Salah satu slogan demokrasi adalah kebebasan dalam kepemilikan. Siapapun boleh memiliki apapun. Kemudian setelah dimiliki, dalam bentuk yang ekstrim adalah mengeksplotasinya. Sebagai contoh yang sangat dekat dengan masyarakat adalah eksploitasi sumber daya alam negeri kita tercinta.
Sudah banyak sekali area di penjuru nusantara termasuk area strategis yang diraup oleh keserakahan oligarki atas nama demokrasi. Hutan Kalimantan contohnya, paru-paru dunia itu kini banyak yang gundul dan banjir besar pun melanda, demi menyenangkan perusahaan besar.
Hutan Indonesia menyimpan keanekaragaman hayati paling kaya di dunia, setidaknya terdapat 30 juta jenis flora dan fauna terdapat di dalamnya. Keseimbangan alam akan terus berlangsung dengan produksi oksigen secara konstan bila hutan Indonesia dipelihara sebagai paru-paru dunia. Sebaliknya, bila keseimbangan alam tidak dijaga apalagi dirusak, pasti punahlah kekayaan alam tersebut.
Dilansir Kompas.com bahwa Manager kampanye Walhi Kalimantan Selatan, M Jefri Raharja mengatakan banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel) Januari lalu lebih parah daripada tahun-tahun sebelumnya. Selain faktor curah hujan yang tinggi, masifnya pembukaan lahan secara terus menerus juga turut andil dari bencana ekologi yang terjadi di Kalimantan selama ini (17/1/2021).
Empat tahun silam Dana Lingkungan Hidup, World Wildlife Fund, sudah memprediksi bahwa Kalimantan akan kehilangan 75 persen luas wilayah hutannya pada 2020 menyusul tingginya laju deforestasi. Hal itu diungkapkan dalam laporan tahunan mengenai situasi lingkungan di kalimantan yang dipublikasikan WWF Indonesia dan Malaysia (DW.com 6/6/2017).
Laporan tersebut juga mengungkap dari sekitar 74 juta hektar hutan yang dimiliki Kalimantan, hanya 71% yang tersisa pada 2005. Sementara jumlahnya pada 2015 menyusut menjadi 55%. Jika laju penebangan hutan tidak berubah, Kalimantan diyakini akan kehilangan 6 juta hektar hutan hingga 2020, artinya hanya kurang dari sepertiga luas hutan yang tersisa.
Sedang tahun ini dilansir dari CNN.com, Greenpeace Indonesia menyebut luasan lahan deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,13 juta hektar atau setara dengan luas 3,5 kali luas Pulau Bali. Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas mengatakan. "Hanya butuh 5 tahun angka deforestasi Indonesia di era Presiden Jokowi telah mencapai separuh angka deforestasi selama 12 tahun," kata Arie (10/11/2021).
Arie lalu menyebut pernyataan pemerintah yang mengklaim penurunan laju deforestasi sebagai prestasi dalam agenda COP26 kemarin terkesan menyamarkan fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan. Belum lagi dampak deforestasi lahan hutan seperti hilangnya keanekaragaman hayati, bencana alam, emisi karbon, dan kesehatan masyarakat. Selain itu habitat satwa langka seperti orangutan juga punah.
Pada tahun 2008 populasi orangutan liar Kalimantan diperkirakan sekitar 56.000 ekor. Sedang saat ini jumlah tersebut sudah sangat berkurang. Orangutan merupakan satu-satunya primata besar endemik yang kini hanya tersisa di pulau Sumatera dan Kalimantan. Ketiga spesies orangutan masuk dalam daftar terancam kritis atau critically endangered (CR) dalam daftar International Union for Concervation of Nature and Natural Resources atau disingkat IUCN.
Kebutuhan ruang untuk pembangunan wilayah perkebunan skala besar, pertambangan, hutan tanaman industri serta infrastruktur menyebabkan adanya alih fungsi hutan yang kemudian berdampak pada tekanan populasi orangutan. Ini sebagai akibat dari habitat orangutan yang hilang (orangutanprotection.com 18/8/2021).
Orangutan Kalimantan ini juga sering ditemui di luar kawasan lindung. Setidaknya dalam periode 2020-2021 saja Centre for Orangutan Protection mencatat ada 36 kasus orangutan yang muncul di wilayah kegiatan manusia. Mulai dari wilayah pertambangan batubara, perkebunan kelapa sawit, pemukiman masyarakat serta pinggir jalan di wilayah Kalimantan Timur.
Alih fungsi hutan dan lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit menjadi penyebabnya. Banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit milik asing, aseng serta konglomerat dalam negeri berjejer dan memiliki lahan di hutan basah Kalimantan.
Deforestasi hutan Indonesia ini bila dikulik dari banyak sisi sangat terlihat akan kerakusan oligarki. Peristiwa ini merupakan salah satu dari banyak sekali contoh eksploitasi sumber daya di negeri tercinta atas dasar demokrasi.
Satu contoh tentang deforestasi hutan Kalimantan dirasa cukup untuk menggambarkan bagaimana ekslpoitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh para pengusaha yang didukung oleh penguasa. Aktivitas alih fungsi lahan ini jelas tidak mensejahterakan rakyat, namun hanya manguntungkan cukong yang berkantong tebal.
Sumber daya alam negeri yang seharusnya diberdayakan dan diolah untuk kesejahteraan rakyat banyak, namun dengan dalih kebebasan kepemilikan dalam demokrasi maka lahirlah ekspoitasi. Rakyat akan selalu menjadi korban dari semua tindakan para kapital. Hal inilah yang nampak di semua penjuru dunia.
Para kapital dengan tangan besinya dan didukung oleh penguasa yang sudah dicocok hidungnya, akan menjalankan aksi mereka, untuk kesejahteraan mereka sendiri. Jumlahnya para capital ini memang tidak banyak, hanya 1 persen diseluruh dunia, namun pengaruhnya membuat penguasa tunduk dan layu di hadapan mereka.
Harta menjadi hal yang diagung-agungkan. Siapa ada harta, dia akan dihormati dan dilayani bak raja. Namun bila pundi-pundinya kosong, pasti akan ditendang dan dibiarkan mati kelaparan. Itulah gambaran dunia yang menggenggam demokrasi. Akankah kita terus mempertahankan demokrasi padahal korban terus bergelimpangan?
Wallahu’alam.
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar