bangunan di jalan-jalan dan pasar, jika barang dan bahan tersebut bisa merugikan orang. Qadhi Hisbah berhak untuk melakukan ijtihad dalam menentukan mana yang mudarat dan mana yang tidak selama dalam masalah konvensi (kepantasan umum), bukan masalah syar’i. (Al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyyah, hal. 430-431).
Dapat disimpulkan bahwa penguasaan lahan secara geografis dan karakteristiknya memudahkan lahan dipola dan dikembangkan, didukung dengan hapusnya otonomi daerah. Kejelasan cetak biru dari kewenangan pusat sampai ke hilir sebagai kewenangan pembantu melaksanakan rencana yang sudah ada. Pembiayaan, pengawasan, dan pemutusan kebijakan terkait dengan peyelenggaraan tata ruang wilayah ada pada penguasa. Struktur negara yang lain adalah para administrasi, membantu terwujudnya pembangunan dan pengelolaan wilayah.
Dengan demikian, Jakarta dengan tata kota terbaik hanya akan terwujud jika melaksanakan desain terbaik yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para Khalifah sesudahnya. Kebaikan dari tata kota Islam, tidak hanya menjadikan kota-kota Islam dahulu menjadi sangat terkenal, namun juga kebaikannya mempengaruhi alam semesta, Wallahu ‘alam bishshawwab.
Oleh N. Suci M.H
0 Komentar