Pembangunan Jakarta Internasional Stadium (JIS) yang dibangun di Tanjungpriok, Jakarta Utara, ditargetkan rampung pada Desember 2021. Memasuki bulan November 2021 pengerjaannya telah mencapai progress 80 persen. Dilansir dari laman berita megapolitan.kompas.com (4/11/2021), walau semenjak awal pembangunan terjadi pro dan kontra, proyek pembangunan JIS kini telah mencapai tahap 80 persen.
Pengelola berharap dapat melakukan soft opening JIS pada 11 atau 12 Desember 2021 mendatang. Pada tanggal tersebut direncanakan akan ada pertandingan internasional dari tim Indonesia U-19 sebagai soft opening dan grand opening. Dijadwalkan pada bulan Maret 2022, pembangunannya sudah rampung dikerjakan 100 persen.
Sementara itu, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Perseroda) Widi Amanasto menyatakan pembangunan JiS telah memasuki tahap finishing yang meliputi corporate box, media room, royal lounge, press conference room, dan locker room home and away. Stadium yang menelan anggaran sebesar Rp.4,5 triliun ini dibangun bertaraf internasional dan akan menjadi wahana yang membanggakan karena disebut-sebut masuk dalam deretan 10 stadium terbesar dan termewah di dunia.
Dilansir dari TEMPO. CO (09/08/2021), Heru Dewanto, Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia, menyatakan JIS termasuk dalam 10 stadium terbesar dan termewah di dunia yang disejajarkan dengan Santiago Bernabeu, kandang Real Madrid. Hal ini lantaran memiliki struktur atap yang bisa buka tutup. Kapasitasnya sendiri bisa menampung lebih dari 80 ribu penonton. Artinya sudah memenuhi syarat untuk menyelenggarakan Piala Dunia. Selain itu tribun penonton dan lapangan tidak memiliki sekat. Sama seperti stadium-stadium yang berada di Eropa.
Pembangunan JIS sendiri selain untuk meningkatkan prestasi olahraga, diharapkan bisa membangkitkan gairah perekonomian. Khususnya perekonomian warga di Jakarta Utara. Sehingga wilayah Jakarta Utara bisa menjadi sentral ekonomi baru di Jakarta.
Tidak hanya itu, untuk mempermudah akses, akan dibangun pula stasiun MRT dan kereta api yang terintegrasi dengan stadium tersebut.
Akan tetapi, di balik kebanggaan stadium mewah tersebut, kegeraman menguap dari warga Jakarta Utara. Bagaimana tidak, dana pembangunan yang digunakan ternyata salah satunya berasal dari anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dilansir dari RM.id (30/10/2021), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak, menyatakan harapan supaya PEN dialokasikan untuk membantu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan bantuan sosial (bansos). Di tengah kondisi masyarakat yang sudah mengalami kesulitan ekonomi karena pandemi, dana PEN lebih tepat dipakai untuk program bersifat langsung.
Terlebih sebagaimana diketahui, Jakarta utara merupakan wilayah dari DKI Jakarta yang berpenduduk miskin. Jakarta Utara memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak yaitu 123.590 jiwa dan mengalami kenaikan jumlah penduduk miskin terbanyak dari tahun sebelumnya sebesar 35,68%. (statistik.jakarta.go.id, (13/09/2021)
Jelas, pembangunan JIS tidaklah berdampak langsung dalam perbaikan ekonomi rakyat. Mari cermati, ketika berbagai sarana di JIS tersebut digunakan baik untuk menggelar pameran, perhelatan olahraga ataupun konser musik, tentu yang meraup untung segunung adalah pihak penyelenggara. Rakyat hanya 'kecipratan' untung dengan berjualan ala kadarnya. Tidak akan membuat bangkitnya taraf ekonomi rakyat. Maka itukah yang disebut kesejahteraan rakyat?
Alih-alih sejahtera, jurang antara si kaya dan si miskin malah semakin menganga. Karena hanya orang bermodal besar saja yang nyatanya bisa menikmati hasil sarana megah nan mewah tersebut. Rakyat hanya gigit jari.
Begitulah lihainya sistem kapitalisme yang hari ini mencengkram nusantara. Segala aspek dikejar demi meraih untung sebanyak-banyaknya. Walaupun harus mengorbankan rakyat. Bahkan menggunakan dana "jatah" rakyat. Mereka lakukan segala cara tanpa melihat bagaimana kesempitan hidup semakin terasa dialami masyarakat.
Kesejahteraan merata di bawah sistem Islam
Jika kesejahteraan tampak ilusi dalam sistem kapitalisme, maka sebaliknya dalam sistem Islam. Islam mengharuskan para pemimpin/penguasa menempatkan perhatian utama untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sehingga dalam Islam, penguasa wajib mengurusi semua perkara yang bersinggungan dengan kebutuhan rakyat. Mulai dari sandang, pangan dan papan, hingga kebutuhan asasi lainnya seperti pemenuhan kesehatan, pendidikan, serta keamanan. Semuanya dijamin oleh negara.
Fasilitas kesehatan dan pendidikan diberikan cuma-cuma tanpa ada kelas-kelas. Begitupun pemenuhan dari segi materi. Negara membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk masyarakat serta memudahkan mereka untuk bisa mendapat mata pencaharian. Tanpa ada persaingan dengan warga negara asing. Karena prioritas negara adalah rakyatnya bukan orang asing.
Hal ini bisa dilakukan oleh negara, jika 100 persen dari sumber daya alam dikelola oleh negara, dan hasilnya digunakan sepenuhnya untuk kebutuhan-kebutuban rakyat.
Begitu pula dengan fasilitas-fasilitas umum atau infrastruktur yang didirikan negara. Infrastruktur didirikan dengan landasan aqidah Islam yang sumber anggarannya dari baitul maal. Tujuan pembangunannya sendiri semata-mata untuk kemashlahatan umat bukan untuk memanjakan para pemilik modal, asing maupun asing.
Hal tersebut terlihat dalam berbagai peninggalan masa kekhilafahan. Mulai dari jembatan, rel kereta api, hingga saluran air bersih. Sebagaimana tertulis dalam buku Dr. Kasem Ajram (1992), The Miracle of Islam Science, 2nd Edition. Ia menyebutkan bahwa jalan-jalan yang berada di kota Baghdad, Irak, adalah jalan yang paling canggih. Pada masa Khalifah Al-Mansur, beliau melapisi jalan dengan aspal pada 762 M. (republika.co.id, 3/09/2021)
Selain itu ada pula proyek pembangunan rel kereta api yang menghubungkan Hijaz, syam, hingga Istambul. Proyek ini dibangun oleh Sultan Abdul Hamid II hanya dalam waktu 2 tahun. Luar biasanya adalah beliau membangunnya dengan dana pribadinya. Ada pula proyek saluran air bersih di jalur Armina pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid. Proyek ini disebutkan terhubung hingga ke Baghdad dengan Birkah atau situ dan mata air Zubaidah. Yang luar biasanya lagi, proyek ini pun dibiayai istri sang khalifah, Zubaidah. (Trenopini.com)
Begitulah ketika Islam menjadi sistem yang diterapkan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Permasalahan hidup manusia akan terselesaikan tanpa menuai permasalahan baru, tanpa berbelit-belit, dan tanpa menimbang keuntungan pribadi. Karena sistem ini merupakan sistem yang berasal dari Sang Pemilik Alam. Dia tidak mempunyai kepentingan atas harta maupun manusia, sehingga hukum yang berasal dari-Nya bisa dipastikan tanpa kepentingan sama sekali.
Lain halnya dengan sistem kapitalisme sekuler yang selalu berkutat dengan kepentingan pribadi penguasa. Mereka selalu mencari celah untuk bisa meneguk keuntungan yang banyak. Walau mereka telah berharta banyak. Sikap rakus akan harta ini pula lah hasil dari didikan sistem kapitalisme. Oleh karena itu, hanya Islam yang hanya pantas dan layak diterapkan sebagai sistem kehidupan manusia seluruhnya.
Wallahu'alam.
Oleh Anisa Rahmi Tania
0 Komentar