Hasil Ijtima Ulama VII yang berlangsung tiga hari, tanggal 9-11 Nopember 2021 di Hotel Sultan, Jakarta salah satunya membahas tentang bentuk negara. Setidaknya tiga poin terkait hal ini. Pertama, pada dasarnya sistem kepemimpinan dalam Islam bersifat dinamis sesuai dengan kesepakatan dan pertimbangan kemaslahatan, yang ditujukan untuk kepentingan hirasati al-din (kepentingan menjaga keluhuran agama) wasiyasati al-dunya (mengatur urusan dunia). Dalam Sejarah Peradaban Islam, terdapat banyak model atau sistem pemerintahan dan mekanisme suksesi kepemimpinan yang semuanya sah secara syar’i.
Kedua, Khilafah merupakan salah satu model atau sistem pemerintahan yang diakui dan dipraktekan dalam Islam tetapi bukan merupakan satu-satunya model. Dalam dunia Islam juga terdapat model atau sistem pemerintahan seperti monarki (kerajaan), keemiran, kesultanan, dan republik.
Ketiga, kesepakatan bangsa Indonesia untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai ikhtiyar untuk memelihara keluhuran agama dan mengatur kesejahteraan kehidupan bersama, adalah mengikat secara syar’i. karenanya bentuk negara diluar kesepakatan tersebut tertolak.
Pembahasan bentuk negara dari tiga poin ini memberikan gambaran bahwa dunia mengenal berbagai sistem pemerintahan. Ada sistem pemerintahan yang terjadi karena kesepakatan para founding father-nya, seperti republik, kerajaan, dan berbagai sistem lainnya dan ada pula sistem pemerintahan yang tegak bukan berdasarkan hasil kesepakatan, seperti khilafah.
Negara yang dibentuk berdasarkan hasil kesepakatan tentunya sangat berbeda dengan negara yang tegak atas dasar wahyu. Negara hasil kesepakatan sangat dimungkinkan di dalamnya terjadi perbedaan diantara pihak yang bersepakat, berpotensi memunculkan banyak konflik dan benturan dalam berbagai kebijakannya. Dan yang pasti karena hasil kesepakatan manusia, jelas bentuk negara hasil kesepakatan ini tidak layak disebut sah secara syar’i. Sebab memang tidak tegak berdasarkan dalil syariat. Lantas darimana bisa dikatakan berbagai bentuk negara yang ada itu sah secara syar’i?
Berbeda secara diametral dengan Khilafah. Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang tegak berdasarkan wahyu Allah swt. Kini Khilafah sudah diakui sebagai salah satu sistem pemerintahan yang pernah ada dan dipraktekkan dalam sejarah Islam. Pengakuan atas Khilafah sudah seharusnya dilakukan sebab Khilafah memang satu-satunya bentuk negara yang tegak bukan berdasarkan kesepakatan. Khilafah tegak atas perintah Allah swt kepada Nabi SAW saat beliau hijrah ke Madinah dan menerapkan seluruh hukum syariat disana.
Aktivitas Rasulullah di Madinah menggambarkan aktivitas kenegaraan. Beliau mengorganisir para sahabat untuk menjalankan fungsi negara sekalipun luas wilayahnya masih sebatas kota Madinah. Namun dalam perkembangannya wilayah kekuasaan Islam terus meluas hingga ke seluruh jazirah Arab pada saat Rasulullah wafat.
Struktur negara yang ada dan berbagai mekanisme untuk menjalankan fungsi negara dilakukan Rasulullah atas dasar wahyu seiring dengan turunnya ayat-ayat hukum. Beliau memimpin pasukan untuk berjihad, menunjukkan para sahabat menjadi hakim dan wali di berbagai daerah, mengelola harta, dan melakukan hubungan diplomasi dengan institusi negara lain seperti Persia menunjukkan dengan sangat jelas bahwa ini adalah aktivitas kenegaraan. Tak pelak lagi Rasul adalah seorang kepala negara dengan bentuk negara yang khas berdasarkan wahyu dari Allah swt.
Setelah wafatnya Rasulullah saw, kekuasaan Islam dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin yang tetap mengikuti model pemerintahan ala Rasulullah. Inilah sistem Khilafah yang tegak berdasarkan perintah Allah swt dan dipraktekkan secara langsung oleh Rasulullah saw. Meskipun dalam praktek selanjutnya terdapat banyak penyimpangan, namun inilah satu-satunya sistem pemerintahan Islam.
Khilafah jelas berbeda dengan berbagai sistem pemerintahan lain yang ada di dunia ini. Meskipun semua sistem pernah dipraktekkan dalam sejarah Islam, tetapi semua sistem itu bukanlah sistem yang berasal dari Allah swt. Tidak bisa dijamin kebenarannya dan sudah bisa dipastikan tidak mendapat keridloan-Nya. Wallahu a’lam.
Oleh Kamilia Mustadjab.
0 Komentar