Bencana Iklim Bekasi, Buah Dominasi Sistem Sekuler Kapitalis




Entah sampai kapan jeritan warga Muaragembong, Bekasi terhenti. Keseriusan pemerintah menangani banjir rob tahunan di kawasan ini seolah hanya mimpi. Penantian panjang warga selalu saja tanpa membuahkan hasil yang nyata. Lagi dan lagi mereka harus berdamai dengan kondisi yang tak semestinya, kehidupan mereka terganggu hingga trauma membelenggu. 


Sebagaimana dilansir oleh Antaranews.com (7 Desember 2021), banjir rob di kawasan pesisir pantai utara Bekasi seolah menjadi siklus musim tambahan selain hujan dan kemarau. Rutinitas musibah tersebut kembali menyambangi warga setempat dengan ketinggian hingga paha orang dewasa. Tentu kondisi ini membuat mereka tak berdaya. Mereka terpaksa bertahan dalam rumah yang terendam banjir. Hal ini mengakibatkan terhentinya aktivitas melaut, perniagaan, bercocok tanam, pertambakan dan sektor usaha lain. Perputaran roda perekonomian praktis tak lagi berjalan. 


Dari enam desa di wilayah Kecamatan Muaragembong terdapat lima desa yang terendam banjir, di antaranya Pantai Mekar, Pantai Sederhana, Pantai Bahagia, Pantai Harapan Jaya, dan Pantai Bakti. Di tengah kondisi terhimpit seperti ini, harapan warga tak banyak. Bukan uluran bantuan yang dinanti, mereka hanya membutuhkan kehadiran pemerintah untuk membersamainya mencari solusi atas musibah ini. Ada kesungguhan dari pemerintah dalam menghentikan siklus banjir rob. Dengan begitu kehidupan mereka bisa berjalan normal.


"Ya, Allah, bang banjir dari Kamis kemarin tidak surut-surut, entar mau surut tiba-tiba tinggi lagi. Kemarin tinggi banget pas hari Sabtu sampai sepaha. Tolongin apa, bang, biar dibenerin. Bupati kita ora ada pisan (tidak ada sama sekali) ini. Dimana pemerintah, kami rakyatmu," jerit pilu warga Kampung Muara Jaya Desa Pantai Mekar, Dalih (37), di Bekasi. 


Menanggapi hal ini, Camat Muara gembong Lukman Hakim menyatakan bahwa berbagai upaya untuk menangani banjir rob sudah dilakukan. Hanya saja upaya tersebut tidak maksimal karena tidak ditangani secara menyeluruh. Dia juga menyampaikan semestinya penanganan pesisir pantai menjadi kewenangan pemerintah tingkat provinsi dan pusat. Ia pun menyayangkan penanganan selama ini hanya sebatas tanggap darurat saja. Sedangkan banjir selalu meluas di setiap tahunnya. Tentu ini membutuhkan penanganan serius dari berbagai pihak. 


Di kesempatan lain, Ridwan Kamil sebagai Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) menyatakan bahwa krisis iklim menjadi penyebab utama 400 hektar lahan di pesisir Kabupaten Bekasi berubah menjadi laut. Dari sinilah pengembangan energi terbarukan menjadi ambisi Gubernur Jawa Barat  tersebut. Ia pun mengharapkan komitmen dari  para kepala daerah yang tergabung dalam APDMET agar terdorong untuk memajukan energi ramah lingkungan. Karena ia menilai bahwa upaya inilah yang akan menjadi solusi atas krisis iklim yang dihadapi Bekasi. Namun sayangnya keseriusan pemerintah dalam hal ini, belum ada.  (Kompas.com, 11/12/2021)


Inilah petaka yang harus dihadapi masyarakat hari ini. Banjir rob dan tenggelamnya beberapa lahan pesisir pantai memang akibat dari perubahan iklim. Bencana ini tidak hanya terjadi di Bekasi. Hal yang sama juga terjadi di wilayah Demak, Jawa Tengah. Dilaporkan satu dusun penghasil bandeng musnah hanya meninggalkan kenangan. Sementara di Tuban, Jawa Timur,  wilayah daratannya juga perlahan ditelan ombak. Pada 2016, sepanjang 13.682 km persegi garis pantainya rusak. Setahun berikutnya, garis pantai sepanjang 12.882 km persegi pun mengalami nasib serupa.


Tentu saja bencana iklim ini bukan hanya persoalan lokal yang bisa diatasi oleh individu, kelompok bahkan pemerintah setempat. Ini merupakan persoalan global yang diakibatkan oleh dominasi sistem kapitalis sekuler di dunia. Sistem yang membuat penganutnya berkiblat pada kebebasan dalam setiap perbuatan itulah yang kemudian melahirkan berbagai macam kerusakan di muka bumi.


Bayangkan, berapa banyak emisi karbon yang dihasilkan oleh kegiatan industri tak ramah lingkungan di setiap sudut kota di berbagai belahan dunia. Jadi tak heran kerusakan iklim ini akhirnya menenggelamkan sebagian wilayah daratan di banyak pesisir pantai.


Tak ada pilihan lain bagi kita, kecuali mencari solusi hakiki untuk mengakhiri petaka ini. Persoalan global yang mengancam eksistensi kehidupan masyarakat dunia ini tentu saja hanya bisa diselesaikan dengan perubahan mendasar pada sistem yang menguasai dunia. Adakah sistem terbaik selain Islam yang Rasulullah Saw wariskan? Ya, Islam bukanlah agama ritual tanpa lonsep hidup yang jelas layaknya kapitalisme sekuler. Sistem ini merupakan sistem yang Allah turunkan kepada manusia. Islam tak hanya mengatur urusan ibadah tapi juga seluruh aspek kehidupan.


Di dalam Islam, manusia diberikan kewenangan untuk mengelola bumi sebagai khalifah. Tentu saja kewajiban pengelolaan ini tidak dengan sifat agresif terhadap lingkungan karena tujuannya semata-mata meraih keuntungan materi semata. Sebuah pengelolaan mulia yang menyeimbangkan kesejahteraan dan pembangunan secara berkelanjutan tanpa merusak kelestarian lingkungan.


Hal ini tentu saja bisa diwujudkan sebab landasan penerapan sistem Islam adalah ketakwaan. Setiap perbuatan harus senantiasa terikat dengan seluruh hukum Islam yang ada sehingga berbagai pembangunan yang dilakukan semata-mata untuk mencapai kemaslahatan umat demi meraih rida Rabb-nya. Inilah konsep yang bisa melahirkan keberkahan untuk kehidupan manusia. Segala problem yang umat hari ini hadapi bisa segera teratasi. Harapan warga Bekasi untuk bebas dari rutinitas bencana bisa diwujudkan segera.


Oleh: Ummu Zhafira

Posting Komentar

0 Komentar