Kasus pelecehan seksual terhadap santri di sebuah Pondok Pesantren Manarul Huda Antapani, Bandung, Jawa Barat kian viral di jagat media. Kekerasan seksual terhadap perempuan ini terus digoreng guna memuluskan proyek Barat melalui tangan umat Islam sendiri yakni RUU PPKS dan Permendikbud. Namun, bukan hanya itu didalamnya juga ada proyek moderasi beragama yang kian menggema.
Dikutip dari liputan6.com, Kementerian Agama akan melakukan investigasi kepada seluruh lembaga pendidikan madrasah dan pesantren. Hal ini dilakukan buntut dari kasus perkosaan belasan santriwati oleh gurunya Herry Wirawan di Pesantren Manarul Huda Antapani, Bandung, Jawa Barat.
"Kita sedang melakukan investigasi ke semua lembaga pendidikan baik madrasah dan pesantren. Yang kita khawatirkan ini adalah puncak gunung es. Kita menurunkan tim untuk melihat semua dengan melibatkan jajaran Kemenag di daerah masing-masing," kata Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan pers
(liputan6.com, 11/12/2021).
Berdasarkan fakta ini, menjadi sebuah pertanyaan mengapa hanya pondok pesantren dan madrasah saja yang kemudian diinvestigasi. Memang bahwa kasus ini tidak boleh dibiarkan karena akan dikhawatirkan menjadi blunder buat pondok pesantren yang tidak melakukan hal tersebut. Namun tentu pemerintah juga harus menginvestigasi lembaga lainnya yang diluar Islam, karena kasus serupa juga banyak terjadi.
Seperti dikutip dari Voaindo esia.com,
Sedikitnya 21 korban pencabulan di Gereja Paroki Santo Herkulanus di Depok, Jawa Barat, telah melapor pada tim pendamping korban sepanjang pekan lalu. Kuasa hukum mereka berharap pelaku dihukum seumur hidup.
Kuasa hukum anak-anak korban pencabulan di Gereja Paroki Santo Herkulanus Depok, Azas Tigor Nainggolan mengatakan ada 21 korban yang berusia 11-15 tahun yang melapor ke tim pendamping korban per Kamis (25/6). Tigor memperkirakan jumlah korban pencabulan yang dilakukan SPM (pembimbing anak di gereja) akan terus bertambah seiring investigasi internal gereja terhadap kemungkinan adanya korban lain
(VOAIndonesia.com,29/06/2020).
Arus moderasi beragama yang kian massif menunjukan bahwa betapa Barat enggan Islam menjadi agama yang memimpin peradaban. Hal ini sebagaimana yang telah terjadi di masa lalu saat Islam jaya. Kasus -kasus yang menjerat kaum muslim terus diangkat seakan bahwa Islam biang masalah. Kasus pelecehan seksual yang terjadi di lembaga keislaman, yang kian santer hingga terus diblow up media seakan menjadi bukti keburukan Islam.
Coba saja lihat bagaimana respon masyarakat ketika terjadi kasus pelecehan seksual ini, opini yang berkembang yakni bahwa pesantren dinilai buruk. Bahkan ustaz yang selama ini dianggap orang yang paham agama dan taat kini justru patut dicurigai. Lebih parahnya lagi ada ungkapan untuk tidak memasukkan ke pesantren lagi, karena dikhawatirkan terjadi kasus serupa.
Sementara pihak pemerintah justru menilai untuk menyisipkan paham moderasi beragama terutama kepada pondok pesantren dan madrasah yang dianggap radikal versi Barat. Berbagai kurikulum pendidikan versi moderasi saat ini memang terus disiapkan. Salah satu proyek yang jauh dari nilai Islam contohnya, Permen PPKS ataupun RUU TPKS. Kedua kebijakan ini lebih mengutamakan nilai-nilai kebebasan seksual yang menyampingkan nilai Islam.
Radikalisme dan Moderasi Beragama Menyasar Lembaga Umat Islam.
Sejalan dengan berbagai proyek global pemerintah dengan badan-badan dunia, proyek moderasi ini akan santer dibicarakan. Ketakutan Barat terhadap bangkitnya dunia Islam menjadi bukti saat ini memang Barat tidak main-main dalam memuluskan proyek moderasi beragama ini.
Ironinya justru yang menjadi agen Barat justru orang Islam itu sendiri. Sadar atau tidak mereka (penguasa muslim) menyebarkan proyek moderasi beragama dipaksakan kepada rakyatnya sendiri. Mereka (agen Barat) menganalogikan bahwa sikap pertengahan (moderat) beragama berpatokan terhadap surat Al Baqarah ayat 143:
"Demikian pula, Kami telah menjadikan kalian (umat Islam)sebagai umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad)menjadi saksi atas perbuatan kalian".(TQS.al-Baqarah (2) 143).
Mereka menyatakan dari ayat ini bahwa kedudukan pertengahan umat Islam dari metode dan peraturan umat yang bersifat tengah-tengah. Di dalamnya tidak ada sikap berlebih-lebihan ala Yahudi dan Nasrani. Menurut mereka wasath artinya adil. Adil menurut mereka artinya pertengahan. Padahal, makna yang sahih adalah bahwa umat Islam merupakan umat yang adil.
Sementara keadilan menjadi salah satu syarat seorang saksi dalam Islam. Bahwa kelak umat Islam akan menjadi saksi di akhirat kelak atas umat lain. Hal ini karena umat Islam telah menyampaikan risalah kepada mereka. Dengan demikian istilah moderasi beragama (sikap pertengahan) tidak ada dalam Islam. Sikap ini hanyalah sebuah sikap yang diaruskan Barat untuk mengobok-obok ajaran Islam. Menerima paham Barat, lunak terhadap nonmuslim sekalipun harus menggadaikan akidahnya sendiri.
Sungguh umat Islam akan terus dibodohi dengan proyek manis berbalut racun yang mematikan. Bisa dipastikan jika kemudian umat Islam tidak waspada akan semakin jauh dari ajaran agama Islam yang mulia. Benci hingga fobia akan mengikuti para generasi umat Islam ini. Bahkan lembaga-lembaga yang tadinya mendakwahkan Islam kafah justru akan rusak jika terus dicekoki melalui kurikulum pendidikannya. Walhasil tidak akan melahirkan generasi yang taat syariat justru menjadi generasi pembebek Barat.
Wallahualam.
Oleh Heni Ummu Faiz
0 Komentar