Ada Apa di Balik Huru-Hara Euforia Benci Islam?



"Ada apa dengan Dudung?" Pertanyaan ini mewakili uneg-uneg mayoritas masyarakat setelah beberapa kali Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman ini kembali menjadi sorotan terkait dengan pernyataan nyentrik terbarunya.

Di media sosial, terutama Twitter, sosok Jenderal Dudung asyik menjadi perbincangan lantaran kembali membicarakan agama. Salah satu pernyataan teranyarnya yang disorot yakni ungkapan Jendral Dudung yang mengingatkan untuk tidak mempelajari agama terlalu dalam. Hal ini agar tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan lebih dalam, menurutnya.

Dapat ditebak, apabila sebuah pernyataan dilontarkan menyinggung-nyinggung atau berbau-bau agama, tentu saja akan mendapat banyak respon. Bahkan tak jarang berujung pada ekses negatif. Apalagi jika pernyataan tersebut diungkapkan oleh para tokoh dan pejabat publik.

Netizen pun turut merespon, "Dan anda Pak Dudung, jangan terlalu ngurusin agama, urusin tuh para pemberontak KKB OPM di Papua," tulis @ARisnawan82 dikutip pada Minggu (5/12/2021)
(Wartakota live.com)

Tak ketinggalan Ketua MUI Pusat Cholil Nafis pun turut mengomentari pernyataan yang dilontarkan oleh KSAD Jenderal Dudung Abdurachman yeng mengatakan jangan terlalu dalam mempelajari agama ini.

Cholil Nafis seakan mempertanyakan maksud dari pernyataan Jenderal Dudung tersebut. Bahkan menyentilnya dengan menawarkan standarisasi padanya menjadi dai MUI jika mau berganti profesi sebagai penceramah.
(Pikiran-rakyat.com)

Dai kondang, Ustaz Felix Siauw juga angkat bicara terkait pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Dudung Abdurachman nyentrik sebelumnya yang menyebutkan bahwa Tuhan bukan orang Arab. Lewat unggahan terbarunya di Instagram, Felix Siauw membenarkan bahwa Tuhan bukan orang Arab. Ia juga menyebut bahwa doa boleh disampaikan dengan bahasa Arab.

"Tuhan bukan orang, apalagi orang Arab. Doa boleh dengan bahasa Arab, tak bisa bahasa Arab pun boleh berdoa," tulis Felix Siauw dalam unggahannya dikutip Suara.com, Jumat (3/12/2021).

Lebih lanjut Felix Siauw menjelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah orang Arab. Oleh karena itu sebagai seorang Muslim harus bisa berbahasa Arab demi bisa memahami agama.

Euforia Benci Islam?

Munculnya orang-orang yang hobi menyinggung agama dengan nada tendensi ini wajar adanya di era ini. Yaitu era dimana eksisnya rezim yang seolah berbasis kepada kebencian dan cenderung anti Islam. Bahkan dukungan rezim ini melalui buzzer-buzzernya yang menyebarkan kebencian terhadap Islam, bukan menjadi rahasia lagi. Karena mudah saja bagi kita untuk mengaksesnya apabila mengunjungi berbagai laman berita atau media-media.

Tampak ciri khas rezim pemerintahan sekarang yang orientasi dan kebijakan kekuasaannya berbasis kebencian dan cenderung anti Islam. Bahkan banyak masyarakat yang menilai ini lebih bengis dari yang pernah dilakukan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Tak berlebihan apabila masyarakat menyebut demikian. Karena rezim di era ini memang secara terang-terangan melakukan serangan yang ofensif dan agresif terhadap agama khususnya Islam dan terkait eksistensi politiknya. Ditambah lagi, amat telanjang pelecehan, penghinaan, dan penistaan terhadap agama, pemimpin dan umat Islam yang dibiarkan pemerintah. Bahkan, pemerintah justru dengan tangan besi kekuasaannya sangat responsif melakukan kriminalisasi kepada para ulama dan para oposisi yang kritis terhadap pemerintah.

Perang Insting

Manusia hidup bersama instingnya. Maka dari itu lazim dalam sebuah negara untuk menajamkan insting tanah air bagi warganya. Insting tanah air inilah yang dibentuk kepada masyarakat melalui kecintaan pada simbol dan identitas negara, serta menolak identitas lain. Dalam hal ini identitas yang ditolak adalah identitas Islam.

Hal-hal yang berbau Islam, maka akan diframing negatif. Islam dan syariat berpakaiannya, Islam dan bahasa Arabnya, Islam dan ajarannya, Islam dan politiknya. Islam pun disetir dengan paham moderasi agar seolah-olah senantiasa sejalan dengan identitas bangsa. Identitas bangsa pun selalu dibentur-benturkan dengan Islam.

Ide-ide yang lahir dari asas sekularisme yang diadopsi bangsa inilah yang sejatinya ditanamkan menjadi paham identitas tanah air. Pada akhirnya, sebagian kaum muslim yang mengamini hal ini tak sadar dengan skenario tersebut. Sehingga demi kecenderungannya pada insting tanah air ini, rela menggadaikan insting keislamannya dan menanggalkan identitas asli dari Islam itu sendiri.

Bukti Dakwah Islam Kafah Efektif

Pernyataan untuk tidak perlu mendalami agama ialah ditujukan pada aktivitas mempelajari Islam Kafah serta Islam sebagai ideologi dan politik. Dan sebaliknya, pernyataan perlu mempelajari Islam lebih dalam, dengan artian identitas Islam yang merujuk pada konteks yang telah disusun oleh pengemban ideologi kapitalisme-sekularisme seperti Islam Moderat, Islam Nusantara dan semacamnya. Merupakan upaya dan serangan untuk meredam gelombang ide Islam Kafah dan perjuangan penerapan kembali Ideologi Islam.

Terbukti bahwa dakwah Islam Kafah ini efektif dan berpengaruh sangat besar terhadap pola pikir dan sikap masyarakat. Adapun pola perlawanan rezim terhadap gerakan ini begitu masif dan terstruktur. Melibatkan seluruh stakeholder negara begitu juga dengan kebijakan-kebijakan yang menyertainya.

Meskipun tampak seoptimal apapun upaya yang dilakukan oleh rezim ini namun tidak akan mampu meredam gelombang pergerakan tersebut. Karena para pejuang dan penggerak dakwah Islam Kafah ini tidak berangkat dari motif kepentingan dan maslahat semata. Melainkan melalui adanya kesadaran dan keyakinan kuat berlandaskan keimanan yang tertanam dalam dirinya. Bahkan keimanan itu tak bisa dibeli oleh nilai materi apapun. Inilah yang membuat rezim tampaknya kewalahan. Karena hingga detik ini, upaya untuk meredam dakwah Islam Kafah tetap saja selalu menemui kegagalan untuk mencapai kesuksesannya. Wallahu a'lam. [Nvt]

Oleh Novita Sari Gunawan

Posting Komentar

0 Komentar