Infrastruktur tentunya menjadi salah satu kebutuhan masyarakat juga sebagai bukti kemajuan suatu negeri. Namun bagaimana jika pembangunan infrastruktur tersebut belum dibutuhkan masyarakat tetapi terlanjur dilaksanakan, dan tidak kunjung selesai sesuai waktu yang telah ditentukan? Inilah sekelumit permasalahan yang terjadi di Kota Hujan saat ini.
Dilansir dari Republika.co.id bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor mengkritik sejumlah pembangunan infrastruktur yang yang tak kunjung selesai. Diantaranya pembangunan Masjid Agung Kota Bogor, Alun-Alun Kota Bogor, pembangunan jalur pendestarian di Jalan Juanda, hingga gedung Perpustakaan Daerah di lahan eks Gedung DPRD Kota Bogor. (www.republika.co.id 11/11/2021)
Ironis memang, di tengah pandemi yang masih membelit rakyat, kesulitan demi kesulitan masih sangat dirasakan terutama rakyat kecil. Urgennya pembangunan infrastruktur dan manfaat/fungsinya untuk masyarakat, setidaknya menjadi alasan yang harus dikritik dan disorot oleh pejabat negeri. Ini akan menjadi pertimbangan yang utama sehingga pembangunan infrastruktur tidak akan sia-sia dari segi manfaat/fungsinya bagi masyarakat dan tentunya dana tidak akan terhambur percuma.
Sebagaimana kita ketahui negeri ini menerapkan sistem kapitalisme dengan asas sekuler dan liberalnya. Inilah yang mendasari pembangunan infrastruktur hanya dilaksanakan demi mengejar keuntungan antara penguasa dan pemilik modal, karena proyek pembangunan akan diserahkan kepada pihak swasta (pengusaha) melalui mekanisme tender, yang seringkali menjadi celah korupsi.
Sebagai contoh jalur pedestrian di Kota Bogor yang segera bertambah. Bukan hanya di jalan Juanda Kecamatan Bogor Tengah, Pemkot Bogor juga akan membuat jalur pedestrian di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Bogor Tengah. Di sepanjang jalan tersebut akan dibangun trotoar dan jalur sepeda sepanjang sisi jalan dari arah Air Mancur hingga Denpom III/1 Bogor.
Berdasarkan data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Bogor, proyek ini memiliki pagu senilai Rp 5.053.568.003 yang akan ditangani oleh CV Putra Cianjur, Jawa Barat dengan harga penawaran sebesar Rp 4.664.622.136,57. (www.republika.co.id 11/11/2021)
Nilai yang fantastis untuk infrastruktur yang sebenarnya tidak urgen untuk masyarakat. Proyek ini tentu saja akan menguntungkan kedua belah pihak (penguasa dan pengusaha) terkecuali rakyat karena dana yang dipakai berasal dari anggaran negara yang notabenenya hasil memungut pajak dari rakyat.
Hal ini tentu akan berbeda jika sistem yang digunakan adalah sistem yang mampu melihat dan mempertimbangkan segala sesuatu demi kemaslahatan rakyat. Sistem itu hanya ada dalam sistem Islam, karena Islam bukan saja sebuah agama namun sebuah ideologi yang akan memberikan panduan dan aturan sesuai fitrah manusia, tak terkecuali pembangunan infrastruktur.
Sistem Islam yakni khilafah sangat memperhatikan pembangunan infrastruktur. Namun kebijakan pembangunan ini harus sesuai hukum syara. Infrastruktur akan dibangun jika memang sangat penting serta mampu memberikan kemudahan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini dilakukan ketika kebutuhan dasar rakyat telah terpenuhi baik sandang, pangan maupun papan. Sehingga kebijakan ini tidak akan membebani rakyat.
Darimanakah dana yang digunakan? Dalam sistem khilafah ada baitulmal yaitu kas negara yang dipergunakan untuk kepentingan rakyat yang berasal dari kekayaan milik umum seperti sumber daya alam yang dikelola oleh negara. Kekayaan milik umum digunakan untuk mendanai semua kebutuhan rakyat termasuk pembangunan infrastruktur. Ada lagi pos pemasukan baitulmal yang berasal dari kepemilikan negara yang juga bisa dialokasikan untuk kepentingan rakyat.
Bagaimana jika kas baitulmal dalam keadaan kosong? Misalkan terkuras untuk peperangan atau mengatasi bencana alam maupun yang lainnya sedangkan pembangunan suatu infrastruktur begitu vital? Dalam hal ini negara bisa mendorong partisipasi publik untuk berinfak. Jika belum juga mampu mengatasinya maka negara boleh mengambil pajak dari warga negara laki-laki muslim yang mampu untuk membiayai pembangunan ini, namun ini tidak untuk selamanya, hanya sampai kebutuhan pembiayaan infrastruktur ini terpenuhi.
Dengan sistem ekonomi Islam niscaya tidak akan ada infrastruktur yang terbengkalai maupun dana yang terbuang percuma untuk pembangunan yang tidak urgen untuk rakyat.
Maraknya pembangunan infrastruktur bisa jadi untuk menunjukan keberhasilan suatu negeri dalam pembangunan. Namun jika pembangunan ini tidak memberikan manfaat yang berarti untuk rakyat malah sebaliknya menyengsarakan rakyat, alangkah bijaknya hal tersebut tidak dilakukan. Pembangunan infrastruktur akan terlaksana dengan baik dan benar dengan aturan yang benar, sistem yang berasal dari Allah Swt. sang pemilik dan pengatur hidup manusia yaitu sistem khilafah.
Sistem khilafah bukan saja mampu menghadirkan infrastruktur yang mumpuni namun juga peradaban manusia yang berfikir cemerlang dan mustanir. Sungguh kesempurnaan peradaban yang sempurna dalam naungan Daulah Khilafah. Wallahu 'alam.
Oleh Titin Kartini.
0 Komentar