Virus moderasi telah sedemikian menyebar.Tak terkecuali di Kota Bekasi yang dilabeli sebagai Kota Penyangga Ibukota Jakarta. Ungkapan bahwa moderasi tengah menggerogoti Kota Industri hingga ke urat nadi agaknya tepat untuk disematkan jika kita melihat pada apa yang dilakukan oleh sebuah pesantren di daerah Bekasi, Jawa Barat.
Pesantren yang berdiri dengan begitu megah di atas tanah seluas 7000 meter persegi ini begitu gencar menyemai ide moderasi di benak para santrinya.
Tak tanggung-tanggung bahkan hingga saat ini pesantren yang memiliki julukan Istana Yatim tersebut secara aktif membuka ruang dialog bersama lintas agama dan lintas iman. Tagline yang begitu kental dengan nuansa moderasi yakni love all serve all bahkan menjadi slogan pesantren ini.
Fakta lain yang tak kalah kental dengan nuansa moderasi beragama adalah kerjasama antara Pemerintah kota Bekasi melalui Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik (kesbangpol) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kota Bekasi yang menggelar acara Temu Lintas Agama Pemuda Milenial Kota Bekasi di Convention Hall Gedung Rhema pada Kamis 14 Oktober lalu. (bekasikota.go.id 14/10/2021).
Mengutip apa yang disampaikan oleh Cecep Suherlan, Kepala Badan Kesbangpol yang turut hadir dalam acara tersebut bahwa, kota Bekasi adalah kota yang heterogen dimana semua agama ada disini.
Ia mengapresiasi acara tersebut, sebab dengan diselenggarakannya acara ini akan mendukung terwujudnya kota Bekasi yang toleran dan harmonis. Ia bahkan menambahkan bahwa kerukunan antar umat beragama akan mendukung kondisi suatu wilayah. Jika kondisi wilayah tidak aman, maka pembangunan pun bisa terhambat. (bekasikota.go.id 14/10/2021).
Miris memang. Moderasi yang tengah menggerogoti akidah umat justru mendapat apresiasi.
*Moderasi Global*
Apa yang tengah terjadi di Bekasi kini tak luput dari agenda AICIS (Annual International Conference On Islamic Studies) 2021.
Acara yang diselenggarakan oleh Kemenag pada akhir Oktober lalu semakin menguatkan moderasi beragama yang tengah digencarkan di negeri dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia ini.
Bahkan dengan diselenggarakannya agenda tersebut memperjelas posisi Indonesia sebagai negara yang dilabeli duta moderasi beragama. Iklim moderasi semakin jelas terasa jika dikorelasikan dengan beberapa kebijakan orang nomor satu di Indonesia yang dalam beberapa tahun terakhir memang telah mencanangkan visi moderasi beragama.
Rangkaian agenda moderasi yang tengah digencarkan pada saat ini, jelas tengah menjejalkan ide moderasi pada benak pemuda dengan cara yang begitu halus dalam bingkai menyemai toleransi.
Hal ini juga diamini oleh Kepala Badan Kesbangpol yang dilansir oleh pihak bekasikota.go.id bahwa Cecep Suherlan menyatakan harapan besarnya pada generasi milenial, mereka diharapkan mampu menjadi agen pencipta kerukunan antar umat beragama.
Sayangnya dalam hal ini makna kerukunan mengarah pada legalisasi dan penerimaan ide-ide busuk moderasi yang justru semakin memporak-porandakan akidah umat Islam.
Geliat para pendekar paham moderasi beragama telah sedemikian meresahkan umat. Paham ini jelas tengah sedikit demi sedikit menjauhkan umat dari ajaran Islam kaffah. Bahkan melalui pembahasan tawazun, tawassuth, tassamuh, mereka mencekoki generasi muda Islam dengan pemahaman bahwa seimbang dalam segala hal, bersikap moderat, dan juga toleransi adalah indikator keislaman yang harus dimilliki setiap muslim demi mengikuti perkembangan zaman dan menjaga kestabilan hubungan politik di kancah global.
*Menyemai Toleransi, Membungkam Kebangkitan*
Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk yang beragama Islam. Secara tidak langsung Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi simbol wajah umat Islam, sekaligus menjadi standar bagi umat Islam di negara lainnya dalam menyikapi segala persoalan, salah satunya adalah moderasi dalam beragama.
Karena itu jika Indonesia telah menjelma menjadi negara dengan label pendekar moderasi yang sarat dengan bentuk negara sekuler kapitalis, maka kemenangan Barat dalam upayanya menguasai dan mengendalikan pemikiran atas umat Islam sesungguhnya telah benar-benar terjadi. Lantas apa yang membuat Barat sedemikian gencar mencekoki umat Islam terutama generasi muda dengan ide moderasi? Tak lain jawabannya adalah agar Barat tidak kehilangan kesempatan untuk semakin memperkuat cengkeraman kekuasaannya atas umat Islam baik itu dari sisi potensi Sumber Daya Alam yang melimpah ataupun Sumber Daya Manusianya.
Upaya mencekoki umat Islam dengan ide moderasi beragama pada akhirnya bermuara pada tujuan besar Barat, yakni padamnya energi kebangkitan yang geliatnya telah berhasil membuat panik Barat dan antek-anteknya.
Barat akan senantiasa berupaya menjauhkan umat Islam dari kesadaran akan pemahaman politik Islam yang shahih, dan juga membuat umat Islam betah untuk mengakrabkan diri dengan aktivitas yang melenakan yakni keduniawian.
Sebab kesadaran dalam berpolitik akan dengan mudah mengarahkan umat Islam pada kebangkitan pemikiran yang hakiki, dan akan berusaha sekuat tenaga untuk menerapkan Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Sementara dengan berkubang dalam kenikmatan dunia membuat akal umat islam menjadi semakin dangkal.
Sementara umat terpenjara dalam ketidaksadaran, Barat akan dengan leluasa mengeruk kekayaan alam. Tidak hanya sampai disitu, Barat juga tidak akan melewatkan kesempatan untuk menguasai sistem perekonomian negeri-negeri muslim, menyetir pembangunan-pembangunan strategis disana, hingga kemudian menjerat dan membenamkan negeri muslim dalam jeratan utang yang begitu panjang.
Sebuah rantai penjajahan yang tiada akhir dan semakin membenamkan umat Islam dalam lumpur penderitaan.
Dengan demikian moderasi jelas merupakan sebuah malapetaka mengerikan bagi kehidupan umat Islam. Apalagi ketika pengusungnya kini berusaha membalutnya dengan diksi indah yakni toleransi.
Dengan diksi itu pula umat Islam tengah berada dalam bidikan senapan yang siap merenggut nyawa dan kapan saja. Darah kaum muslim tertumpah, tapi saudaranya terdiam membisu sebab tak memahami konsep ukhuwah.
Akidah dipertaruhkan dengan memandang semua agama sama baiknya, lalu menggugat syariat yang katanya tak lagi sesuai zaman. Nauzubillah.
Wabah moderasi dalam beragama ini juga telah mengikis arus kebangkitan di negeri-negeri muslim. Karenanya sudah semestinya umat Islam menolak ide ini dengan tegas, sembari mengokohkan pemahaman Islam yang jelas dalam benaknya.
Dan juga turut memperjuangkan agar ide-ide Islam mampu terealisasi dalam bentuk institusi daulah khilafah.
Dengan begitu gelombang wabah moderasi yang tengah menggerogoti urat nadi kaum muslim ini akan mampu diatasi dengan mudah. Selanjutnya umat bisa merasakan kehidupan yang penuh berkah. a’lam bi ashawab.
Oleh Iga Latif,S.Pd
0 Komentar