Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno pada Minggu, 5 September 2021 melakukan kunjungan kerja ke Desa Cisande. Kunjungan ini terkait dengan masuknya Desa Cisande Kecamatan Cicantayan Kabupaten Sukabumi tersebut ke dalam daftar lima puluh desa wisata terbaik pada Ajang Desa Wisata Indonesia (ADWI) bersama tiga desa lainnya di Jawa Barat (sukabumi.hallo.id, 5/9/2021).
Desa wisata merupakan salah satu garapan Kemenparekraf dengan menggunakan konsep pentahelix. Pentahelix adalah perluasan dari triple helix yakni sinergi kekuatan antara perguruan tinggi, pemerintah, perusahaan (industri), masyarakat (komunitas), dan media (news.unika.ac.id).
Pihak akademisi yang terjun di Desa Cisande adalah ARS University. Awalnya, kerja sama yang dijalin antara ARS University dan Kp. Karadenan Desa Cisande Kecamatan Cicantayan Kabupaten Sukabumi, terkait penyelenggaraan Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswanya, akan tetapi kemudian semakin diperluas bidang kerja samanya. Rektor ARS University Prof. Dr. Purwadhi, M. Pd. mengatakan bahwa kiprah ARS University di Desa Cisande merupakan perwujudan kampus merdeka (republika.co.id, 12/9/2021).
Kita ketahui bahwa “Kampus Merdeka” merupakan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang diusung sejak awal tahun 2020 dengan tujuan untuk menghasilkan mahasiswa yang unggul dan bisa menjadi pendisrupsi revolusi industri 4.0. Salah satu cara untuk sampai pada tujuan tersebut, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, adalah dengan menjodohkan antara kampus dan industri.
Dari sini kita ketahui bahwa pentahelix adalah program bersama antara kemenparekraf dan kemendikbudristek yang tujuannya adalah menjadikan bidang pendidikan dan pariwisata dapat bersinergi membangun perekonomian untuk menghasilkan uang bagi negara dan swasta yang ikut dalam program pentahelix ini.
Konsep Batil Pentahelix dan Pembajakan Sumber Daya Manusia Terdidik
Sejak Indonesia mengadopsi sistem pendidikan berbasis kapitalisme, paradigma pendidikan sudah bergeser dari hakikat pendidikan itu sendiri. Apalagi pascaimplementasi ekonomi berbasis pengetahuan (Knowledge Based Economy/KBE), menjadikan pendidikan berubah fungsi. Pendidikan bukan lagi pencetak sumber daya manusia yang berkualitas dari aspek karakter dan kemanfaatannya bagi umat manusia, akan tetapi mencetak SDM mesin industri. Pendidikan dalam asuhan kapitalisme menegasikan hakikat pendidikan dalam kehidupan manusia.
Program yang sedang digulirkan saat ini, yakni pentahelix semakin menguatkan peran akademisi untuk kepentingan industri, korporasi, dan swasta asing. Sistem Kapitalisme telah menggerus visi besar yang semestinya dimiliki sebuah negara terkait pendidikan. Kini yang terjadi pendidikan minus visi. Dari sini terlihat bahwa pentahelix adalah konsep batil yang bertentangan dengan Islam.
Dalam sebuah masyarakat yang bertumpu pada ideologi sekularisme-kapitalisme, sistem pendidikan hanya akan menghasilkan sumber daya manusia yang berpikir profit oriented dan menjadi economic animal. Dalam sistem ini, kebijakan untuk sistem pendidikan tinggi hanyalah sebagai aset bisnis. Berbagai kebijakan kapitalisasi pendidikan, kampus merdeka, “perkawinan” kampus dengan industri, hingga kurikulum kampus yang harus disesuaikan dengan industri, menjadi bukti kooptasi kepentingan bisnis kapitalis di dunia pendidikan yang berhasil membajak potensi intelektual untuk kepentingan bisnis korporasi-kapitalis, bukan umat.
Akibatnya, mahasiswa menjadi apatis, pragmatis, sibuk kuliah, ingin cepat lulus, dan bekerja, individualis --tidak peduli masalah rakyat. Tidak cukup menjadikan pendidikan sebagai aset bisnis, saat ini kapitalisme-sekuler juga membajak potensi akademika kampus, mulai mahasiswa hingga intelektualnya sebagai agen penjaga hegemoni kapitalisme.
Wahai civitas academica, bukankah Allah SWT telah menjanjikan kemuliaan untuk mereka yang berilmu, sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT, yang artinya “….Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (TQS Al Mujadilah: 11). Adakah yang lebih buruk dari ini, sesudah kemuliaan sejati berganti kemuliaan imitasi dan semu?
Optimalisasi Peran Civitas Academica dalam Islam
Pengelolaan pendidikan tinggi dalam Khilafah Islam dirancang untuk mengoptimalkan potensi mahasiswa demi kemanfaatan umat, yaitu menjadi intelektual berkepribadian Islam dan menguasai berbagai bidang ilmu. Negara Khilafah menanggung sepenuhnya biaya pendidikan, sehingga bisa gratis dijangkau semua warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim. Karena itu, institusi pendidikan akan terbebas dari kooptasi kepentingan rezim atau korporasi-kapitalis, apalagi menjadi antek Barat untuk menghancurkan agama dan bangsanya.
Pendidikan tinggi dalam Negara Khilafah dirancang untuk mencapai 3 (tiga) tujuan pokok:
a) Memfokuskan dan memperdalam kepribadian Islam mahasiswa pada pendidikan tinggi, yang sebelumnya telah dibangun dengan sempurna pada level pendidikan sekolah dasar dan mengangkat kepribadian ini untuk menjadi pemimpin yang menjaga dan melayani persoalan vital umat. Kultur politik Islam yang melayani kepentingan masyarakat, terus diajarkan dan disuasanakan dalam pendidikan tinggi, yaitu bekerja dan berkarya untuk umat.
Diriwayatkan dari Abu Nu’aim ‘al Hulya’, Rasul Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Dua tipe manusia yang jika keduanya takwa maka rakyatnya akan bertakwa, dan jika mereka fasad maka rakyatnya akan fasad: adalah ilmuwan dan penguasa.”
b) Membentuk gugus tugas yang mampu melayani kepentingan vital umat dan mampu menggambarkan rencana jangka pendek dan jangka panjang dalam membangun bangsa. Di antara kepentingan vital umat adalah mengamankan kebutuhan esensial seperti air, makanan, akomodasi, keamanan, dan pelayanan kesehatan, dsb.
c) Mempersiapkan gugus tugas untuk menjaga urusan umat. Menyiapkan para hakim, yurispruden (ahli hukum/fukaha), dokter, insinyur, guru, penerjemah, manajer, akuntan, perawat, dsb. Negara Khilafah berkewajiban untuk mengamankan kebutuhan harian umat berkenaan dengan jalan, rumah sakit, sekolah, dsb.
Berdasarkan hal tersebut di atas, orientasi pendidikan dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari paradigma Islam. Pendidikan dalam Islam merupakan upaya terstruktur dan sistematis untuk menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai hamba Allah dan Khalifah Allah di muka bumi.
Islam memadukan orientasi dunia dan akhirat menjadi satu kesatuan. Selain berhasil membentuk generasi mulia yang beradab, Islam juga sukses mencetak SDM unggul di segala bidang, baik politik, ekonomi, sosial, dan saintek. Pada aspek dunia, mereka dibekali saintek, keterampilan, dan semua hal yang dibutuhkan agar berdaya guna di tengah masyarakat. Ilmunya digunakan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan umat. Dalam aspek akhirat, ia akan bertumbuh menjadi generasi yang memiliki kepribadian mulia. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim yang tak hanya pandai ilmu saintek, tetapi mereka juga cakap dalam ilmu agama. Pendidikan Islam juga mendorong para lulusan bermental pemimpin peradaban. Semua itu didorong political will berasas ideologi Islam. Hal ini hanya bisa tercipta dengan tegaknya negara yang menerapkan sistem Islam dalam Khilafah. Wallahu’alam bishshawab []
Oleh Silmi Dhiyaulhaq, S.Pd.
Praktisi Pendidikan
0 Komentar