Anak Benua Asia Jumawa, Khilafah Penakluknya




Ujaran dan kejahatan kebencian bagi saudara muslim India terus terjadi. Baru-baru ini beredar sebuah video penuh ujaran kebencian terhadap kaum muslim di India. Video dari pertemuan para pemimpin agama Hindu yang menunjukkan pidato provokatif menjadi viral awal pekan ini dan memicu kemarahan. Acara tersebut berlangsung di kota suci Haridwar antara 17 dan 19 Desember lalu. (https://news.okezone.com, 25/12/2021)

NDTV melaporkan salah satu penyelenggara acara Haridwar, Prabodhanand Giri, sering berfoto dengan para pemimpin Partai Bharatiya Janata (BJP). Dalam satu foto, Ketua Menteri Uttarakhand Pushkar Dhami, seorang politisi BJP, terlihat menyentuh kakinya.

Pada acara tersebut, Giri terlihat meminta tentara India, politisi dan Hindu untuk melakukan apa yang dilakukan di Myanmar. Yaitu, kekerasan mematikan terhadap Muslim Rohingya yang menyebabkan eksodus mereka.

Pengguna media sosial, telah mengidentifikasi banyak pembicara dalam video merupakan pemimpin agama penting.  Mereka sering terlihat bersama para menteri dan anggota partai BJP, partai Perdana Menteri Narendra Modi.

Sementara itu, aktivis mengatakan frekuensi kejahatan kebencian terhadap Muslim dan minoritas lainnya telah meningkat sejak 2014, ketika BJP pertama kali berkuasa. Video ujaran kebencian atau kekerasan terhadap Muslim kerap terjadi dan menjadi viral di India.(www.beritasatu.com, 16/11/2021). Kritikus menuduh ini karena dukungan - baik terbuka maupun diam-diam - yang diterima para pelaku dari para pemimpin partai yang berkuasa.

Akar Konflik Hindu-Muslim di India

Konflik muslim – Hindu di anak benua Asia ini tidaklah instan. Konflik itu telah berlangsung lama. Setidaknya sejak ada penjajahan Inggris di kawasan tersebut. Kolonialisme India dimulai semenjak datangnya British East India Company pada tahun 1600-an. Kantor urusan perdagangan yang awalnya hanya berbisnis mulai berubah menjadi kekuatan militer dan mengontrol administrasi.

Awal mula imperialisme Inggris di India ditandai dengan kemenangan Inggris atas Nawab of Bengal pada pertempuran Plassey tanggal 23 Juni 1757. Kemenangan Inggris inilah yang menjadi katalis bagi pergeseran kepentingan Inggris di India dari menggunakannya sebagai daerah perdagangan menjadi daerah teritorial Inggris. Selain itu, kemenangan ini pulalah yang mengukuhkan kekuasaan East India Company sebagai ‘the greatest European trader in India.’ Anak Benua Asia, pada abad sembilan belas hingga pertengahan abad dua puluh, secara politis, sedang berada dalam penguasaan Inggris.

Pada saat berusaha mengambil alih India dari Kesultanan Islam Dinasti Mughal, Inggris menggunakan sentimen keagamaan untuk menggerogoti kekuasaan Islam. Inggris melakukan penguatan pada komunitas Hindu. Padahal warga Hindu hidup aman dan damai dalam pengurusan Kesultanan Islam. 

Inggris menjajah India selama 200 tahun. Selama rentang masa penjajahan ini senantiasa ada perlawanan yang sangat kuat dari kaum Muslim. Hanya saja, Inggris merangkul komunitas Hindu dan memberinya kekuasaan. Inilah yang jadi cikal konflik umat Islam dan Hindu di India.

Sampai akhirnya Inggris hengkang dari India. Inggris pun tetap memelihara konflik itu dengan membagi wilayah India menjadi dua berdasarkan etnis keagamaan. Daerah mayoritas Hindu dimasukkan ke wilayah India. Sedangkan yang muslim dimasukkan ke dalam wilayah Pakistan. Dulu masih bergabung antara Pakistan Barat dan Timur. Namun dalam perkembangan, Pakistan Timur menjadi Bangladesh. 

Pasang surut konflik Hindu-Islam di India terus terjadi. Pasca kemerdekaan wilayah India pun tetap tidak surut. Karena memang tidak mendapatkan solusi, justru sebaliknya dibiarkan bahkan cenderung dipelihara. Bagaimana tidak, sebuah wilayah bernama Kashmir yang penduduknya mayoritas Muslim justru malah digabungkan ke wilayah India yang Hindu. Tak ayal, Kashmir menjadi arena konflik. Inilah bukti strategi Inggris untuk memelihara konflik pasca hengkangnya Inggris dari India.

Di negara India sendiri walaupun mayoritas penduduk beragama Hindu, masih terdapat warga Islam di sana. Konflik tentu saja tetap terjadi. Mulai dari penghancuran masjid hingga konflik yang bersifat keseharian seperti beda hukum terkait mengonsumsi daging sapi. Lalu, muslim pun mendapatkan diskriminasi pasca Modi mengumumkan amandemen UU tentang kewarganegaraan. Disana disebutkan dengan jelas bahwa pengungsi muslim tidak diterima di India. Dengan alasan terorisme. Sementara umat agama lain boleh saja masuk ke India. Bahkan, pengungsi Rohingya dideportasi dari sana.

Kebijakan diskriminatif lain dialami oleh dua negara bagian muslim di India. Negara Bagian Jamu dan Kashmir yang muslim dicabut otonomi wilayahnya di era pemerintahan Modi. Tidak hanya itu pelayanan publik pun distop disana. 

Memang ketika partai garis keras Hindu memegang kekuasaan, para ekstremis Hindu seolah-olah mendapatkan pembenaran. Mereka semakin liar untuk menindas kaum muslim yang minoritas. Bahkan menyerukan agar melakukan hal yang sama dengan kaum Budha Myanmar terhadap muslim Rohingya. 

Gagalnya Negara Bangsa, Khilafah Solusinya

Pasca runtuhnya Daulah Khilafah Islamiyah, kaum muslim terpecah belah. Tersekat-sekat oleh sekat maya yang digambar penjajah dalam Perjanjian Sykes-Picot. Kaum muslim terbagi menjadi 50 negara bangsa. 

Dalam konsep negara bangsa, mereka akan bergerak sesuai dengan kepentingan nasionalnya (national interest). Artinya, selama tidak menyentuh kepentingan nasionalnya maka tidak ada kepentingan untuk mengurusi negara lain. Dalam hal ini, umat Islam India teraniaya bukan urusan Indonesia, Pakistan, Malaysia, Kerajaan Arab Saudi, atau penguasa negeri Islam lainnya. 

Kalaupun ada perhatian, hanya sekedar ekspresi ukhuwah berupa keprihatinan, seruan perdamaian, atau paling keras juga kecaman. Tapi jelas hal ini tidak akan menyelesaikan masalah. Karena tidak bisa menghadirkan perlindungan secara praktis bagi umat Islam minoritas yang teraniaya oleh kekuasaan kafir.


Disinilah, umat Islam seluruh dunia harus bersatu melepaskan baju kebangsaan. Harus kembali diikat oleh ikatan yang sangat kuat yaitu ikatan akidah Islam. Akidah ini akan menyatukan seluruh kaum muslim dimana pun dia berada dalam satu ikatan yang sama yaitu Islam dalam naungan sebuah negara kesatuan daulah khilafah Islamiyah. Maka dari sana akan ada perlindungan praktis berupa perisai bagi umat Islam yang teraniaya.

Sejarah telah membuktikan ketika perisai itu ada perlindungan bagi kaum muslim begitu nyata. Ketika kaum muslim Aceh dihalang-halangi oleh Penjajah Belanda untuk menunaikan haji, maka mereka mengadukan semua itu kepada Khalifah Abdul Hamid II yang berada di Istanbul Turki. Khalifah Abdul Hamid II merespon permintaan tolong tersebut dengan upaya politik dengan memanggil duta besar Belanda dan mengancamnya. Jika tidak menghentikan apa yang mereka lakukan, maka Khilafah akan mengerahkan kekuatan militernya. Hal seperti inilah yang diperlukan bagi muslim yang sedang mengalami penindasan. Tidak hanya di India tapi di seluruh dunia.

Oleh Rini Sarah

Posting Komentar

0 Komentar