Transportasi adalah salah satu hajat hidup masyarakat. Sarana yang dibutuhkan untuk membantu masyarakat dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Begitu pentingnya trasnportasi ini bagi masyarakat, maka negara wajib memberikan pelayanan transportasi yang baik dan aman kepada seluruh masyarakat. Namun, fakta yang terjadi, pelayanan transportasi yang dirasakan oleh masyarakat jauh dari kata layak dan sangat minim tingkat keamanannya.
Untuk meningkatkan pelayanan transportasi Pemkot Bogor terus melakukan akselerasi dengan mengoperasikan BusKita Transpakuan, yang merupakan hasil kolaborasi dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Bus ini dilengkapi fasilitas AC, CCTV, pintu emergency dan peralatan keamanan lainnya. BusKita Transpakuan adalah implementasi dari program Buy The Service (BTS), yang mengkonversi 147 angkot dengan 49 bus. Kehadirannya bertujuan agar masyarakat beralih untuk menggunakan bus. Dan diharapkan dapat mengurangi penggunaan BBM, meminimalisir kemacetan, mengurangi polusi, dan untuk menghemat waktu. (RadarBogor, 30/10/2021)
Pembenahan layanan transportasi yang dilakukan oleh Pemkot Bogor patut mendapatkan apresiasi. Pasalnya, layananan transportasi yang ada saat ini belum bisa dikatakan layak dan aman untuk digunakan oleh masyarakat. Minimnya tingkat keamanan dan berbagai masalah transportasi lainnya, menjadi penyebab mengapa masyarakat enggan untuk menggunakan layanan transportasi umum. Dan akhirnya sebagian masyarakat memilih menggunakan kendaraan pribadi, yang menjadi pemicu kemacetan dikarenakan meningkatnya jumlah kendaraan pribadi.
Namun, dibalik upaya pembenahan layanan transportasi ini masih menyisakan masalah baru. Diantaranya bus BTS ini hanya dapat mengakses jalan-jalan tertentu saja, seperti jalan-jalan protokol. Sedangkan masyarakat pengguna transportasi umum kebanyakan masyarakat menengah ke bawah dan tinggal di daerah yang sangat sulit untuk diakses oleh bus-bus besar. Hal ini tentu menyulitkan bagi masyarakat. Karena biasanya mereka menggunakan angkot yang bisa masuk ke wilayah perkampungan.
Selain itu, untuk menggunakan bus BTS ini harus menggunakan aplikasi digital yang belum tentu bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Karena kebanyakan masyarakat masih gagap teknologi, sehingga bus BTS hanya bisa digunakan oleh kalangan tertentu. Bukan hanya itu, konversi angkot ini pun menimbulkan permasalahan baru yaitu para supir angkot harus kehilangan sumber mata pencahariannya.
Seperti yang disampaikan oleh Ketua Fraksi PPP DPRD Kota Bogor Zaenul Mutaqin yang mewanti-wanti Walikota Bogor, sekiranya kehadiran bus ini sejalan dengan program rerouting dan reduksi angkot yang saat ini belum terselesaikan. Ia juga mengatakan tidak mau melihat nasib puluhan bus baru ini berakhir sama dengan bus Trans Pakuan. Dan mengingatkan Pemkot dengan nasib supir angkot yang dialihkan jadi supir bus. Dimana, jumlah bus lebih sedikit dari jumlah angkot yang dikonversi.
Belum lagi, pada program bus BTS ini pemkot menyerahkan urusan transportasi kepada pihak swasta, yang pastinya mereka menginginkan keuntungan besar dalam program ini. Dan bisa dipastikan bahwa bus BTS ini dengan menyediakan berbagai pelayanan dan kenyamanan, tidaklah dibayar dengan murah. Maka bus BTS hanya bisa digunakan oleh kalangan masyarakat yang mampu saja.
Pengalihan urusan transportasi ke pihak swasta, membuktikan bahwa pemerintah berlepas tangan terhadap tanggung jawabnya sebagai pihak yang berwenang mengurusi secara langsung kebutuhan transportasi masyarakat. Inilah dampak dari penerapan sistem kapitalis sekuler, yang memposisikan pemerintah hanya sebagai regulator bukan sebagai pelayan yang memenuhi dan memfasilitasi kebutuhan asasi masyarakat.
Impian masyarakat untuk dapat merasakan layanan transportasi yang aman, nyaman dan murah atau gratis, bak pungguk merindukan bulan. Mustahil impian tersebut dapat diwujudkan, jika sistem yang menihilkan peran agama dalam kehidupan masih bertahta dan menjadi rujukan lahirnya berbagai kebijakan di negeri ini. Lagi-lagi rakyat yang akan menjadi korban dari solusi tambal sulam sistem batil ini, dan menambah daftar permasalahan yang dihadapi oleh rakyat.
Potret pelayanan transportasi seperti di atas, tidak akan ditemui dalam penerapan sistem Islam di masa kekhilafahan. Khalifah sebagai kepala negara khilafah bertanggung jawab secara langsung untuk mengurusi layanan transportasi tanpa adanya kompensasi. Karena dalam sistem khilafah, transportasi adalah kebutuhan pokok rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Negara wajib memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi seluruh warga negara dalam menjalankan aktivitas kehidupannya, termasuk berkendara. Negara harus memastikan semua kendaraan umum yang menjadi sarana transportasi masyarakat harus dalam kondisi layak jalan dan juga memastikan jalan yang digunakan pun dalam kondisi yang layak.
Negara akan menyediakan sarana transportasi umum sesuai kebutuhan masyarakat beserta fasilitas keamanan dan kenyamanannya. Negara juga akan mengatur kebutuhan sarana transportasi yang dibutuhkan sesuai kondisi masing-masing wilayah. Sehingga setiap wilayah dapat merasakan fasilitas transportasi yang layak. Hal ini juga untuk mengurangi dan mengatasi kemacetan, polusi udara dan sarana transportasi yang tidak dibutuhkan.
Sistem pengelolaan kebutuhan sarana transportasi yang baik, sejatinya lahir dari sistem pemerintahan yang baik pula. Ini hanya bisa terwujud dalam sistem khilafah yang akan memastikan seluruh warga negara mendapatkan pelayanan transportasi yang murah bahkan gratis. Semua pembangunan fasilitas dan sarana transportasi menggunakan dana dari baitul mal. Salah satu pemasukan terbesar baitul mal adalah pengelolaan harta milik umum berupa sumberdaya alam yang dikelola langsung oleh negara. Juga pengelolaan harta milik negara diantaranya ghanimah, fa'i, humus, kharaj dan jizyah. Sehingga bukan hal yang mustahil khilafah mampu menyediakan sarana tranportasi dengan kualitas terbaik secara gratis.
Hal ini sebagaimana yang terjadi pada masa kekhilafahan Utsmani pada tahun 1900 M, Sultan abdul Hamid II mencanangkan proyek Hejaz Rallway. Jalur kereta yang terbentang dari Istanbul ibukota khilafah hingga Mekah, melewati Damaskus, Jerussalem dan Madinah. Di Damaskus jalur ini terhubung dengan Baghdad Rallway, yang rencananya akan terus ke timur menghubungkan seluruh negeri Islam lainnya.
Demikianlah potret pelayanan transportasi dalam sistem khilafah, yang seharusnya pelayanan inilah yang didapatkan oleh setiap warga negara. Sudah saatnya mencampakkah sistem kapitalis sekuler dan menggantikannya dengan sistem Islam, yakni khilafah. Sudah jelas terbukti dalam rentang sejarah kekhilafahan Islam yang sangat panjang, khilafah mampu memberi keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. []
Penulis : Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)
0 Komentar