Khilafah ajaran Islam. Bahkan hasil ijtima ulama yang diselenggarakan MUI awal Nopember lalu secara jelas telah menyatakan bahwa jihad dan khilafah adalah ajaran Islam. Namun sebagian dari kita masih nyatanya masih ada yang belum bisa menerimanya, bahkan menolak ide khilafah itu sendiri. Beberapa kemungkinan alasan yang mendasari penolakan terhadap khilafah, di antaranya:
Pertama, karena ketidaktahuan kita terhadap khilafah. Bagi yang tidak pernah dan enggan mengkaji Islam, istilah khilafah hanya didengar dari mulut ke mulut tanpa diketahui gambaran maknanya secara jelas. Istilah ini hanya sekilas lewat di media sosial tanpa kita perhatikan, tanpa adanya rasa ingin tahu lebih jauh dan mungkin kita merasa malas untuk mencari tahu tentangnya. Bahkan bisa jadi istilah ini tidak pernah mampir di beranda sosmed kita karena lingkaran pertemanan kita memang tak ada satupun yang tertarik untuk mengetahui istilah ini. Sehingga khilafah menjadi asing bagi kita.
Semestinya apabila para pejuang dakwah syariat Islam dan khilafah serta masyarakat yang ikut mendukung dan meyakini tentang khilafah sebagai ajaran Islam seperti yang telah diakui pula oleh MUI pada pernyataannya. Penolakan terhadap khilafah yang didasarkan pada ketidaktahuan di tengah-tengah masyarakat ini bisa diatasi dengan cara memunculkan rasa ingin tahu, merangsang minat dan mengajak masyarakat agar mau berpikir lebih jauh. Sebab setiap manusia memiliki akal dan bisa berpikir. Bahkan bisa jadi sebagian yang menolak khilafah adalah orang-orang yang memiliki IQ tinggi. Tapi karena sedikitnya rasa ingin tahu, rendahnya minat dan lingkaran pertemanan yang tidak mendukung, akhirnya sebagian dari merekai pun ikut-ikutan menolak ide khilafah ini.
Kedua, sikap taklid buta pada para guru dan ulama yang sejak dulu kita ikuti. Sikap ini adalah sikap yang dimiliki kaum muslimin tanpa atau dengan disadari enggan untuk mencari kebenaran, selain dari apa yang disampaikan oleh guru dan ulama tersebut. Bahkan bisa jadi sudah menjadi prinsip baku bahwa para guru dan ulama yang diikuti itu sudah pasti benar. Bahkan sikap seperti ini memang ditanamkan oleh keluarga secara turun-temurun. Sehingga kebiasaan untuk tunduk, patuh, sami’na wa atho’na itu sangat dipegang teguh tanpa membuka peluang untuk berpikir lebih jauh tentang kebenaran atas apa-apa yang telah diyakini hingga saat ini.
Sikap patuh, tunduk, sami’na wa atho’na ini bukanlah sikap yang salah, bahkan merupakan adab yang baik pada kaum muslimin. Namun kepatuhan ini harus dibarengi dengan kemauan berpikir lebih jauh tentang konsep kebenaran. Bahkan jika perlu dimunculkan rasa kritis pada diri kita. Sehingga tidak terjatuh pada taklid buta. Kita sejatinya harus memahami standar benar dan salah menurut Islam, kita harus mengerti landasan dalil yang digunakan sehingga sesuatu pemikiran itu dianggap benar. Bahkan jika perlu harus dipastikan keterikatannya kita pada syariat Islam selama ini bukanlah sebatas karena kebiasaan atau tradisi dalam keluarga atau masyarakat. Ini penting dilakukan agar kita bergerak dan berpikir secara sadar, sehingga sikap yang ditunjukkan adalah sikap yang benar dari hasil pemikiran yang benar. Bukan karena tradisi, kebiasaan atau budaya yang ada.
Ketiga, ada sebagian dari kita yang tahu bahwa khilafah adalah ajaran Islam dan pasti benar adanya, namun rasa takut yang ada pada diri kita lebih mendominasi.
Sehingga kita bungkam dan tidak sanggup mengutarakan apa yang ada dalam benak kita. Bahkan walaupun hati kecil mendukung, tapi kita terkesan menyembunyikan dukungan karena tekanan yang luar biasa yang dihadapi, baik dari keluarga, lingkungan kerja, atasan dan sebagainya. Besarnya rasa takut ini pada akhirnya mengantarkan kita untuk absen dalam bersikap. Cenderung diam dan terkesan menolak.
Rasa takut ini sebenarnya tentu bisa diatasi apabila kita memiliki gambaran yang jelas tentang bagaimana seharusnya seorang muslim mengendalikan rasa takutnya. Kapan kita harus takut dan kapan harus berani bersikap. Kajian tentang nafsiyah tentunya sangat dibutuhkan bagi kita agar dapat mengelola rasa takut. Di saat kriminalisasi terhadap khilafah ini, wajar akan melahirkan ketakutan dan ancaman akan banyak hal. Maka kita perlu mencari kajian yang mampu mendetailkan setiap sebab munculnya rasa takut ini serta bagaimana cara tuntas untuk mengatasinya.
Keempat, penolakan terhadap khilafah ini biasanya menjangkiti sebagian dari kita yang oportunis. Orang-orang oportunis ini bukan tidak paham akan kebenaran ide khilafah, tetapi lebih karena ada kepentingan lain yang harus dijaga. Orang-orang seperti ini biasanya adalah yang memiliki posisi tertentu dan mengkhawatirkan kehilangan jabatan, harta, dukungan dan sebagainya. Tanpa disadari apabila ini terjadi pada kita, sama saja dengan kita yang masih mementingkan urusan di atas segalanya. Serta masih memandang bahwa kebahagiaan duniawi sebagai prioritas utama bagi kita.
Selayaknya kita mengingat kembali akan hakikat kehidupan yang fana ini agar menjadi jalan untuk mengubah sikap keduniawian kita tadi. Kajian yang kita ikuti harus mampu mengulik rasa takut kita hanya pada Allah swt dan azab-Nya. Bahkan kajian itu harus mampu mengubah makna kebahagiaan dalam diri kita yang awalnya hanya berorientasi pada dunia menjadi kebahagiaan yang berorientasi pada akhirat. Dengan ini semoga kita yang masih berorientasi pada dunia tadi bisa bertobat kemudian memulai kembali kehidupan dengan visi akhirat.
Kelima, penolakan khilafah muncul dari sebagian kita yang memiliki sudut pandang berbeda. Perbedaan sudut pandang ini adalah hal yang sangat mendasar. Yang lebih parah lagi jika kita telah menggunakan sudut pandang yang berbeda dalam mengukur kebenaran. Jika Islam menggunakan standar kebenaran menurut dalil, lalu kita masih saja meletakkan standar kebenaran berdasarkan fakta, rasa dan logika semata. Maka sampai kapanpun, dengan kondisi apapun perbedaan akan selalu terjadi. Selama sudut pandang tentang kebenaran itu tidak sama.
Sebagian dari kita yang masih menolak khilafah pada akhirnya memandang bahwa khilafah adalah sesuatu yang tidak bisa dibenarkan berdasarkan fakta, logika dan perasaan. Hal ini tidak menggunkan dalil untuk menguji kebenarannya. Kalaupun menggunakan dalil, maka cara penarikan kesimpulannya biasanya akan disesuaikan dengan perasaan, logika dan realitas yang dihdapi. Akibatnya, penolakan ini bisa terlihat sangat kuat meski cara berpikirnya salah.
Karena itu satu-satunya jalan agar kita tidak terjerumus pada sikap penolakan jenis ini adalah dengan mengubah sudut pandang kita terhadap standar kebenaran. Dan ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi jika sudut pandang yang salah ini bercokol pada para pemimpin dan penguasa kita. Sebab kekeliruan sudut pandang ini akan berkelindan dengan sikap opportunis dan rasa takut kehilangan jabatan dan kewibawaan karena ancaman yang nyata datang dari pemimpin dan penguasa kita ini.
Keenam, semoga kita tidak termasuk yang mendukung kelompok ini. Yaitu mereka yang menolak khilafah karena menjadi bagian dari kalangan pembenci Islam. Kalangan pembenci Islam ini sudah jelas berada di pihak musuh Allah dan menjadi temannya syetan. Rasa hasad, dengki dan berbagai sifat buruk syetan ada pada kelompok ini. Jadi penolakannya memang murni karena kebencian terhadap Islam tanpa bisa melihat secuil pun kebaikan Islam. Kalaupun memuji Islam, pujiannya hanyalah madu yang membungkus racun mematikan di dalamnya.
Yang termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang kafir yang memusuhi Islam dengan nyata, seperti Israel dan negara-negara Barat. Hingga mereka jauh-jauh hari telah merancang berbagai skenario untuk meredam kebangkitan Islam. Mereka merangkul dan mempengaruhi para penguasa untuk memusuhi Islam. Dengan berbagai sarana dan teknologi yang ada, mereka membuat narasi jahat, opini buruk, stigma negatif dan monsterisasi terhadap istilah khilafah.
Kelompok pembenci Islam ini tak ingin Islam bangkit. Karena jika Islam bangkit dan berjaya, maka mereka adalah orang-orang yang pertama menerima hukuman akibat perilaku buruk mereka terhadap kaum muslimin. Keberadaan mereka ini akan senantiasa ada sampai hari kiamat. Sebab memang Allah telah menetapkan demikian. Dan mereka ini sangat sulit untuk diajak dan diubah sikap dan pemikirannya, kecuali Allah menghendakinya. Berdasarkan ini, maka jangan sampai kita sekali-kali berada di barisan pendukung para pembenci Islam ini dan termasuk ke dalam bagian dari musuh-musuh Allah Swt, Naudzubillahimindzalik. Wallahu a’lam.
Oleh dr. Estyningtias P.
0 Komentar