Hina identik dengan sesuatu yang buruk atau bahkan sangat buruk. Tapi tunggu dulu, buruk menurut siapa? Ini masih sangat relatif. Karena jika tolok ukur yang digunakan berbeda, maka akan berbeda pula penilaiannya. Miskin adalah sesuatu yang buruk bagi seseorang, tapi belum tentu menurut orang yang lain. Bergelimang harta secara umum mungkin dipandang sesuatu yang baik, namun bisa jadi tetap dianggap buruk bagi sebagian yang lain. Maka untuk menentukan sesuatu itu hina atau muliapun dibutuhkan tolok ukur yang jelas, agar menghasilkan kesimpulan yang satu.
Begitupun pandangan manusia tentang dunia dan hirup pikuknya. Akan sangat beragam pendapatnya. Ada yang menganggap dunia adalah surga karena memberikan begitu banyak kenikmatan baginya. Tapi ada juga yang mengecam dunia karena rasanya seperti di neraka dengan segala kesengsaraan yang dia alami selama hidup. Jika terus mengikuti pemikiran liar manusia, maka tidak akan pernah sampai pada muara yang satu dan benar dalam memahami dunia.
Apa pentingnya kita memahami dunia? Agar kita tahu apa tujuan hidup kita, untuk apa kita diciptakan di dunia ini? Sebagaimana kita menaiki sebuah mobil, tentu kita harus tahu kemana arah tujuan mobilnya. Bayangkan jika kita tidak tahu mau kemana atau akan dibawa kemana? Meskipun mobilnya super mewah dengan kenyamanan kelas atas, lama-kelamaan akan timbul rasa bingung, resah, gelisah, takut dan perasaan tidak menentu lainnya. Karena fitrahnya manusia hidup itu, butuh tujuan. Tujuan hidup sangat menentukan langkah-langkah atau keputusan yang akan diambil. Ke kanan atau ke kiri, maju atau mundur, ambil satu atau dua, pilih dia atau dia, sekarang atau nanti, dan lain-lain dengan konsekuensinya masing-masing.
Nah, siapa yang paling mengetahui tentang dunia? Tidak lain adalah Yang Menciptakan dunia itu. Ya, Dialah Allah Swt. Adakah yang lebih tahu tentang dunia dan seluruh isinya dari Allah Swt Sang Pencipta alam semesta? Bagaimana Allah Swt memandang dunia? Telah banyak disampaikan di dalam Al-Qur'an dan hadis.
Dalam beberapa hadis, Rasulullah bersabda: “Demi Allah, tiadalah perbandingan dunia dengan akhirat melainkan seperti perumpamaan seseorang di antara kamu sekalian yang memasukkan jari-jarinya ke dalam lautan, maka coba perhatikan apa yang dapat ia peroleh”. (HR Muslim). “Demi Allah, sungguh dunia itu lebih hina dalam pandangan Allah melebihi hinanya bangkai ini dalam pandanganmu.” (HR. Muslim). “Seandainya dunia itu sepadan dengan sayap nyamuk di sisi Allah, maka Allah tidak akan memberi minum kepada orang kafir walaupun hanya seteguk air dari dunia itu.” (Imam at-Tirmidzi).
Dari hadits-hadits di atas, ternyata dunia dinilai indah itu oleh manusia. Makhluk lemah yang Allah ciptakan dan tetapkan untuk tinggal di dalamnya. Sementara bagi Allah, dunia tidak ada nilainya, bahkan sesuatu yang hina. Wajar jika siapapun bebas tinggal di atasnya, bebas mengeruk segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, dan berbuat sekehendak hati. Termasuk mereka yang tidak mengakui adanya Allah sekalipun. Ibarat kita memiliki barang rongsokan, tentu dengan senang hati jika ada yang ingin mengambilnya atau bahkan membantu membuangnya. Hina yang menyilaukan, itulah dunia di mata Allah.
Segala potensi dan keindahannya membuat manusia silau hingga lupa bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban atas apa yang diperbuatnya selama di dunia. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya dunia ini indah dan mempesonakan. Sesungguhnya Allah menyerahkan dunia ini kepada kamu sekalian dan Allah akan melihat bagaimana kamu sekalian berbuat atas dunia ini. Maka berati-hatilah kamu sekalian dalam masalah dunia dan berhati-hati pulalah terhadap wanita.” (HR. Muslim).
Setelah tahu bahwa dunia ternyata sesuatu yang hina, masihkah kita mau menghabiskan seumur hidup kita untuk mengejarnya? Rasulullah bersabda: “Bertindaklah engkau di dunia ini seperti orang asing atau orang yang mengembara.” Dan Ibnu Umar menyatakan: “Bila kamu berada pada waktu sore, maka janganlah menantikan waktu pagi. “Bila kamu berada pada waktu pagi maka janganlah menantikan waktu sore. Pergunakanlah masa sehatmu untuk menyonsong masa sakitmu, dan pergunakanlah masa hidupmu untuk menyosong saat kematianmu.” (HR. Bukhari).
Saat kita pergi piknik beberapa hari, pada umumnya ditempat piknik kita akan menikmati suasana secukupnya saja, selebihnya memikirkan oleh-oleh apa yang akan kita bawa pulang. Maka begitulah seharusnya kita perlakukan dunia. Secukupnya menikmati dunia, kemudian lebih fokus mengumpulkan bekal, yaitu amal dan amal, yang nantinya bisa dibawa pulang. Kemana? Ke kampung akhirat. Karena kesanalah kita akan kembali.
Orang baik tidak mungkin berbuat kerusakan di tempat piknik. Begitupun sikap orang beriman selama hidup di dunia. Dia akan menjadikan akhirat sebagai tujuan dan dunia adalah tempat berbuat kebaikan. Orang beriman dan bertaqwa sadar bahwa kehidupan akhirat (surga) jauh lebih baik dan lebih utama dari segala macam kesenangan dunia. Rasulullah bersabda: “Ya Allah, tiadalah kehidupan yang hakiki melainkan kehidupan akhirat.” (HR. Bukhari & Muslim)
Akhirat (surga) tidak sebagaimana dunia yang bebas diberikan kepada siapapun, namun hanya disiapkan untuk orang-orang terpilih. Di dunialah seleksi itu dilakukan, dengan beragam ujian dan cobaan, baik berupa kebahagiaan atau kesedihan, kelapangan maupun kesempitan, kaya atau miskin. Rasulullah bersabda: “Dunia ini adalah merupakan penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Imam Muslim). Akhirnya akan tersaring siapa-siapa saja yang berhasil lulus dan berhak mendapatkan hadiah istimewa, yaitu surga.
Wallahualam.
Oleh Anita Rachman
0 Komentar