UMKM Penggerak Perekonomian Masyarakat, Dimana Peran Negara?


Pemerintah terus menggencarkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sebagai upaya pemulihan perekonomian negara. Pemerintah juga memberikan berbagai fasilitas bagi pelaku UMKM dan koperasi untuk segera bangkit dari keterpurukannya akibat dampak pandemi Covid-19. Berbagai program dan stimulus diberikan pada sektor ini seperti bantuan tambahan modal kerja. Hal ini dilakukan agta Kementerian ar terjadi percepatan pemulihan ekonomi, yang menggandeng berbagai pihak termasuk perempuan pun dilibatkan dalam program ini.

Kita banyak melihat para penggerak UMKM ini kebanyakan pelaku usahanya adalah ibu rumah tangga. Keikutsertaan kaum perempuan dalam program UMKM ini, sebagian besar untuk membantu perekonomian keluarga. Apalagi sejak wabah pandemi Covid-19 merebak di negeri ini, banyak menghasilkan para pengangguran baru. Sehingga para perempuan pun harus turun tangan untuk mengupayakan dapur mereka tetap ngebul.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi UKM, saat ini mencapai 64,2 juta dan pada tahun 2020 telah berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 60,51% atau senilai  Rp 9. 580 Triliun dengan kemampuan menyerap 96,92% dari total tenaga kerja yang ada, serta dapat menghimpun sampai 60,42% dari total investasi. Tercatat sampai dengan tanggal 27 Oktober 2021, total realisasi dana pemulihan ekonomi  nasional (PEN) dukungan UMKM sebesar Rp 64,35 Triliun dengan jumlah debitur/UMKM sebanyak 33,93 juta.

Selain itu, terdapat pula dukungan tambahan berupa pembebasan rekening minimum, biaya beban dan abodemen listrik yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM. Program Kartu Prakerja yang dicanangkan oleh pemerintah turut membantu para pelaku dan calon pelaku UMKM. Dan untuk meningkatkan kompetensi dilakukan berbagai macam pelatihan, salah satu pelatihan yang diminati adalah mengenai penjualan dan pemasaran (RadarBogor, 07/11/2021)

Sekilas adanya program UMKM dan ditunjangan bantuan modal dari pemerintah, seakan-akan mampu memperbaiki perekonomian masyarakat. Namun dibalik program UMKM ini banyak menyisakan berbagai permasalahan baru di  tengah masyarakat. Pasalnya, 50% dari jumlah UMKM tersebut dikelola oleh perempuan, jumlah ini tentu terbilang sangatlah besar. Bahkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (Kemen PPPA) mengusulkan agar kaum perempuan lebih banyak mendapatkan dan menerima Bantuan Presiden Usaha Mikro (BPUM). Bukan hanya bantuan modal yang diberikan oleh pelaku UMKM perempuan, tetapi juga diharapkan perempuan bisa bangkit dan mandiri secara ekonomi.

UMKM memang menjadi pilar penting perekonomian Indonesia, dan juga merupakan tulang punggung perekonomian bangsa. Dan seharusnya pelaku UMKM ini adalah kaum laki-laki, yang memang mempunyai tupoksi sebagai penanggung nafkah keluarga. Tetapi fakta yang terjadi justru kaum perempuanlah yang mengemban tupoksi ini. Fakta ini menunjukkan bahwa dibalik program UMKM yang melibatkan kaum perempuan didalamnya, sebagai promosi kesetaraan gender dan mendukung perempuan makin berdaya serta berpartisipasi penuh dalam ruang publik. Hal ini tentu harus diwaspadai, karena perempuan tidak memiliki kewajiban sebagai penanggung nafkah keluarga apalagi menjadi tulang punggung perekonomian negara.

Perempuan mempunyai tugas domestik yang lebih utama untuk dilakukan, jika peran ini diabaikan bagaimana dengan nasib generasi bangsa kita di masa yang akan datang? Dan program UMKM ini memang sengaja diaruskan agar kaum perempuan tidak terus menerus hanya mengerjakan perkerjaan domestik yang tidak menghasilkan nilai materi apapun. Padahal menurut para aktivis gender, kaum perempuan bisa menghasilkan nilai ekonomi yang lebih besar dari kaum laki-laki.

Tentu saja ide gender ini sangat berbahaya jika tidak dilakukan counter attack, agar kaum perempuan tidak terlanjur terbuai dengan berbagai hal yang ditawarkan oleh ide gender tersebut. Kaum perempuan harus segera dikembalikan pada fitrah domestiknya sebagai ummun wa rabbatun bait (Ibu sebagai pengurus dan penanggung jawab rumah tangganya). Kaum perempuan bukanlah saingan bagi kaum laki-laki, melainkan keduanya bisa berkerjasama untuk menjalankan tentukan tupoksinya masing-masing, seperti yang sudah ditentukan oleh dzat yang menciptakannya.

Adapun program UMKM yang digadang-gadang dapat memulihkan perekonomian negara, justru yang terjadi malah sebaliknya. Badai pandemi Covid-19 telah merontokkan puluhan juta UMKM. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun, yang mengungkap 30 juta UMKM bangkrut akibat kebijakan pembatasan sosial. Saat ini yang tersisa hanya 34 juta dari 64 juta unit usaha paduta unit usaha pada tahun lalu. Akibatnya, lebih dai tujuh juta tenaga kerja kehilangan pekerjaan.

Bangkrutnya UMKM membuktikan ekonomi kerakyatan ala kapitalisme telah mengalami kegagalan untuk memulihkan perekonomian negara. Dan menampakkan dengan jelas bahwa penguasa kapitalis tidak menjalankan perannya sebagai pelayan umat, malah mengalihkan tugasnya kepada masyarakat untuk mandiri memenuhi kebutuhan ekonominya. Di sisi lain, pelaku UMKM kecil harus bersaing dengan melawan para raksasa kapitalis. Ditambah pemerintah membiarkan produk impor melenggang bebas hingga mampu menguasai pasar. Inilah nasib pengusaha kecil dibawah sistem kapitalisme, yang harus bertarung hidup mendapatkan sesuap nasi padahal telah berupaya membantu negara untuk memperbaiki perekonomian negara.

Bagaimanapun juga, mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui UMKM tidak akan menuntaskan problem ekonomi. Ibaratnya, solusi itu hanya menjadi panasea obat pereda nyeri semata, bukan menghilangkan sumber penyakit utama. Secara makro, ekonomi masih terganggu karena  fundamental ekonominya terlanjur rusak bahkan cacat sejak kelahirannya. Sumber penyakit utama resesi ekonomi adalah penerapan sistem kapitalisme. Sebagai sistem ekonomi yang penerapannya pasti membawa pada kerusakan.

Semua bermuara pada sistem yang ditopang sistem perbankan dengan suku bunganya, sektor non riil yang melahirkan institusi pasar modaldan perseroan yerbatas, utang luar negeri yang menjadi tumpuan pembiayaan pembangunan serta sistem moneter yang tidak disandarkan pada emas dan perak. Dan penyebab yang paling krusial dari kerusakan kapitalisme adalah saat pengelolaan sumber daya alam yang merupakan barang milik dan kebutuhan publik diprivatisasi para pemodal yang bersekutu dengan rezim-rezim korup.

Sengkarut permasalahan ini ditambah lagi dengan hilangnya peran penguasa yang tidak menjalankan fungsinya sebagai pelayan rakyat. Justru kehadiran penguasa dalam sistem kapitalisme hadir hanya untuk memuluskan kepentingan para pemilik modal dan memberikan kewenangan kepada mereka untuk mengelola kekayaan alam. Yang keuntungannya hanya untuk mereka, sedangkan rakyat terus menerus diarahkan untuk mandiri menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupannya termasuk permasalahan ekonomi. Miris nian nasib rakyat hidup dalam himpitan sistem kapitalisme yang hanya menyisakan kesengsaraan yang berkepanjangan.

Padahal jika SDA di seluruh negeri muslim dikelola sesuai dengan sistem politik ekonomi Islam, niscaya seluruh muslim memiliki sumber daya yang cukup untuk bertahan bahkan memberikan mereka peluang untuk mengongkosi segala keperluan ekonomi, kesehatan dan lain-lain. Penguasaan khilafah atas seluruh SDA yang dimiliki juga tak bisa dilepaskan dari supremasi politik yang dimilikinya. Posisi kuat khilafah dalam konstelasi politik menisayakan mengembalikan kedaulatan umat atas kekayaan SDA yang mereka miliki. Sehingga mampu mengusir para kapitalis dan negara-negara penjajah dari bumi Islam.

Itulah jaminan sesungguhnya atas posisi pemimpin sebagai pengayom rakyat. Bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan asasi manusia, dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, transportasi dan lain sebagainya, dengan cara yang makruf dan amanah. Kesejahteraan dan keberkahan tidak hanya dirasakan penduduk saat itu saja, namun akan dinikmati seluruh umat bahkan hingga generasi yang akan datang. Demikianlah indahnya hidup dalam naungan Islam. Semua terjadi karena penerapan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan. Yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.

Walhasil, berbagai hal yang ditawarkan oleh sistem kapitalisme hanya akan bisa membawa rakyat pada kesengsaraan. Walaupun kemasan yang terlihat adalah madu, tetapi sesungguhnya racun yang mereka berikan. Masihkah kita berharap pada sistem ekonomi kapitalisme? Tentu tidak, justru sistem yang batil ini harus segera diganti dengan sistem khilafah, yang jelas terbukti dalam rentang sejarah yang sangat panjang mampu menyejahteraan dan memakmurkan seluruh rakyatnya tanpa ada pembedaan, suku, ras dan agama. Semua warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dari negara. []


Posting Komentar

0 Komentar