Sejumlah kebiadaban, pembunuhan, pembantaian dan pemerkosaan dilakukan oleh KKB di Papua, bahkan beberapa waktu yang lalu dia disematkan sebagai terorisme. Tetapi, semua itu seolah itu tidak membuat mereka mendapat perlakuan sepadan dari pejabat negeri ini. Malah, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman berpesan kepada prajuritnya yang bertugas di Bumi Cendrawasih supaya mencintai rakyat Papua.
Hal itu disampaikan Dudung saat memberikan arahan kepada prajurit TNI di Markas Kodam XVII/ Cenderawasih, Jayapura, Papua. Dudung berpesan agar Satgas TNI AD yang bertugas di Papua jangan menganggap kelompok kriminal bersenjata (KKB) sebagai musuh, tetapi menganggap mereka sebagai rakyat yang perlu dirangkul dengan hati yang suci dan tulus, serta diberi pemahaman tentang NKRI. Ia meminta supaya prajurit TNI dapat mengajak mereka untuk bersama-sama bergabung membangun Papua. Sebab, mereka adalah saudara se-Tanah Air (Nasional.kompas.com, (23/11/2021).
Pernyataan ini sontak membuat ramai publik. Betapa tidak, detik.com,15/2/2021, melansir ada sebanyak 12 aksi kejahatan yang dilakukan KKB dalam bulan Januari 2021 saja. Mulai dari pembakaran pesawat perintis, hingga penembakan terhadap aparat keamanan. Atas rentetan teror KKB, pada 10 Februari lalu, 359 orang warga Intan Jaya, Papua dikabarkan mengungsi ke gereja dan sejumlah tempat lainnya. Warga mengaku takut dengan adanya teror KKB. Mereka memilih mengungsi dibanding menetap di rumah.
Sementara, DetikNews.com, 26/11/2021, juga menyampaikan sepanjang 2021, tercatat KKB tidak berhenti membuat onar. Mereka menyerang aparat TNI-Polri, warga, bahkan tenaga kesehatan (nakes). Mereka juga merusak fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos). Kekejian KKB juga membuat masyarakat Papua ketakutan, hingga sempat mengosongkan kampung dan mengungsi ke kantor TNI dan Polri. Demikian daftar kejahatan KKB yang semakin merajalela. Bagaimana mungkin mereka harus dirangkul dengan semua kejahatan yang mereka lakukan.
Oleh sebab itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan bahwa sudah waktunya negara menindak tegas teroris kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua dengan menurunkan seluruh matra kekuatan yang dimiliki. Tidak boleh ada lagi toleransi terhadap teroris KKB untuk melakukan aksi kejahatan yang meresahkan masyarakat serta mengakibatkan korban jiwa. Teroris Papua itu harus ditumpas habis.(beritasatu.com, 19/9/2021).
Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi menyarankan, agar Jenderal Dudung menjadi diplomat dibanding menjabat sebagai KSAD jika ingin merangkul Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. KKB itu sudah dikategorikan sebagai gerakan separatis, bahkan teroris Seharusnya AD sudah ambil sikap tegas bela NKRI untuk menghadapi KKB. Bagaimana TNI mau rangkul KKB padahal KKB telah membunuh TNI-Polri dan Rakyat. TNI AD bukanlah juru lobi dan diplomasi. Karena, tugas TNI AD adalah membela dan mempertahankan bangsa dan kehormatan negara. Bukan berdiplomasi dengan KKB. Kalau KSAD mau berdiplomasi dengan KKB, sebaiknya jadi diplomat saja, ujar muslim (Politik.rmol.id, 24/11/2021).
Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto, Jenderal Dudung ini memang khusus bikin pernyataan kontroversi, saat ini mungkin pernyataannya lebih cocok kalo dia sebagai Menko Polkam, bukan KSAD yang berperan sebagai pelaksana UU, bukan pihak yang menafsirkan UU dan apalagi pembuat UU," ujar Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (26/11).
Satyo menyindir Dudung yang pernah memerintahkan untuk mencopot baliho Habib Rizieq. Semoga saja terpilihnya beliau sebagai KSAD lebih karena prestasinya, bukan hanya karena berhasil bikin pernyataan kontroversi. Sejak menurunkan baliho, meminta pembubaran ormas FPI, menurutnya semua agama benar dan kali ini pernyataannya sama saja dengan menganulir UU 5/2018 tentang Terorisme," papar Satyo.
Sehingga, semakin kuat sinyalemen lemahnya Pemerintah menghadapi KKB. Bahkan juga kurang kuatnya bargaining position Pemerintah menghadapi tuntutan Beni Wenda, salah satu tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM) menginisiasi untuk menempuh jalur diplomasi di tingkat Internasional demi memperjuangkan Papua merdeka. Seharusnya, tidak ada kompromi sedikitpun.
Apalagi merangkul separatis dan teroris Papua, tetapi harus dibasmi sampai ke akar-akarnya. Termasuk memutus akses negara-negara luar dan kepentingan asing maupun aseng dalam konflik di Papua. Independensi negara untuk memutuskan nasib sendiri dengan tetap menjaga kesatuan wilayah negara lebih diutamakan. Banyak pihak memang yang berkepentingan terhadap Papua, karena kekayaan alamnya yang luar biasa besar.
Dilansir dalam Akurat.co, 25/10/2019, Analis Keamanan dan Konsultan Keamanan, Alto Labetubun dalam dialog khusus 'Campur Tangan Asing Dibalik Rusuh dan Separatis di Papua, di kawasan Gajah Mada. 'Dia mengatakan campur tangan asing atau negara lain adalah sebuah hal wajar dalam dunia global dilihat dari dua sisi, pertama soal interest dan kedua involvement. Tentunya, asing punya kepentingan di Papua. Mereka punya investasi di Papua ada Freeport, BP, Newmont, PetroChina, belum lagi perusahaan sawit dan lain lain, jadi investor itu ingin stabilitas. Jadi soal kepentingan asing tentu ada, kata Alto.
Kemudian lanjutnya, soal involvement khususnya terhadap kasus yang terjadi terakhir ini, segala kemungkinan itu ada. Ada negara-negara yang dijadikan wadah bagi kelompok yang ingin menyuarakan kemerdekaan Papua diberi ruang untuk berbicara dalam konteks kebebasan berpendapat. Jika ditarik kebelakang, memang grevance dari orang Papua masih belum sepenuhnya didengar sejak 1960 yang difasilitasi oleh PBB.
Grevance tersebut sampai saat ini belum terselesaikan. Dengan demikian, ada potensi luka-luka belum terselesaikan yang dimanfaatkan pihak lain untuk kepentingan lainnya. Termasuk adanya kesenjangan sosial dan ekonomi di Papua, tanah kaya namun mayoritas rakyatnya tetap miskin dan terbelakang.
Semua ternyata tidak bisa dilepaskan dari lemahnya kebijakan Pemerintah dalam menghadapi KKB dan adanya dominasi keterlibatan asing di Papua. Misalnya untuk mengamankan Investasi mereka di Pulau Ujung Indonesia yang terkenal subur dan kaya itu, yakni Amerika Serikat. Amerika sebagai negara kuat dengan pengaruh dan ideologi kapitalismenya paska perang dunia kedua, akan terus melihat momen besar bagaimana bisa menguasai wilayah yang masuk dalam "jajahan"nya. Imperialisme gaya baru dengan dominasi ekonomi dan militer tampaknya akan terus menjadi entry point' melindungi semua kepentingannya di Indonesia, negeri kaya raya Zamrud Khatulistiwa ini.
Termasuk bayang-bayang kepentingan Cina juga bergerak di negeri ini. Terbukti AS dan Cina adalah aktor penting dalam konfigurasi geopolitik dunia saat ini. Dua negara dengan ekonomi terbesar ini jelas memiliki kepentingan tersendiri. AS juga menganggap Indonesia penting bagi stabilitas dan kemajuan di Asia Tenggara - wilayah utama dalam Strategi Indo-Pasifik AS. (Theconversation.com,18/9/2019).
Jadi, Indonesia akan terus menjadi hidangan empuk bagi negara-negara kuat, karena Indonesia hanya negara pengikut dalam percaturan global yang tidak mampu menentukan nasibnya sendiri. Oleh karena itu, negara-negara kuat akan terus mendominasi kebijakannya demi memuluskan kepentingan mereka. Sepertinya sudah saatnya negara mayoritas muslim ini kembali kepada habitat alaminya dengan mendasarkan sistem hidupnya kepada Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-sunnah.
Karena telah jelas Allah mengatur dalam hadits Rasulullah: “Taraktu fiikum amraini maa in tamassaktum bihimaa lan tadhilluu’abadan Kitaaballaahi wa sunnata rasuulihi" Artinya: "Aku tinggalkan kepada kamu dua hal (pegangan); jika kamu berpegang kepada keduanya, kamu tidak akan tersesat selama-lamanya".
Pegangan itu adalah Kitabullah (Al Quran) dan Sunnah Rasul Saw. (Khutbah Nabi Muhammad, Rasulullah Saw. pada Hijjatul Wada’). Hadits di atas menerangkan bahwa Rasulullah Saw. mewariskan pada umatnya dua hal yaitu kitabullah (Alquran) dan Sunah. Semua umat Muhammad bisa menjadikan keduanya sebagai petunjuk agar tidak tersesat selamanya dengan syarat mereka ber-tamassuk pada keduanya.
Menurut Mu’jam al-Ghaniy, lafaz at-tamassuk semakna dengan al-i’tisham yakni berpegang teguh dan menggenggam kuat agar tidak terlepas. Jadi, sudah tidak ada pilihan lain saatnya umat Islam berpegang kembali kepada inti agamanya. Yakni kembali kepada 2 warisan hakiki dari Rasulullah tersebut, agar segera meraih hidup mulia dan sejahtera dibawah naungannya, Wallahu a'lam bi asshawwab.
Oleh Hanin
0 Komentar