Hari Anti Korupsi, Perlu Gak Ya?

 




Di negeri penuh muslihat, korupsi seolah jadi perkara lumrah. Perburuan menjadi paling kaya, menjadi hobi para abdi negara.” demikian bunyi salah satu kutipan Nazwa Shihab mengenai korupsi. Korupsi kembali menjadi sorotan di negeri tercinta ini. Bagaimana tidak, satu demi satu kasus yang terindikasi korupsi terkuak ke permukaan. 


Kasus terbaru yang menetapkan eks Direktur Utama (Dirut) PT Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) Ario Pramadhi dan Christman Desanto, yang merupakan VP Finance & IT PT JIP, sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan barang atau jasa pembangunan infrastruktur Gigabit Passive Optical Network (GPON) oleh PT JIP pada 2017-2018. Polisi menyebut dugaan kerugian keuangan negara akibat kasus ini Rp 315 miliar. (detiknews.com, 8/12/2021).


Mengguritanya kasus korupsi di tanah air tercinta bagaikan penyakit berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan hal tersebut di dalam acara Puncak Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) dalam Youtube Kemenkeu RI, Rabu (8/12/2021). Sungguh sebuah ironi, bertepatan dengan diperingatinya Hari Anti Korupsi Sedunia pada tanggal 9 Desember justru tingkat korupsi di negeri ini semakin tinggi. 


Diperingatinya Hari Anti Korupsi Sedunia 2021 berangkat dari fenomena sosial, politik dan ekonomi yang mempengaruhi negara di dunia. Selain merusak demokrasi, korupsi memperlambat pembangunan ekonomi dan berkontribusi pada ketidakstabilan pemerintah. 


Melansir situs United Nations, peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia mempunyai perjalanan yang cukup panjang. Tanggal 31 Oktober 2003 lalu, Majelis Umum mengadopsi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menentang korupsi. Majelis Umum PBB juga menetapkan tanggal 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap korupsi dan peran konvensi dalam memerangi dan mencegahnya. Untuk diketahui, Hari Anti Korupsi Sedunia mulai ditetapkan sejak Desember 2005. (detik.com, 6/12/2021).


Adanya praktik korupsi yang pastinya merugikan tersebut ternyata sudah merambah ke semua negara di dunia ini, tidak terkecuali negara-negara yang terkategori maju sekalipun. Hanya bedanya adalah, peringkat tertinggi negara paling korup dipegang oleh negara-negara berkembang, seperti Laos, Korea Utara, Libya. Bahkan beberapa diantaranya adalah negara miskin, seperti Sudan Selatan, Somalia,  dan Venezuela. Sedangkan peringkat korupsi terendah dipegang oleh negara-negara yang terkategori maju, seperti negara Jerman, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Denmark, dan Switzerland. (idntimes.com, 14/10/2021).


Melihat fakta membudayanya praktik korupsi tersebut, baik di negara maju sekalipun meskipun prosentasenya sudah sangat kecil. Timbul pertanyaan mengapa korupsi seakan sulit untuk dihilangkan? Ada beberapa faktor penyebab mengapa korupsi sulit dihilangkan, bahkan menggejala dan terasa kian subur. Menjadi salah satu fitrahnya manusia diciptakan lengkap dengan naluri baqa’ (mempertahankan diri), adanya naluri akan butuhnya eksistensi diri tetapi dengan cara pemenuhan yang keliru. Memandang bahwa cara untuk mempertahankan dan eksistensi diri akan bisa terpenuhi dengan memiliki harta yang melimpah. Sehingga otomatis hidupnya akan dihormati dan dihargai banyak orang.


Dilansir dari situs aclc.kpk.go.id, menyatakan, bahwa selama perilaku materialistik dan konsumtif di dalam masyarakat masih ada, serta sistem politik yang mendewakan materi, maka dapat memaksa terjadinya permainan uang dan korupsi. Korupsi akan terus berlangsung selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, semakin besar pula kemungkinan orang melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan. 


Persepsi yang masih kabur akan batasan bagi istilah korupsi, rendahnya kualitas moral dan integritas individu, juga lemahnya atau bahkan tidak adanya kontrol sosial di masyarakat. Serta jauhnya aturan kehidupan dari nilai-nilai dan tuntunan agama (sekularisme) juga yang menjadi penyebab mendasar maraknya praktik korupsi tersebut.


Menjadi sunnatullah bahwa manusia itu cenderung kepada fitrahnya, yaitu menyukai dan mencintai kebaikan dan kebenaran. Bagaimanapun kerasnya mereka menolak, tetap akan kembali kepada dua standar tersebut dalam menjalani kehidupan, apapun latar belakang pemikiran, budaya dan agamanya. Jikapun pada faktanya mereka, bangsa dan negara yang sekuler tadi berhasil menekan praktik korupsi hingga ke tingkat paling rendah. Semuanya tetap berdasarkan untung rugi, ada manfaat besar yang akan diperoleh  dengan menjauhi  atau meninggalkan perbuatan buruk tersebut dan bukan karena dorongan agama atau adanya keimanan.


Jika di dalam pandangan kehidupan yang memisahkan aturan agama (sekularisme) saja korupsi adalah sebuah perbuatan buruk dan tercela, apalagi di dalam Islam. Islam begitu tegas melarang tindakan korupsi, karena di dalam Islam korupsi bukan hanya perbuatan tercela tetapi juga termasuk kejahatan. 


Islam membagi istilah korupsi dalam beberapa poin, yakni risywah atau suap, saraqah atau pencurian, al-gasysy atau penipuan dan penghianatan. Ketiga hal tersebut adalah perbuatan tercela dan termasuk kedalam perbuatan haram dan yang melakukannya akan mendapatkan dosa besar. Allah Swt berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 29 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu.” 


Selain, dalam surat An-Nisa ayat 29, Allah Swt juga berfirman dalam surat lainnya, yakni Al-Baqarah ayat 188 yang artinya, “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”  


Dengan diterapkannya Islam, meniscayakan meminimalisir bahkan menghilangkan praktik korupsi di negeri ini dan negeri-negeri lainnya. Yang tentunya Islam harus diterapkan secara menyeluruh, sempurna dan bukan setengah-setengah. Wallahualam.


Oleh Anjar Rositawati


Posting Komentar

0 Komentar