Pandora Papers: Contoh Nyata Kebrobrokan Kapitalisme



Beberapa bulan lalu, Indonesia dikejutkan dengan berita bahwa banyak orang kaya negeri ini bertambah kekayaannya justru pada saat pandemi Covid-19. Sangat miris, karena mereka yang namanya tercantum, banyak dari kalangan pejabat pemerintahan.

Salah satu nama yang paling mencolok adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves), Luhut Binsar Panjaitan yang hartanya melonjak hingga 67 Milyar rupiah. Awal bulan Oktober, nama Luhut kembali mencuat bersama Airlangga Hartarto dan adiknya Gautama Hartarto, namun kali ini tentang keterlibatnya pada kasus penghindaran pajak.

Adalah Pandora Papers yang mengungkap jejak kasus orang-orang kaya, seputar pejabat, pebisnis, juga artis papan atas yang menghindari dari tagihan pajak di seluruh dunia, termasuk dugaan keterlibatan Luhut dan Airlangga.  Pihak yang berhasil membukanya adalah ICIJ (International Consortium of Investigative Journalists) yang sebelumnya juga melaporkan Paradise Papers dan Panama Papers dalam kasus yang sama. 

Pandora papers merupakan hasil laporan investigasi jusrnalistik yang dikeluarkan awal bulan Oktober 2021. Investigasi ini terdiri dari bocoran data 11,9 juta dokumen dari 14 perusahaan finansial dan muatan datanya sebanyak 2,9 terabita yang melibatkan 600 orang jurnalis di seluruh dunia, termasuk Tempo dari Indonesia  (Tirto.id 12/10/2021).

Hasil dari investigasi tersebut keluar nama-nama orang penting setidaknya 35 pemimpin negara, dan 100 orang kaya dari pebisnis dan selebritas. Pengemplangan pajak skala dunia ini jika ditotal bisa mencapai 32 trilyun US dollar. 

Cara kerja mereka dalam menghindari pajak adalah dengan mendirikan perusahaan cangkang. Perusahaan cangkang (shell corporation) adalah perusahaan yang hanya ada di atas kertas dan tidak memiliki kantor ataupun karyawan, tetapi perusahaan semacam ini memiliki rekening bank atau investasi pasif atau menjadi pemilik aset tertentu (seperti kekayaan intelektual atau kapal).

Perusahaan seperti ini mungkin terdaftar di alamat perusahaan yang menyediakan jasa pendiriannya. Kegunaan perusahaan ini adalah untuk mengakali petugas pajak dalam rangka mengemplang pajak dan mencuci uang (Wikipedia).

Kejahatan keuangan yang melibatkan orang-orang kaya kerap terjadi, dalam hal ini enggannya mereka untuk membayar pajak. Dalam hukum positif di negeri ini, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang sifatnya memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Wikipedia).

Di Indonesia sendiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pihaknya sulit untuk menarik pajak penghasilan (PPh) orang pribadi kelas menengah atas atau orang kaya. Sri Mulyani menjelaskan, dalam lima tahun terakhir, hanya 1,42% dari total wajib pajak orang pribadi yang melakukan pembayaran dengan tarif tertinggi atau yang sebesar 30% (CNBCIndonesia.com 28/6/2021).

Karena para orang kaya sulit ditarik pajaknya, sedangkan negara butuh pemasukan dari banyak sektor, maka pemerintah berusaha mereformasi sektor pajak. Hal ini agar penerimaan pajak dari kalangan menegah dapat meningkat.

Diketahui, Indonesia mengalami surplus demografi usia produktif pada tahun 2020-2030. Alhasil menurut Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara bahwa survei pada tahun 2018 dikatakan, negeri ini mengalami pertumbuhan kelas menengah sebanyak 22,5 persen (Merdeka.com 12/10/2021). Dengan begitu penarikan pajak dari kalangan menengah dapat terus digenjot.

Entah mengapa para orang-orang yang bergelimangan harta sulit ditarik pajaknya. Dilansir dari pajak.go.id dikatakan bahwa para wajib pajak besar, cenderung memanfaatkan kemampuan keuangannya yang besar untuk menyewa orang yang andal dan tahu celah-celah di dalam undang-undang perpajakan. Walaupun praktik tersebut memang tidak melanggar isi dari undang undang, tetapi tidak mendukung tujuan dibentuknya undang-undang perpajakan tersebut (10/2/2020).

Walaupun pendapatan negara tidak hanya dari sektor pajak, namun dalam sistem ekonomi kapitalis yang juga dianut negeri ini, pajak merupakan tulang punggung pendapatan nasional. Sehingga pengupayaan penerimaannya dari masyarakat sangat dioptimalkan oleh negara.

Namun sayang, watak manusia yang lahir dari peradaban kapitalis sangat menjunjung tinggi individualisme. Selain itu yang ada di benaknya hanyalah melipat gandakan kekayaan tanpa melihat apakah yang diperbuatnya halal ataukah haram, semuanya akan terus diterjang. Selain memang sistemnya merupakan aturan hidup lemah, yang tidak bisa dijadikan pegangan.

Pada saat debat capres, Donald Trump mengatakan bahwa orang kaya yang tidak membayar pajak adalah orang pintar. Trump mengatakan “Itu membuat saya pintar.” Trump percaya bahwa apa yang diberikannya pada pemerintah pada akhirnya “akan disia-siakan juga.” (Tirto.id 12/10/2021).

Trump merupakan bukti nyata, bahwa dengan adanya aturan perpajakan, orang-orang kaya justru akan memutar otak agar hartanya tidak diberikan begitu saja kepada negara. Itulah yang terjadi pada Pandora papers. Para orang kaya pengemplang pajak justru bebas menikmati kekayaannya dan negara seakan tak kuasa untuk menariknya ke sel penjara.

Bila ini terus terjadi jelas kesenjangan akan semakin menjadi. Para orang kaya dengan dinaungi kuasa negara terus mencetak cuan.  Sedangkan di sudut-sudut jalan, banyak yang sedang mengais sisa makanan demi perut yang tak bisa lagi diganjal. Apakah kehidupan ala kapitalis ini yang akan terus dipertahankan. Sistem yang dihasilkan dari akal manusia yang hanya menguntungkan satu persen orang saja jelas tak akan bisa mensejahterakan.

Hal ini berbanding terbalik dengan Islam. Islam tidak menjadikan pajak sebagai satu-satunya pendapatan negara dan rakyat dalam negeri Daulah Khilafah berhak menikmati kekayaan yang dia miliki. Karena asas negara adalah ketakwaan pada Yang Kuasa, sehingga aturan yang dibentuk pasti tak akan semena-mena. Begitu pula masyarakat pun hidupnya tak akan terus mengejar harta. 
 
Dalam hadis dikatakan bahwa ”Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad)”. Ketiga sumber daya alam tersebut merupakan hak milik umum dan pangalolaannya dikembalikan lagi pada keumuman kepemilikan.  Penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam negara lah yang menjadikan peningkatan kekayaan negara. Sekaligus pendistribusian kekayaan per individu rakyat yang menjadikan rakyat tidak sengsara.

Pada kenyataannya di negeri-negeri muslim telah dibekali oleh Allah swt kekayaan alam yang melimpah. Tinggal bagaimana pegelolaan dari penguasanya dan bagaimana mereka mengambil Islam sebagai asas untuk bisa menyatukan kekuatan dan kekayaan alamnya di bawah panji Islam.

Oleh karena itu peristiwa pengemplangan pajak oleh orang super kaya tak akan terjadi dalam Daulah Khilafah. Sebaliknya Orang-orang super kaya akan terus memikirkan hartanya sendiri karena suasana kehidupan kapitalistik yang membuat mereka individualis.

Wallahu ‘alam.


Oleh Ruruh Hapsari

Posting Komentar

0 Komentar