Arus Moderasi Beragama Makin Deras, Islam Kaffah Makin Larisnread Messages



Moderasi beragama kini menjadi buah bibir dimana-mana. Seluruh jajaran pemerintahan, mulai dari RT, RW, camat, hingga para menteri dan isterinya, ramai-ramai menggaungkan istilah ini dengan gaya dan cara berbeda. Bukan hanya seminar, bahkan buku moderasi tiga bahasa juga sudah diluncurkan! Apa sesungguhnya yang tengah terjadi dan mau dibawa kemana dunia ini?

Istilah moderasi beragama ini merupakan proyek besar yang menjadi kebijakan nasional. Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani mengatakan bahwa moderasi beragama menjadi salah satu isu strategis dan program prioritas nasional bersama dengan intoleransi, kebhinekaan, dan penghormatan terhadap HAM. (suara.com, 12/12/2021)

Moderasi beragama jelas tertuang dalam agenda pembangunan prioritas nasional 4 dalam rangka mendukung revolusi mental dan pembangunan kebudayaan. Melalui Perpres 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024, dinyatakan bahwa program ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama sebagai punggawanya serta didukung penuh oleh Perpustakaan Nasional, Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Dengan struktur kerja demikian, diserta gelontoran dana Rp 3,2 triliun itu, pantas saja jika isu moderasi beragama ini menjadi viral di kalangan pelajar, guru, mahasiswa, dosen, santri, bahkan kyai, dan seluruh elemen masyarakat.

Narasi moderasi beragama ini telah sedemikian rupa menginvasi jiwa masyarakat, terutama kaum muslimin, dalam rangka mengarusutamakan cara beragama yang moderat. Sebuah istilah yang menjadi lawan kata dari ekstremisme.

Istilah moderasi sendiri tidak bisa dimaknai secara bahasa semata yang berarti pertengahan. Sebab, ia pada awalnya muncul dari suatu fragmen pemikiran yang dibentuk oleh barat untuk menghancurkan umat Islam.

Lembaga think tank AS, Rand Corporation menulis laporan berjudul “Building Moderate Muslim Networks”. Di dalamnya diusulkan bahwa penting untuk mengembangkan road map jaringan muslim moderat dan liberal dalam rangka mencegah berkembangnya perjuangan dunia Islam untuk menentukan masa depan kaum muslim itu sendiri.

Sebelumnya, barat telah sungguh-sungguh melihat perjuangan umat Islam melalui penyebaran ide-ide di sebagian besar dunia muslim. Bahkan Mr. Michael Buriyev, Wakil Ketua Parlemen Rusia memprediksi hadirnya Khilafah Islam yang baru yang akan menjadi salah satu kemungkinan alternatif negara yang akan muncul di masa yang akan datang.

Barat juga melihat potensi penduduk dunia pada 2050 yang 86,4% terdiri dari penduduk muslim. Ini merupakan suatu keuntungan besar bagi perkembangan penduduk di dunia muslim di tengah krisis penduduk di negeri-negeri kufur. Semua itu merupakan ancaman besar bagi hegemoni barat yang menekan barat untuk aktif mengaborsi sedini mungkin kehadiran Khilafah Islam.
Maka, politik belah bambu dilancarkan barat atas kaum muslim dengan menyekat-nyekat tubuh kaum muslim menjadi empat potongan: Islam radikal, Islam moderat, Islam liberal, dan Islam tradisional. Islam radikal digambarkan sebagai sosok buruk yang menjadi musuh barat sehingga perlu ditekan sekuat mungkin. Sementara Islam moderat, mereka yang membaurkan demokrasi dan kebudayaan dengan Islam lantas diangkat setinggi-tingginya serta dibantu dengan berbagai macam bantuan untuk menghilangkan Islam radikal.

Barat telah menetapkan karakteristik muslim moderat yang sejalan dengan kepentingan mereka. Dalam sumber yang sama halaman 66, Rand Corporation telah menetapkan kriteria utama seorang muslim telah berada di pihak mereka.

Pertama, demokrasi. Komitmen terhadap demokrasi sebagaimana dipahami dalam tradisi dan kesepakatan liberal Barat bahwa legitimasi politik berasal dari kehendak rakyat yang diekspresikan melalui pemilihan umum yang bebas dan demokratis adalah penanda kuncinya dalam mengidentifikasi muslim moderat.

Setuju demokrasi artinya setuju untuk mengambil pandangan umum di barat bahwa nilai-nilai demokrasi bersifat universal dan tidak bergantung pada konteks budaya dan agama tertentu. Sehingga muncul istilah demokratis, dimana seorang muslim harus tegas mendukung pluralisme dan hak asasi manusia yang diakui sekutu internasional.  Lebih parah lagi, dukungan untuk demokrasi menyiratkan penentangan terhadap konsep-konsep Negara Islam—khususnya yang menyiratkan pelaksanaan politik kekuasaan oleh elit ulama. Inilah alasan mengapa barat terus menerus mendengung-dengungkan demokrasi dalam benak anak umat Islam.

Kedua, penerimaan hukum barat. Dalam tahap ini, umat Islam sering dibuat ragu untuk menerapkan syariat Islam. Dibuatlah interpretasi bahwa syariah Islam tidak sesuai dengan demokrasi dan hak asasi manusia secara internasional. Syariah Islam lantas dikriminalisasi, dialienasi, hingga hanya tersisa persepsi buruknya penerapan syariah Islam.

Ketiga, penghormatan terhadap hak perempuan dan minoritas agama. Dalam tahapan ini, kaum moderat ramah terhadap feminis muslim dan terbuka terhadap pluralisme agama dan dialog antaragama. Kaum moderat berpendapat, misalnya, bahwa
perintah diskriminatif dalam Al-Qur'an dan sunnah yang berkaitan dengan posisi perempuan dalam masyarakat dan keluarga (misalnya, bahwa warisan seorang anak perempuan harus setengah dari anak laki-laki) harus diatur kembali dengan alasan bahwa kondisi saat ini tidak sama dengan yang berlaku pada zaman Nabi Muhammad.

Moderat juga mempertahankan hak perempuan untuk mengakses pendidikan dan layanan kesehatan dan hak untuk partisipasi penuh dalam proses politik, termasuk hak untuk memegang kantor politik. Demikian pula, kaum moderat menganjurkan kewarganegaraan yang setara dan hak-hak hukum bagi non-Muslim.

Berbagai konsep moderasi di atas telah nyata-nyata terlihat oleh kaum muslim saat ini. Satu persatu konsep barat itu mulai terwujud, terutama di Indonesia. Permendikbud nomor 30 tahun 2021 dan berbagai langkah moderasi beragama yang digawangi Kemenag mengkonfirmasi hal itu.

Dengan demikian, telah nyata bahwa moderasi beragama atau Islam moderat bukanlah berasal dari Islam. Segala ayat atau dalil yang dikeluarkan oleh para pengusungnya hanyalah kedok yang menipu kaum muslimin agar percaya pada jual-jualan mereka yang tidak ada harganya sedikit pun di hadapan Allah Swt. Tak pantas bagi kaum muslimin mengambilnya, sebab moderasi adalah sampah di dunia Islam.

Namun suatu kepastian bahwa derasnya upaya mereka membendung Islam kaffah yang akan mewujudkan khilafah Islamiyah telah memverifikasi keyakinan mereka bahwa khilafah yang kedua benar-benar akan terwujud dengan segera. Wallahu a’lam.[]


Oleh Annisa Al Munawwarah
(Aktivis Dakwah Kampus dan Pendidik Generasi)

Posting Komentar

0 Komentar