Baru-baru ini Kota Bogor mempunyai ikon baru sebuah alun-alun yang cukup megah berada di tengah Kota Bogor. Tempat yang strategis karena banyak dilalui aktivitas masyarakat, dekat dengan stasiun kereta api, pusat perbelanjaan dan masjid.
Alun-alun yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat pada tanggal 17 Desember 2021 memiliki luas 1,7 hektare yang dibangun di bekas lahan Taman Ade Irma Suryani atau Taman Topi dengan fasilitas berupa jogging track, wahana permainan anak, alat fitness, plaza terbuka serta diorama perjuangan. (www.republika.co.id 17/12/2021)
Menurut Wali Kota Bogor tujuan dari dibangunnya alun-alun Kota Bogor yang menyedot dana Rp. 15 miliar itu sebagai simbol kebersamaan untuk menjalin cinta sesama manusia. (www.radarbogor.id 17/12/2021)
Sesuatu yang baru pastinya akan menghadirkan banyak rasa penasaran dalam diri masyarakat, maka kehadiran alun-alun Kota Bogor menyedot perhatian masyarakat untuk datang ke tempat tersebut. Hal ini menyebabkan lautan manusia memadati alun-alun Kota Bogor yang baru diresmikan. (www.radarbogor.id 19/12/2021)
Membludaknya masyarakat yang berkunjung, pada akhirnya membuat Pemkot Bogor menutup alun-alun kota Bogor untuk sementara waktu. Alasan ditutup sementara sebagai upaya untuk mencegah penularan dan penyebaran Covid-19. (www.liputan6.com 20/12/2021)
Sungguh ironis ditengah pandemi yang belum usai, ekonomi masyarakat masih merangkak, bahkan masih banyak masyarakat yang belum bisa bangkit akibat terpuruknya ekonomi mereka di masa pandemi, ternyata justru pemkot Bogor lebih memprioritaskan pembangunan alun-alun. Anggaran Rp. 15 miliar bukanlah angka yang sedikit, namun cukup fantastis untuk sebuah alun-alun.
Jika kita berjalan-jalan sekitar jalan Ahmad Yani, jalan Bangbarung dan mungkin juga jalan-jalan lainnya sekitar kota Bogor, akan kita dapati banyak sekali para pemulung, manusia-manusia gerobak yang menyusuri jalan mengais sampah. Belum lagi para pengemis, anak jalanan, pengamen yang kondisinya semakin memprihatinkan. Mereka ada yang sudah usia tua, muda, bahkan anak-anak bayi dan balita turut serta dibawa.
Saat ini pemerintah memang lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur dibandingkan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dalam sistem kapitalisme tentu saja ini sesuatu yang wajar. Negara memang menyerahkan semua pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat pada individu rakyat. Negara berlepas tangan. Rakyat didorong untuk bekerja dan terus bekerja agar mampu mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Namun di sisi lain lapangan pekerjaan kian sulit bahkan masih menjadi PR bagi pemerintah.
Dalam kondisi tak ada pandemi saja rakyat sudah merasakan kesulitan hidup, ditambah kondisi pandemi yang berjalan hampir selama dua tahun. Tentunya kehidupan rakyat semakin sulit, apalagi beban biaya hidup tak ada yang turun malah bertambah naik sebagai imbas dari kebijakan pemerintah dalam menaikkan pajak.
Di saat seperti ini seharusnya negara hadir sebagai garda terdepan untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan dasar rakyat. Mirisnya negara lebih berorientasi pada pembangunan infrastruktur. Sistem kapitalisme dengan asas manfaatnya menjadi landasan setiap kebijakan negara. Pembangunaninfrastruktur tentunya akan menghasilkan proyek-proyek bagi para pengusaha yang merupakan penyokong dana penguasa dalam sistem ini.
Mengharapkan kesejahteraan rakyat pada sistem ini hanyalah mimpi dan ilusi. Negara hanya hadir sebagai regulator bukan periayah bagi rakyat. Keberpihakan penguasa pada para pengusaha tentunya menguntungkan bagi kedua belah pihak terkecuali rakyat yang tetap terzalimi.
Membangun infrastruktur dalam sebuah negara tentunya menjadi kebutuhan yang memang harus dilakukan. Terlebih jika infrastruktur tersebut memang urgen keberadaannya untuk masyarakat. Namun apalah arti infrastruktur yang megah jika kesejahteraan rakyat kian terbengkalai. Problematika yang muncul sebagai imbas diterapkannya sistem buatan manusia hanya menghasilkan kerusakan dan keterpurukan, kesejahteraan bagaikan ‘jauh panggang dari api’, semuanya hanya mimpi.
Bagaimana pembangunan infrastruktur dalam sistem khilafah?
Sistem ekonomi Islam menjamin semua terlaksana dengan sempurna. Pemimpin akan memilah dan memilih pembangunan infrastruktur dari segi manfaat yang akan dirasakan rakyat dan tidak melanggar hukum syara. Pembangunan infrastruktur seperti pembangunan atau perbaikan jalan-jalan umum, rumah sakit, sekolah akan menjadi prioritas utama. Karena infrastruktur jenis ini memang dibutuhkan rakyat dan berkaitan langsung dengan kesejahteraan rakyat, yakni terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat.
Adapun pembangunan infrastruktur yang bersifat tambahan, akan direalisasikan ketika rakyat telah merasakan kesejahteraan dengan terpenuhinya semua kebutuhan dasar rakyat. Dana yang digunakan diambil dari kas baitulmal yang berasal dari kekayaan milik umum yang dikelola oleh negara. Atau dari kas yang berasal dari harta milik negara. Sehingga pembangunan infrastruktur tidak sepeser pun meminta pada rakyat melalui mekanisme pungutan pajak.
Hal ini telah terbukti dalam sejarah bagaimana para pemimpin Islam baik pada saat Khulafa'ur Rasyidin, Kekhilafahan bani Umayah, Abbasiyah hingga Utsmaniyah. Sebagai contoh pembangunan rel kereta api yang menghubungkan Hijaz, Syam hingga Istambul. Proyek tersebut dibangun oleh Sultan Abdul Hamid II hanya dalam waktu dua tahun. Bahkan sang pemimpin membangun infrastruktur dari dana pribadinya. Serta banyak lagi pembangunan infrastruktur pada masa penerapan sistem Islam. Hal ini sebagai bukti bahwa sistem Islam pun memperhatikan pembangunan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Negara akan memprioritaskan yang lebih utama. Jika kondisi dalam negeri terkena bencana alam, peperangan maupun yang lainnya maka negara akan memilih dan memilah pembangunan infrastruktur yang urgen saja demi memenuhi kebutuhan rakyat. Seperti fasilitas umum yang memang vital bagi rakyat.
Tak akan ada dana yang terbuang dan terkuras percuma sementara rakyat dalam keadaan lapar. Negara dan pemimpin hadir di tengah-tengah rakyat untuk melindungi, mengedukasi dan melayani kebutuhan rakyat, hingga kesejahteraan yang hakiki akan mereka dapati. Kaidah ushul mengatakan “Jika hukum syara diterapkan, maka pasti akan ada kemaslahatan".
Pemimpin Islam sangat memahami tanggung jawabnya dalam menyejahterakan rakyatnya. Rasulullah Saw. bersabda "Kamu semuanya adalah penanggungjawab atas gembalanya. Maka, pemimpin adalah penggembala dan dialah yang harus selalu bertanggungjawab terhadap gembalanya". ( HR. Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari Ibnu Umar). Wallahu a'lam.
Oleh : Titin Kartini
0 Komentar