Korban Terus Berjatuhan Akibat Miras, Dimana Peraturan Tegas Itu?



Minuman keras, narkotika telah menjalar begitu luas saat ini. Korban terus berjatuhan tak mengenal usia muda maupun tua. Begitu miris, di tengah pandemi yang belum usai, gempuran miras dan narkotika masih sangat mengkhawatirkan dan mengancam generasi bangsa. Seperti dilansir dari pikiran-rakyat.com, empat orang sopir angkutan umum tewas usai menggelar pesta minuman keras (miras) oplosan di wilayah Bogor. (isubogor.pikiran-rakyat.com(14-10-2021)

Peristiwa tersebut hanyalah satu dari ribuan peristiwa serupa yang terus berulang tanpa penyelesaian yang tuntas. Pada tahun 2020  Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) memasukkan RUU Larangan Minuman Beralkohol yang terdiri dari tujuh bab dan 24 pasal, berisi tentang definisi minuman beralkohol, pengawasan, tata laksana pelarangan, hingga sanksi pidana bagi pihak yang melanggar. Dalam pasal 19 RUU tersebut dikatakan bahwa sanksi untuk penjual miras yaitu pidana penjara paling lama 10 tahun. (money.kompas.com (13-11-2020)

Hukuman 10 tahun seharusnya membuat masyarakat berpikir kembali untuk menjual miras, namun pada kenyataannya ancaman hukuman tersebut tidak membuat takut produsen, penjual maupun peminumnya. Kejahatan yang ditimbulkan akibat miras pun semakin menggunung dari mulai merampok, memperkosa, hingga membunuh.

Inilah realita pada tatanan sistem kapitalisme yang hanya memandang sesuatu dari sisi manfaat semata. Kapitalis sekuler dengan asas manfaatnya menjadikan peraturan dibuat bukan untuk dipatuhi, namun bisa dengan mudah diabaikan ketika ada manfaat yang diperoleh sebagian pihak. Sistem yang segala sesuatunya diserahkan pada manusia, sehingga tak akan terjadi ketegasan yang hakiki. Yang ada hanyalah konflik atau pertentangan antara manusia karena setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda terlebih jika menyangkut pundi-pundi keuntungan. Standar halal haram pun tak dipermasalahkan. Tentunya kita membutuhkan satu sistem yang tegas tanpa kompromi yang akan membuat jera pembuat maupun pemakainya.

Islam dengan tegas melarang umatnya untuk meminum minuman keras (miras). Terdapat sejumlah dalil yang menegaskan pelarangan tersebut. Allah Swt. berfirman dalam surah Al Maidah ayat 90 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr (miras), berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan”.

Dalam kitab Mukhtashar disebutkan sejumlah hadis larangan meminum miras. Di antaranya sabda Rasulullah Saw. : “Barangsiapa meminum khamr di dunia kemudian dia tidak bertaubat, maka dia tidak akan mendapatkan minuman tersebut di akhirat”. (HR Bukhari)

Orang yang meminum miras, salatnya tidak diterima selama 40 malam. Dari Ibnu Umar bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barangsiapa meminum khamr, maka tidak akan diterima salatnya selama empat puluh malam. Jika ia bertaubat Allah akan mengampuninya, namun jika ia meminumnya lagi maka Allah berhak memberinya minum dari sungai Khabal. Dikatakan, apa sungai Khabal itu? Beliau menjawab: ‘Nanah yang bercampur darah yang keluar dari tubuh penduduk neraka’.” (HR Ahmad).

Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra, Nabi Saw. bersabda, “Minuman keras itu induk dari hal-hal yang buruk, siapa yang meminumnya maka salatnya tidak diterima selama empat puluh hari, jika ia meninggal sedangkan minuman keras berada di dalam perutnya, maka ia akan meninggal dunia dalam keadaan jahiliyyah.” (HR Thabrani).

Banyaknya akibat buruk yang ditimbulkan karena miras, maka transaksi jual beli miras pun diharamkan. Dari Jabir bin Abdullah ra, ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda pada tahun penaklukan Mekah yang ketika itu beliau di Mekah: “Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamr (minuman keras).” (HR Bukhari).

Semua pihak yang terlibat dalam legalisasi miras akan mendapatkan laknat. Dari Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi bahwa keduanya mendengar Ibnu Umar mengatakan, Rasulullah Saw. bersabda: “Khamr (minuman keras) itu dilaknat dari sepuluh bagian, khamrnya, peminumnya, orang yang menuangkan, penjual, pembeli, pemeras, orang yang minta diperaskan, pembawanya dan orang yang dihantarkan kepadanya serta orang yang memakan hasil penjualannya.” (HR Ahmad).

Peminum miras dalam Islam mendapatkan sanksi berupa cambukan sebanyak 80 kali dan dilakukan di hadapan umum. Hukuman akan dijatuhkan oleh pengadilan setelah adanya dua saksi yang adil atau pengakuan dari para pelaku sendiri dengan syarat peminum miras tersebut seorang muslim, baligh, berakal, tidak dipaksa, mengerti akan keharamannya, sehat dan tidak sedang sakit. Jika peminum dalam keadaan sakit, maka hukumannya dapat ditangguhkan hingga pelaku sehat, dan jika  dalam keadaan mabuk maka ditunggu hingga sang pelaku sadar.

Itu hukuman bagi peminumnya, lantas apakah hukuman untuk pembuatnya? Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah Saw. bersabda " Sesungguhnya Allah telah melaknat khamr, melaknat peminumnya, melaknat pemerasnya, melaknat yang menunaikannya, melaknat pengelolanya, melaknat yang menghidangkannya, melaknat pembawanya, melaknat yang memakan harganya dan melaknat penjualnya". ( HR. Al-Baihaqi dalam Syu'abil iman). Dari pemaparan hadis di atas maka pengguna dan pembuat akan mendapatkan sanksi yaitu: untuk penjual maka hukumannya sama dengan peminum khamr,  selain itu mereka juga mendapatkan laknat dari Allah dan dosa yang sama dengan peminumnya.

Penjual dan peminum miras jika baru satu kali maka hukumannya didera, jika mengulanginya hingga tiga kali masih dihukum dengan hukuman yang sama, namun jika mengulangi hingga empat kali maka hukumannya adalah hukuman mati baik peminum maupun penjualnya. Kadar miras yang dijual baik sedikit maupun banyak tetap mendapatkan hukuman yang sama karena tidak ada dalil yang menjelaskan tentang batas minimalnya.

Bahkan tempat yang digunakan untuk menjualnya pun harus dibakar, sebagaimana diterangkan dalam dalil berikut ini. Rabi'ah bin Zukaar : "Ali bin Abi Thalib pernah melihat suatu perkampungan, lalu ia bertanya."Perkampungan apa ini?" Maka mereka menjawab. "Ini adalah suatu kampung yang Zurarah tinggal di dalamnya dan di dalamnya juga dijual khamr". Maka didatangkan kepadanya api, lalu berkata. "Bakarlah oleh kalian kampung ini karena di dalamnya keburukan sebagiannya memakan bagian yang lainnya". Maka kampung itu terbakar". (HR Abu Ubaid). Berdasarkan dalil di atas maka jelaslah warung atau kedai bahkan rumah jika digunakan untuk menjual miras maka harus dibakar. (Hukuman Bagi Konsumen Miras dan Narkoba, Fauzan Al Anshari, Abdurahman Madjrie).

Hukum dalam Islam begitu tegas dan jelas, nyata tanpa kompromi semua dilaksanakan tanpa pandang bulu, bukan saja memberikan efek jera namun umat akan berfikir ribuan kali untuk melakukannya. Penerapan hukum yang tegas ini hanya bisa dilaksanakan dengan tegak dan diterapkannya hukum Islam dengan sistemnya yaitu Khilafah. Oleh karenanya penegakan khilafah merupakan kebutuhan mendesak bagi umat.

Sistem Khilafah hanya akan menerapkan hukum Alquran dan sunah yang berasal dari Sang Pencipta, Allah Swt., yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk ciptaanNya. Bukankah Allah Swt. telah menegaskan hal ini dalam firmanNya "Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS. Al Maidah; 50). Wallahu’alam. []


Oleh : Titin Kartini

Posting Komentar

0 Komentar