Akhir-akhir ini sering kita mendengar terjadi bencana alam seperti banjir dan longsor di beberapa wilayah di Indonesia. Musim penghujan disinyalir yang menjadi penyebab terjadinya bencana alam ini. Sehingga hampir setiap wilayah di negeri ini nyaris terendam air, tatkala hujan mulai turun. Namun, benarkah musim penghujan sebagai penyebab utamanya? Atau ada faktor lain yang menjadi sumber pemicu utama terjadinya bencana alam?
Seperti halnya di Kota Bogor, yang dikenal sebagai Kota Hujan pun tak luput dari banjir dan longsor. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor melaporkan terdapat 25 titik bencana di daerahnya akibat hujan deras yang terjadi sejak pukul 15.00 WIB sampai pukul 16.51 WIB. Menurut Kepala Pelaksana BPBD Kota Bogor Teofilo Patrocinio Freitas, mengatakan pendataan titik bencana belum selesai dilakukan sehingga jumlah tersebut kemungkinan akan bertambah. Walaupun puluhan kejadian bencana tersebut tidak menimbulkan korban jiwa. (republika.co.id, 07/11/2021)
Bukan hanya banjir dan longsor yang terjadi, melainkan juga rumah roboh, tembok penahan tanah ambruk dan pohon tumbang juga melengkapi fenomena di musim penghujan. Curah hujan yang tinggi ini merupakan dampak fenomena La Nina yang terjadi di musim hujan sehingga musim penghujan durasinya akan menjadi lebih lama. Dr Perdinan, dosen IPB University dari Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (GFM-FMIPA), mengatakan La Nina sangat berdampak bagi Indonesia. Terutama jika fenomena tersebut terjadi di musim penghujan pada wilayah bertipe iklim monsunal, yaitu wilayah yang memiliki curah hujan tinggi saat akhir dan awal tahun.
Ia tak menampik bahwa ketika kondisi curah hujan tinggi, potensi banjir bagi wilayah yang rentan juga semakin tinggi. Namun, Dr Perdinan menilai fenomena La Nina tidak selamanya identik dengan banjir. Fenomena ini juga memberikan memberikan dampak positif sebab pasokan air menjadi lebih banyak. Dampak positif dan negatif dari La Nina, tergantung bagaimana memanfaatkan informasi iklim dengan baik. (BogorKita.com.07/11/2021)
Fenomena La Nina di musim penghujan tidak akan menimbulkan bencana, apabila kondisi lingkungan tidak rusak dan sistem drainase diatur dengan baik. Hujan merupakan salah satu berkah dari Allah Swt. bagi manusia, hewan dan alam semesta, yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Karena pada hakikatnya air merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk yang ada di muka bumi ini.
Namun pada faktanya, ketika hujan turun dan terjadi bencana, hal itu disebabkan oleh tidak adanya pepohonan dan hutan yang fungsinya sebagai tempat resapan air. Jika kita melihat karakteristik Kota Bogor yang merupakan dataran tinggi, seharusnya banyak hutan dan pepohonan di sekitarnya. Tetapi hutan dan pepohonan itu dibabat habis untuk membangun tempat-tempat wisata, hotel, pusat perbelanjaan, jalan tol, perumahan dan lain sebagainya.
Seperti kita ketahui bahwa Kota Bogor bukan hanya dikenal sebagai Kota Hujan, tetapi juga sebagai kota jasa yang banyak menawarkan berbagai macam tempat wisata yang sekaligus menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bogor. Sehingga ketika musim penghujan datang, terjadilah bencana alam akibat alih fungsi lahan. Ditambah lagi, tidak adanya kesadaran dan kedisiplinan masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Banyak sungai yang menjadi tempat mengalirnya air, malah dijadikan tempat pembuangan sampah. Sehingga sungai menjadi mampet akibat sampah yang menumpuk dan terjadilah banjir.
Fakta di atas menunjukkan bahwa hujan bukanlah penyebab utama terjadinya bencana bagi manusia. Tetapi karena kesalahan tangan-tangan manusia yang tidak peduli dan tidak bertanggung jawab dalam menjaga alam dan lingkungan. Selain itu, penerapan sistem kapitalisme yang menjadi rujukan lahirnya berbagai aturan di negeri ini membuat kerusakan alam dan lingkungan terjadi dimana-mana.
Sudah menjadi tabiat penguasa dalam sistem kapitalis sekuler yang seharusnya tupoksinya menjadi pelayan dan penanggung jawab urusan rakyat, telah berubah fungsi hanya bertindak berdasarkan kepentingan sesaat. Tidak adanya kebijakan tegas dari pemerintah untuk membuat aturan larangan membuat sampah sembarangan dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
Yang terjadi justru sebaliknya. Pemerintah membuka kesempatan seluas-luasnya kepada para investor untuk membangun infrastruktur, proyek perumahan, industri, mal dan lain-lain. Tanpa berpikir panjang atas dampak lingkungan yang akan ditimbulkan akibat masifnya berbagai macam pembangunan tersebut. Seharusnya ada pemetaan wilayah oleh pemerintah sebagai upaya menjaga lingkungan. Misalnya dengan memetakan wilayah resapan air seperti daerah pegunungan dan hutan tidak boleh ada pembangunan dengan alasan apapun. Karena wilayah resapan air inilah yang sangat berfungsi untuk menyerap air agar tidak terjadinya banjir. Begitu halnya dengan wilayah persawahan dan perkebunan harus dimanfaatkan sesuai fungsinya. Tidak boleh wilayah persawahan dan perkebunan dialihfungsikan sebagai tempat wisata, mal atau pembangunan infrastruktur.
Namun sayangnya hal tersebut tidak dilakukan oleh penguasa hari ini. Justru sebaliknya, penguasa berkerjasama dengan para pengusaha dengan memberikan kewenangan kepada mereka untuk melakukan pembangunan secara masif semata-mata untuk meraup keuntungan yang besar. Walhasil, lagi-lagi rakyatlah yang menjadi tumbal dari keserakahan penguasa yang berkolaborasi dengan pengusaha. Mereka tidak pernah memikirkan dampak atau pengaruh yang ditimbulkan di kemudian hari akibat menyerahkan pengelolaan alam dan lingkungan kepada tangan-tangan manusia yang haus akan harta dan kekuasaan.
Bukankah Allah Swt. telah menegaskan hal ini dalam Alqran surat Ar Ruum: 41 yang berbunyi, ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”.
Inilah potret kerusakan alam dan lingkungan akibat penerapan sistem yang menihilkan peran agama dari kehidupan. Dan hal ini tidak akan dijumpai di dalam sistem Islam (khilafah). Khilafah membuat kebijakan dasar master plan yang diantaranya adalah pengaturan pembukaan pemukiman atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah resapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Dengan kebijakan ini, khilafah mampu mencegah terjadinya banjir atau genangan air.
Islam tidak hanya memerintahkan mengelola bumi dengan baik dan melarang untuk merusaknya, tetapi juga memberikan tata cara pengelolaannya. Yakni berupa seperangkat aturan Islam yang komprehensif, yang melekat pada karakter manusia sebagai individu, sebagai masyarakat, bahkan dalam konteks negara.
Sebagai individu, Islam mengajarkan hukum syariat tentang adab kepada alam dan lingkungan. Begitupun masyarakat, diberi peran penting dengan kewajiban melakukan amar makruf nahi mungkar. Sementara penguasa atau negara, Islam memberi porsi besar dalam penjagaan alam semesta. Karena Islam menetapkan fungsi negara sebagai pengatur dan juga pelindung. Sekaligus berperan menegakkan aturan Islam yang sejatinya memang diturunkan untuk menjaga keseimbangan alam hingga terwujud kerahmatan dan keberkahan. Dimulai dari aturan kepemimpinan yang bervisi akhirat. Pemimpin bukan hanya bertanggung jawab di dunia tapi juga di akhirat. Pertanggungjawaban langsung kepada zat pencipta manusia dan alam semesta.
Dalam sistem ekonominya, Islam sangat jelas membagi soal kepemilikan. Mana kepemilikan yang boleh dimiliki oleh individu dan mana yang tidak. Mana yang merupakan kepemilikan umum, dan mana yang merupakan milik negara. Sehingga dengan aturan kepemilikan ini, negara tidak akan membiarkan para pengusaha berkolaborasi dengan penguasa yang ingin menguasai lahan-lahan milik umum hanya untuk keuntungan sesaat. Selain itu, Islam juga menerapkan sistem sanksi tegas yang menimbulkan efek jera bagi siapa saja yang melanggar aturan sehingga menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat.
Dari sini sangatlah jelas bahwa hanya aturan Islam sajalah yang mampu menjaga semua jenis makhluk ciptaan Allah dengan baik. Dan hal ini pernah terwujud dalam sebuah peradaban cemerlang selama berabad-abad lamanya dalam naungan khilafah. Allah Swt. berfirman, ”Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS Al A’raaf: 96). Wallahu’alam. []
Oleh Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)
0 Komentar