Fenomena si Malin Kundang atau anak durhaka sedang marak diberitakan media saat ini. Tentu saja ini merupakan fenomena yang sangat menyedihkan, khususnya bagi para orang tua. Pasalnya, anak adalah tempat bergantung orang tua dikala mereka di usia tua. Gambaran memiliki anak yang perhatian, peduli dan penuh kasih sayang kepada orang tua merupakan impian terindah bagi setiap orang tua dalam menjalani masa tuanya kelak. Selalu ada dan siap disamping orang tua, ketika mereka membutuhkan kehadiran anaknya, menjadi sesuatu yang membahagiakan bagi setiap orang tua. Ketika di usia senja yang dibutuhkan oleh orang tua bukanlah materi, melainkan perhatian, kasih sayang, dan kehadiran anak mereka disampingnya ketika orang tua membutuhkannya.
Namun sayangnya, impian itu hanyalah tinggal impian. Karena faktanya sangat jauh berbeda dengan impian yang diharapkan oleh semua orang tua. Kita banyak melihat seorang anak yang membiarkan orang tuanya terlantar dan tidak diurusi dan memasukkan orang tua mereka ke panti jompo dengan alasan merepotkan, membebani, dan sibuk bekerja sehingga tidak ada waktu orang tua mereka. Hal ini terjadi tak lepas dari penerapan sistem kehidupan yang menihilkan peran agama dari kehidupan.
Sistem kapitalisme telah berhasil melahirkan banyak anak yang tega menelantarkan bahkan tak jarang mereka rela memenjarakan orang tuanya, karena ingin menguasai harta milik orang tua mereka. Hilangnya rasa sayang, patuh dan hormat kepada orang tua, dikarenakan hanya menganggap bahwa orng tua tak lebih dari beban yang harus dihilangkan. Kalaupun mereka mau mengurusi orang tua karena harta yang dimiliki orang tua mereka. Potret ini bak drama kehidupan yang benar-benar terjadi dan bukan hanya cerita rekayasa seperti yang sering kita lihat di sinetron televisi.
Fenomena si Malin Kundang bukan hanya faktor penerapan sistem kapitalisme semata. Faktor keluarga, dalam hal ini adalah orang tua, juga menjadi faktor utama si anak menjadi Malin Kundang. Anak adalah anugerah, juga amanah dan perhiasan sekaligus kebanggaan bagi orang tua di kemudian hari. Namun, di samping itu, anak juga bisa menjadi fitnah atau ujian bahkan menjadi musuh bagi orang tuanya. Allah Swt,”Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) dan disisi Allah-lah pahala yang besar (QS At-Taghabun : 15)
Setiap orang tua pasti mengharapkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Namun, “yang terbaik” ini bagi orang tua memiliki standar yang berbeda. Yang membedakannya adalah kualitas ilmu dan iman yang menjadi salah satu hal yang paling mendasar. Iman dan ilmu orang tua memberi pengaruh besar dalam mendidik anak-anaknya. Dan yang akan menentukan sholih atau tidaknya seorang anak semua kembali pada pola pengasuhan orang tua yang sangat erat kaitannya dengan iman dan ilmu yang dimiliki setiap orang tua.
Minimnya ilmu dan iman yang dimiliki oleh orang tua akan menjadikan anak-anak mereka hanya akan membawa penderitaan abadi di akhirat kelak. Sedangkan orang tua yang mengharapkan anaknya menjadi anak yang sholih yang kelak akan membawa kebahagiaan abadi di akhirat kelak, terlebih dahulu mensholihkan diri dan meningkatkan keimanannya kepada Allah dengan senantiasa mencari ilmu untuk mendidik anak seperti diinginkan Allah Swt. Anak ibarat seperti cermin, dia akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh orang tuanya. Sehingga orang tua sejatinya harus senantiasa menjadikan dirinya sebagai pembelajar sejati, agar layak menjadi sosok orang tua yang diinginkan oleh Allah.
Memang tidak mudah mendidik anak di kala sistem rusak mendominasi kehidupan kita saat ini. Namun, ini bukan menjadi penghalang bagi orang tua untuk bisa menjadikan anaknya sebagai penyejuk mata baginya. Justru sistem yang rusak ini menjadi pecutan bagi orang tua untuk menyelamatkan anak-anak dari kerusakan. Allah Swt telah membekali makhluk ciptaannya dengan berbagai aturan hidup yang rinci. Islam telah memberikan tata cara dan mekanisme yang lengkap untuk mendidik anak sesuai tujuan penciptaan-Nya. Maka peran orang tua disini mengaplikasikan tata cara tersebut dalam pola pengasuhannya, sembari senantiasa bermunajat kepada Allah Swt, agar anak keturunan mereka selalu berjalan di jalan ketaatan dan keimanan.
Bukankah Rasulullah sebagai uswatun hasanah bagi manusia, telah banyak memberikan contoh kepada kita, bagaimana seharusnya para orang tua mengasuh dan mendidik anak-anak mereka? Dan di masa kejayaan Islam, membuktikan bahwa generasi Islam adalah anak-anak yang sholih dan taat kepada kedua orang tuanya. Ketaatan dan kesalehan yang mereka miliki tak lepas dari keimanan mereka kepada Rabb-Nya yang memerintahkan mereka untuk birul walidain dan berbuat baik kepada kedua orang tuanya.
Kisah heroik Uwais Al Qorni, sebagai bukti generasi Islam yang sangat memahami cara memperlakukan dan begitu berbaktinya kepada ibunya sehingga ia dijuluki penghuni langit kekasih Tuhan semesta alam. Uwais dan ibunya masuk Islam setelah mendengar seruan Rasulullah saw dari Mekkah. Ia bersama ibunya tinggal di Yaman, Uwais Al Qorni yang berpenyakit sopak tubuhnya belang-belang. Walaupun dalam kondisi cacat, Ia adalah pemudah sholih dan sangat berbakti kepada ibunya yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan, yaitu keinginan ibunya untuk menunaikan ibadah haji.
Uwais yang miskin dan tak memiliki kendaraan terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian ia membeli seekor anak lembu dan membuatkannya kandang di puncak bukit. Setiap pagi ia bolak balik menggendong anak lembu naik turun bukit. Semakin hari anak lembu tersebut semakin besar dan makin besar tenaga yang diperlukan Uwais. Setelah 8 bulan berlalu, tibalah musim haji. Lembu Uwais sudah mencapai 100 kg beratnya dan Ia menjadi kuat mengangkut barang. Dan latihan menggendong anak lembu hingga membesar sebagai latihan untuk dapat menggendong ibunya dari Yaman menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Kisah di atas menjadi motivasi dan semangat bagi para orang tua, bahwa Uwais Al Qorni yang begitu cinta dan baktinya kepada ibunya tak lepas dari pola pengasuhan ibunya yang ditanamkan kepada Uwais. Oleh karena itu, anak akan menjadi penyejuk mata, ujian dan musuh bagi orang tuanya, kembali lagi kepada upaya apa yang telah orang tua curahkan untuk mendapatkan anak seperti yang diharapkan. Berbekal iman dan ilmu memiliki anak seperti Uwais Al Qorni bukanlah hanya sekedar mimpi, tapi dapat diwujudkan oleh semua orang tua. Wallahu a’lam. [SRS]
_______________
Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya
Follow kami di
Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/
Website : www.muslimahjakarta.com
Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial
0 Komentar