Lingkungan yang bersih dan sehat merupakan hajat hidup seluruh manusia, yang juga merupakan impian semua orang agar bisa menjalani kehidupan dalam lingkungan yang bersih. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Muslim, sangat memahami arti hidup sehat dan bersih. Rasulullah saw bersabda yang artinya,”Kebersihan itu sebagian dari iman” (HR Ahmad, Muslim dan Tirmidzi). Hadist di atas menegaskan bahwa setiap Muslim harus hidup bersih, bukan hanya bersih diri tetapi juga lingkungan tempat tinggal mereka juga harus bersih. Karena kebersihan itu adalah kosekuensi dari keimanan mereka kepada RabbNya.
Namun, fakta yang terjadi tidak seperti yang mereka impikan. Sampah menjadi permasalahan krusial khususnya di kota-kota besar. Berbagai upaya pun dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan pelik ini. Seperti halnya yang dilakukan Pemkot Bogor yang bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor dengan membeli 68 gerobak bermotor atau motor sampah (mosam). Mosam ini digunakan untuk wilayah yang tidak terjangkau truk sampah dan agar tidak terjadi penumpukan sampah di satu titik.
Deni Wismanto selaku kepala DLH menyatakan, pembelian mosam yang dianggarkan melalui APBN Kota Bogor karena keterbatasan saran prasarana di wilayah yang masih menjadli kendala dalam pengumpulan sampah. Mosam ini di distribusikan secara serentak untuk masing-masing kelurahan satu mosam. Langkah ini adalah upaya untuk mengangkut dan mengurai sampah, yang harapannya di masa mendatang setiap wilayah terbebas dari tumpukan sampah (suara.com, 21/10/2021)
Membangun bank sampah juga dianggap menjadi salah satu cara ampuh untuk menanggulangi sampah dari sektor terkecil. Dengan memilah sampah dan mendaur ulang dari tingkat terendah, sehingga akan mempengaruhi jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Namun, cara ini pun tidak mampu mengatasinya karena kapasitas kuota yang sudah overload, dengan jumlah sampah yang terus meningkat setiap harinya.
Pemkot Bogor di tahun 2020 pernah bekerjasama dengan perusahaan asal Inggris, Plastic Energi Limited yang menanamkan investasi senilai 45 juta dolar AS atau Rp 650 miliar untuk membangun pengolahan sampah plastik menjadi bio diesel. Diatas lahan seluar 10 hektare di kawasan TPA Galuga, dan program pengelolaan sampah ini membantu menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga lokal sekitar TPA.
Kota Bogor mendeklarasikan sebagai kota pertama di Indonesia yang menerapkan program Plastic Smart Cities, yang bekerjasama dengan yayasan World Wide Fund For Nature (WWF) Indonesia. Program ini bertujuan untuk menjauhkan plastik di kota-kota di seluruh dunia dari alam. Dan sebagai upaya mengurangi dan mengelola sampah plastik, untuk langkah maju menguatkan rantai pengelolaan sampah dari hulu dan hilir.
Permasalahan sampah bukan hanya berkaitan pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) semata. Namun, masih banyak permasalahan lagi, diantaranya ketersediaan TPA yang minim yang mengakibatkan sampah tertutup di satu titik TPA sehingga menimbulkan aroma yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat mata. Belum lagi tidak adanya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya yang menjadi pemicu terjadinya banjir. Dan ditambah pembuangan limbah dari pabrik yang mengakibatkan masyarakat sekitar banyak yang mengalami keracunan. Ini masih sedikit dari deretan panjang permasalahan sampah yang dihadapi oleh bangsa ini.
Munculnya permasalahan sampah sangat berkaitan dengan aturan yang diterapkan saat ini. Minimnya TPA diakibatkan ketiadaan lahan yang cukup untuk dijadikan TPA. Dan terkadang TPA berada dekat dengan pemukiman warga, sehingga banyak warga yang merasa keberatan dengan keberadaan TPA tersebut. Ini terjadi karena massifnya pembangunan dilakukan pemerintah hanya di wilayah perkotaan, sehingga banyak masyarakat desa yang mengadu nasib ke kota untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Bertambahnya jumlah orang yang tinggal di perkotaan menjadi pemicu meningkatnya sampah.
Belum lagi lahan-lahan yang ada banyak di gunakan untuk pembangunan infrastruktur, hotel, tempat perbelanjaan dan tempat wisata. Sehingga tidak ada lahan yang cukup untuk dijadikan TPA, walaupun berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah sampah, namun upaya tersebut tidak mampu menekan jumlah sampah yang terus meningkat setiap harinya.
Pengelolaan daur ulang sampai menjadi bio diesel bisa digunakan untuk mengatasi masalah sampah. Tetapi pengelolaan daur ulang sampah ini membutuhkan dana yang sangat besar, sedangkan APBD tidak mampu untuk membiayainya sehingga harus bekerjasama dengan negara lain. Padahal untuk mengatasi pendanaan untuk daur ulang sampah bisa mengambil dari berbagai anggaran negara untuk fasilitas pejabatnya. Hal ini bisa dilakukan jikalau pemerintah peduli terhadap permasalahan yang dihadapi oleh rakyatnya.
Inilah potret solusi tambal sulam yang selalu ditawarkan oleh sistem kapitalisme, yang tidak mampu menyentuh pada akar permasalahan yang sesungguhnya. Bahkan solusi ini malah menuai masalah baru, yang membuat permasalahan sampah bak benang kusut yang sulit untuk diuraikan. Karena menjadi tabiat dari sistem ini adalah melihat segala sesuatu berlandaskan untung rugi. Begitupun halnya dengan masalah sampah, sangat terlihat pemerintah abai terhadap tanggung jawabnya untuk memujudkan lingkungan yang bersih dan sehat bagi seluruh rakyatnya. Malah membuka peluang sebesar-besarnya kepada negara asing untuk menanamkan investasinya ke negeri ini. Jadilah negeri ini bak makanan yang menjadi rebutan dan santapan dari negara-negara asing.
Periayahan negara yang berlandaskan sistem kapitalisme sangat bertolak belakang dengan periayahan negara dalam sistem Islam (Khilafah). Khilafah yang menjadikan orientasi periayahannya demi untuk kemaslahatan rakyat semata dan menghindari kemudharatan. Akan halnya permasalahan sampah yang merupakan bagian dari periayahan negara, sembari memberikan edukasi kepada setiap individu masyarakat agar memiliki kesadaran bahwa hidup bersih dan sehat merupakan kewajiban serta bagian kosekuensi keimanan.
Dalam aspek kesehatan, kebersihan diri dan lingkungan sangat diperhatikan dengan melakukan upaya promotif, preventif dan kuratif. Upaya ini akan terlaksana dengan baik dengan hadirnya negara sebagai pihak yang memiliki kewenangan. Terus memberikan edukasi dan membangun kesadaran masyarakat serta membangun pola hidup bersih dan sehat, agar bisa menjalankan tupoksinya tujuan penciptaan manusia di dunia.
Dalam aspek sosial, lingkungan hidup yang bersih akan dirasakan kenyamanan sehingga tercipta kehidupan yang harmonis, terhindar dari stress dan beban masalah lainnya. Karena negara menyediakan tempat TPA yang memadai dan jauh dari pemukiman masyarakat, sehingga masyarakat dapat menghirup udara bersih setiap hari. Hal ini dapat dirasakan di setiap wilayah negara baik di kota maupun di desa, semua berhak mendapatkannya.
Adapun dari aspek teknologi, maka negara akan terus melakukan inovasi untuk menciptakan dan memproduksi alat-alat yang dapat digunakan untuk mengelola sampah. Misalnya dengan mengembangkan mesin-mesin yang bisa mengolah sampah tanpa menimbulkan asap dan pencemaran lingkungan. Disinilah Islam sangan konsen dalam memperhatikan dunia riset bisa bekerjasama dengan perguruan tinggi dan para ahli yang berkompeten dibidang ini. Dan semua itu dibiayai oleh negara melalui kas negara (baitul mal), sehingga negara tidak perlu bekerjasama dengan negara-negara asing seperti halnya yang terjadi dalam sistem kapitalisme.
Dengan mekanisme seperti ini masalah sampah bisa teratasi dengan tuntas. Negara pun senantiasa hadir untuk membantu dan melayani semua yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Apalagi jika hal itu berkaitan dengan menjalankan kewajibannya untuk menjaga kebersihan diri, lingkungan, dan makanan sehat yang dibebankan Allah Swt kepada setiap hambanya. Agar semua umat Islam mempunyai jiwa dan tubuh yang sehat untuk mengemban dakwah Islam keseluruh dunia dan Islam menjadi rahmatan bagi seluruh alam.
Oleh Siti Rima Sarinah
Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban
0 Komentar