Ada Apa Dibalik Raperda Pesantren Di Kota Bogor?



Menjamurnya pondok pesantren di Kota Bogor menjadi satu pembahasan di kalangan para wakil rakyat. Hal ini ditandai dengan adanya rencana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor untuk segera menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Pesantren.

Dilansir oleh Radar Bogor, dalam Raperda tersebut membahas tiga fungsi pesantren. Pertama, fungsi pendidikan, membentuk santri yang unggul dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan mampu mengahadapi perkembangan zaman. Kedua, fungsi dakwah, untuk mewujudkan Islam "Rahmatan lil ‘alamin" dengan upaya mengajak masyarakat menuju jalan Allah Swt. Dengan cara yang baik dan menghindari kemungkaran. Dan mengajarkan pemahaman dan keteladanan nilai Islam yang rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat dan nilai luhur bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.  Ketiga, sebagai pemberdayaan masyarakat. Pesantren melaksanakan aktivitas dalam menyiapkan sumber daya manusia yang mandiri dan memiliki keterampilan agar dapat berperan aktif dalam pembangunan, dengan cara pelatihan dan praktik kerja lapangan, pendirian koperasi, pendirian UMKM dan lainnya. Raperda ini pun membahas masalah dukungan daerah kepada pesantren termasuk hal pendanaan. (RadarBogor.id, 28/10/2021)

Secara definisi, pesantren adalah tempat santri belajar mengaji, pesantren sering juga disebut sebagai "Pondok Pesantren" berasal dari kata "santri" menurut kamus bahasa Indonesia kata ini mempunyai dua pengertian yaitu, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh, orang saleh dan orang yang mendalami pengajian dalam agama.

Di tengah gempuran budaya asing yang liberal dan sekuler, menjamurnya pondok pesantren memberikan secercah harapan untuk menolong generasi bangsa dari penyakit sekuler nan liberal yang menggempur generasi dari seluruh bidang tanpa adanya filter dari negara. Apalagi bagi generasi milenial yang rentan terpengaruh hal-hal yang negatif.  Inilah yang akan menggiring generasi bangsa diambang kehancuran. Para orang tua tentunya memikirkan hal ini, sehingga memondokkan anak menjadi pilihan yang dianggap tepat. Sekaligus mampu menjauhkan mereka dari budaya dan pemikiran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Setiap orang tua tentunya mendambakan anak-anak yang saleh dan salehah, berakhlak mulia sesuai tuntunan Alquran dan Hadis. Bagi orang tua, ia memandang buah hatinya sebagai seorang anak. Namun bagi masyarakat, anak-anak itu adalah generasi penerus yang akan menentukan kehidupan di masa yang akan datang. Oleh karenanya, mereka perlu mendapatkan pendidikan terbaik yakni pendidikan berbasis Islam. Tujuan pendidikan dalam pandangan Islam adalah membentuk manusia yang mempunyai kepribadian Islam, handal, menguasai pemikiran Islam, menguasai ilmu-ilmu terapan IPTEK, dan memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna. Diterapkannya sistem pendidikan Islam di lingkungan pondok pesantren diharapkan mampu menghasilkan generasi cemerlang dengan akhlak yang mulia.

Namun, ada sisi lain yang menjadi kekhawatiran pemerintah sehingga  perlu mengatur segalanya agar semua berjalan sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Isu deradikalisasi dan moderasi Islam menjadi spirit bagi pemerintah.  Hal ini bisa dikritisi dari poin kedua isi dari Raperda Penyelenggaraan Pesantren. Pemahaman Islam moderat (moderasi beragama) digaungkan oleh pemerintah, agar Islam berjalan sesuai sistem yang berlaku yaitu kapitalisme yang liberal dan sekuler, bukan sesuai yang tercantum dalam Alquran dan As Sunah. Islam moderat tidak lain adalah buah dari pemikiran Barat yang takut akan kebangkitan umat Islam, terlebih lagi jika generasi muslim mempelajari dan memahami Islam yang sesungguhnya.

Saat ini moderasi beragama sudah dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yang disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pemerintah berharap agar moderasi beragama dapat menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi kebudayaan dalam memajukan sumber daya manusia Indonesia. Dalam konteks bernegara, moderasi beragama penting diterapkan agar paham agama yang berkembang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan. Pemahaman dan pengamalan keagamaan secara esensial tidak boleh bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. (Balitbang Kemenag RI, 2019, Buku  Moderasi Beragama)

Dari paparan tersebut, tampak bahwa dalam moderasi ini secara diameteral dibenturkan antara Islam dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini merupakan indikasi usaha melarang Islam digunakan dalam konstitusi dan kenegaraan.  Maka dari sini, bisa pahami bahwa program moderasi beragama, yang sejatinya ditujukan terhadap Islam, merupakan program lanjutan dari program deradikalisasi. 

Hal lain yang perlu dikritisi pada poin kedua isi Raperda tersebut adalah apa makna dari toleransi, yang disandingkan dengan tuduhan keji atas Islam dan kaum muslimin yang dianggap intoleran. Islam dituduh menjadi agama yang kurang bahkan tidak toleran terhadap agama lain. Benarkah demikian? Allah Swt. berfirman yang artinya, "Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku" (TQS. Al-Kafirun: 6). Dalam ayat ini sangat jelas dan tegas Allah memerintahkan umat Islam untuk saling menghormati dan menghargai agama dan keyakinan orang lain.

Kisah Sultan Muhamad Al Fatih yang berhasil menaklukkan Konstantinopel yang notabene warganya non muslim. Namun, ketika beliau menginjakkan kakinya di sana tak ada satu pun warga yang dipaksa untuk memeluk Islam, mereka diberikan kebebasan dalam beragama dan umat muslim dilarang untuk mengganggu mereka. Lebih jauh lagi ketika manusia mulia pilihan Allah Swt. yakni Nabi Muhamad Saw. memimpin kaum muslimin, tak ada satu pun warga Madinah yang dipaksa untuk memeluk Islam. Mereka bisa  hidup berdampingan, saling menghormati dan menghargai, bahkan beliau memperlakukan hukuman yang tegas untuk siapa saja yang mengganggu warga non muslim yang tunduk dan patuh pada aturan Islam.

Jadi, ada apa dibalik Raperda Penyelenggaraan Pesantren ini? Jawabannya adalah ada hal yang perlu umat waspadai, karena Raperda ini disusun dengan spirit deradikalisasi dan moderasi Islam. Umat dibuat fobia dengan Islam Kafah, selanjutnya digiring untuk menerima moderasi Islam.

Padahal Islam tidak memerlukan modernisasi. Islam agama yang sempurna yang berasal dari Sang Pencipta alam semesta beserta isinya, apapun aturan yang ada di dalamnya, mengandung semua kebaikan dan keselamatan bagi manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Sejalan dengan semua itu akan dapat terlaksana jika sistemnya pun berasal dari Sang Pencipta Allah Swt., bukan dari manusia yang memandang segala sesuatu sesuai hawa nafsunya serta akal manusia yang terbatas. Sistem dan aturan menjadi sebuah rangkaian yang tak dapat dipisahkan. Islam kafah atau menyeluruh diterapkan di bumi ini dalam naungan daulah khilafah, tak ada istilah Islam moderat hanya ada satu Islam kafah yang secara hakiki akan menjadi rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a'lam.[]


Oleh Titin Kartini

Posting Komentar

0 Komentar