Temu Alumni Peserta Nonton Bareng Film JKDN II berlangsung antusias dengan pancaran gelora semangat oleh Annisa Al-Munawarah sebagai MC yang berhasil membangkitkan semangat para peserta. Dilanjutkan dengan suasana hikmat dari pembacaan QS. An - Nur : 55 oleh Anggun Permata yang menjadi pemantik berlangsungnya acara, (Jakarta, 21/11/2021).
Grand Design Barat Untuk Menghilangkan Pemahaman Akan Khilafah Di Benak Umat, menjadi materi pertama yang dipaparkan oleh Rabihah Pananrangi yang menjadi narasumber pertama dalam acara tersebut.
Aktivis Dakwah tersebut mengatakan, “Propaganda jahat barat untuk mengaruskan demokrasi menjadi musuh besar Islam terus menggencarkan pemahaman bahwa khilafah adalah sesuatu yang harus ditakuti karena faktanya, tanpa demokrasi Amerika sudah collabs.”
Barat yang menggunakan Demokrasi sebagai alat penjajahan menyadari bahwa hanya khilafah yang dapat menegakkan penerapan syariat Islam, karena khilafah adalah cara Islam untuk mengurusi umat dan menjadi perisai untuk melindungi umat dari kedzaliman para penjajah. Dari sana berangkat ide-ide kaum penjajah untuk melunturkan pemahaman khilafah di benak umat, sehingga umat terlupakan oleh pentingnya terwujud penegakkan khilafah.
“Jika ibu-ibu hanya melakukan ibadah mahdoh, seperti Sholat, Puasa Daud, Zakat, kafir tidak akan ada yang ganggu, tapi jika ibu-ibu melakukan berbagai macam kegiatan politik Islam yang mengatur kehidupan maka kafir akan menyerang” lanjut beliau.
Mengapa seperti itu? Karena Islam sebagai pandangan hidup yang sempurna dengan basis ideologi serta sistem politik yang khas untuk mengatur kehidupan umat, maka Islam menjadi rival potensial yang akan mengancam dominasi barat, kemudian dengan barat menguasai dunia Islam berarti menguasai pasokan energi dan SDA serta menguasai posisi strategis dunia karena negeri-negeri Islam kaya SDA (Republika.co.id, 18/02/2014).” ungkap Rabihah Pananrangi memantik pemikiran para peserta.
“Politik belah bambu (moderat vs radikal), Menduduki wilayah Islam dengan memasang penguasa antek, Kekayaan dikuasai, dieksploitasi dan diangkut secara legal melalui UU, Pemikiran umat disesatkan, disimpangkan, diracuni dengan ide-ide Barat (Libelarisme, Sekulerisme, Plurarisme) adalah strategi penjajah untuk menguburkan khilafah bahkan pengusiran khilafah tertuang dalam perjanjian The Sykes-Picot Agreement : 1916, perjanjian politik antara negara Prancis dan Inggris pada masa khilafah Utsmani.” tegasnya.
Itulah mengapa saat ini kita melihat berbagai propaganda dibalik stigmatisasi Islam terus diaruskan dengan war of terorrism, Islamophobia, war of radicalism dan moderasi, yang menjadi upaya-upaya Barat untuk pemisahkan agama dari politik dan tidak ada kebenaran tunggal, semua dinilai dengan cara relativisme agar umat dapat menerima ide demokrasi yang digaungkan sebagai sistem terbaik untuk umat jaman ini.
Pertanyaan, apakah benar demokrasi bisa menjadi jalan kebangkitan Islam?
dr. Estyningtias P mengungkapkan realita yang sebenarnya terjadi dalam penerapan Demokrasi. Beliau mengungkapkan bahwa atas nama demokrasi, kebebasan berperilaku kian melegalkan free sex, contohnya permendikbud Ristek No. 30 tahun 2021, kebebasan beragama menjadi jalan bagi moderasi beragama dan toleransi yang kebablasan, kebebasan berpendapat menjadi pelindung bagi penista agama, dan atas nama demokrasi, kebangkitan umat dikebiri, seperti kasus HTI, FPI dan MUI bahkan isu terorisme dijadikan penutup semua kejahatan rezim dan telah menjadi penjaga sistem sekuler kapitalis. Parahnya, demokrasi akan tetap meletakkan kepentingan pemegang saham terbesar diatas kepentingan negara-negara miskin yang justru seharusnya dibantu.
“Hampir semua organisasi Islam tidak ada yang vocal karena umat merasa takut untuk membuka masalah PCR, permendikbud, banjir yang tidak selesai-selesai”, tambahnya
Aktivis Dakwah, dr. Estyningtias P mengutip QS. Al Maidah : 50 dan beberapa tafsir yang seharusnya menjadi penguat kita tentang makna hukum jahiliyyah, Sayyid Quthb (Fii Zhillaal al-Qur’an) mendefinisikan nash ini sebagai hukum manusia untuk manusia. Sebab jahiliyyah merupakan bentuk penyembahan manusia terhadap manusia lainnya, keluar dari penghambaan Allah, menolak ketuhanan Allah dan memberikan pengakuan terhadap ketuhanan sebagai manusia dan penghambaan terhadap mereka selain Allah. Tentu makna ini sejalan dengan ide demokrasi, yaitu dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, artinya sistem yang memposisikan manusia sebagai Tuhan.
Sehingga, Mungkinkah umat Islam bangkit dengan demokrasi?
Tentu jawabannya tidak karena demokrasi memberikan kebebasan berperilaku, tetapi melarang pakaian muslimah dan cadar, memberikan kebebasan berpendapat tetapi membungkam aktivitas dakwah, memberikan kebebasan beragama tetapi mempersulit umat Islam menjalankan ajaran agamanya sendiri, mendorong umat Islam masuk parlemen dengan mekanisme voting sehingga umat Islam sibuk dalam perjuangan naskah RUU yang sudah dirancang untuk selalu berada di pihak yang kalah, mirisnya partai berbasis agama dipecah-pecah, dialihkan fokusnya agar lupa dengan persoalan utamanya.
Lantas bagaimana kebangkitan yang sebenarnya?
Maka kita harus mempelajari apa yang dilakukan Rasulullah, yaitu ketika rasulullah belum memiliki kekuasaan (Fase Mekah), beliau melakukan dakwah secara fikriyah, mengubah pemikiran, yang awalnya menyembah berhala akhirnya bertauhid, non kekerasan, Rasul tidak pernah mau bertolerasi dan bergabung dengan sistem jahilliyah, kemudian ketika Rasulullah sudah memiliki kekuasaan yaitu pada Fase Madinah, barulah beliau menerapkan Islam secara kaffah dan melakukan berbagai jihad dan futuhat.
Maka menelisik kondisi umat Islam saat ini, apakah umat Islam sudah memiliki kekuasaan? Jawabanya adalah Belum, maka yang harus kita lakukan adalah mengikuti apa yang sudah dicontohkan Rasulullah, yaitu berdakwah mengubah pemikiran umat dengan menyerang pemikiran yang salah tentang kehidupan dan tidak menggunakan kekerasan. Meriayah umat untuk sadar bahwa betapa pentingnya khilafah untuk menegakkan syariat Islam dan terwujudnya peradaban yang gemilang tanpa bayang-bayang penjajah.
Pemaparan tersebut berhasil menggugah pemikiran dan ghiroh para peserta, sehingga tidak sedikit peserta yang ingin mengungkapkan perasaan takjub, haru dan semangat menggebu untuk memperjuangkan khilafah. Canda dan tangis mengisi ruangan dengan harapan yang sangat tinggi untuk kebangkitan khilafah dan tegaknnya hukum Allah serta lantunan doa dari Ustadzah Ita Novirosita yang menyelimuti suasana sahdu dengan gobaran semangat pengharapan untuk umat menutup acara Temu Alumni Peserta Nonton Bareng Film JKDN II berakhir mendalam.
Reporter : Siti Nurbaiti U.
0 Komentar