Walikota Bogor Bima Arya menjanjikan ingin menaikkan bonus atlet yang awalnya Rp 50 juta menjadi Rp 100 juta pada pekan olahraga daerah (porda) Jawa Barat mendatang. Hal ini disampaikan dihadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bogor dan puluhan atlet serta pelatih Kota Bogor, yang telah berjuang di PON XX Papua 2021. Kenaikan bonus ini sebagai bentuk apresiasi Pemkot Bogor dan untuk memotivasi para atlet meraih juara untuk mengharumkan nama daerah. “Ini buah perencanaan strategis kerja keras dari semua atlet dan pelatih. Ketua KONI, pelatih semua layak dapat bintang dan layak dapat bonus lebih,” ujarnya.
Kepala Dispora Kota Bogor Herry Karnadi mengatakan janji kenaikan bonus atlet Walikota itu wajar. Sebab para atlet perwakilan Bogor menorehkan prestasi cemerlang. Total perolehan medali Kota Bogor di PON sebanyak 23 emas, 14 perak dan 15 perunggu. Torehan ini merupakan capaian terbaik kota Bogor sepanjang PON. Fakta menariknya, dari 23 emas yang didapat paling banyak di sumbang dari cabang olahraga menembak dan dayung yang latihannya tidak di Bogor (Liputan6, 15/11/2021).
Bentuk apresiasi yang dilakukan Pemkot Bogor kepada para atlet perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak, terhadap upaya yang telah dilakukan oleh para atlet. Namun, seharusnya pemerintah bukan hanya memberikan apresiasi berupa bonus kepada para atlet saja karena telah mengharumkan nama daerah. Hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial ditengah masyarakat, karena masih banyak bidang lain selain bidang olahraga yang perlu juga mendapatkan apresiasi dari pemerintah atas upaya yang juga ikut mengharumkan nama daerah/negara. Banyak para siswa dan guru yang sudah ikut mengharumkan nama bangsa dalam kancah olimpiade sains, matematika dan yang lainnya. Tetapi mengapa para siswa dan guru yang juga memiliki prestasi ini tidak mendapatkan perhatian yang sama seperti halnya perhatian yang diberikan pemerintah kepada para atlet.
Selama ini yang terlihat pemerintah, baik pusat maupun daerah hanya memberi perhatian lebih kepada para atlet-atlet saja, sedangkan selain atlet perhatian tersebut sangat kurang bahkan tidak mendapatkan perhatian sama sekali apalagi mendapat bonus dari pemerintah. Padahal jika kita melihat upaya yang telah dilakukan oleh guru yang sering disebut dengan pahlawan tanpa tanda saja ini sangatlah luar biasa. Mereka telah berjasa dalam dunia pendidikan yang mampu mencetak para siswa yang menguasai sains, matematika, dan yang lainnya. Bukankah ini juga prestasi yang sangat membanggakan bagi negara, apabila para generasi negeri ini terdepan dalam sains dan teknologi?
Perbedaan perhatian dan apresiasi kepada seluruh rakyat yang telah berjasa mengharumkan nama negara harusnya tidak dilakukan oleh negara. Karena semua rakyat memiliki hak yang sama untuk mendapatkan fasilitas dari negara, dan hal tersebut merupakan kewajiban negara yang harus ditunaikan. Namun, jika kita melihat kondisi negara ini, dimana masih banyak kepentingan rakyat yang urgen yang membutuhkan dana dari negara. Contohnya di Kota Bogor ini banyak jalan-jalan yang rusak, baik longsor maupun amblas. Jika hal ini dibiarkan, maka akan membahayakan jiwa para pengguna jalan yang mereka menggunakan jalan tersebut untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Bonus tersebut seharusnya bisa dialihkan untuk perbaikan jalan, perbaikan sekolah atau kepentingan rakyat lainnya, yang sejak wabah pandemi melanda perekonomian rakyat menjadi porak poranda. Dan rakyat sangat membutuhkan uluran tangan pemerintah untuk hadir memenuhi kebutuhan ekonomi rakyatnya, yang notabene menjadi tupoksi utamanya.
Tidak dipungkiri, kesulitan hidup yang harus dijalani oleh rakyat akibat penerapan sistem kapitalis sekuler ini, membuat rakyat harus berfikir keras untuk mencari sumber penghasilan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan peran negara dalam sistem ini sangatlah minim untuk membantu rakyat mengatasi persoalan perekonomiannya. Bahkan rakyat diarahkan untuk mandiri menyelesaikan masalah hidupnya tanpa harus melibatkan atau membebani negara. Adapun pemberian bonus kepada para atlet, tidak lantas menjadikan kehidupan mereka sejahtera, pasalnya para atlet hanya mampu memberikan prestasi terbaiknya dikala usia produktifnya, tetapi tidak ada jaminan kehidupan mereka di masa tuanya kelak.
Inilah potret kehidupan yang merujuk pada sistem yang menihilkan peran agama dari kehidupan. Hanya melihat jasa atlet jika mampu mengharumkan nama negara, tetapi jika para atlet tersebut sudah tidak mampu berprestasi lagi maka nasib mereka sama dengan rakyat kebanyakan yaitu mereka diabaikan dan diarahkan mandiri secara ekonomi. Ironis, periayahan sistem ini terhadap rakyat yang hanya memberikan perhatian sesaat jika mampu memberikan prestasi yang dapat mengharumkan nama negara.
Potret kehidupan ini tidak akan kita jumpai dalam sistem Islam (khilafah). Khilafah memandang rakyat dengan posisi yang sama, yaitu sebagai pihak yang harus dilayani dan dipenuhi kebutuhannya tanpa adanya perbedaan status sosial (berprestasi atau tidak). Hal ini tak lepas dari penerapan sistem ekonomi Islam yang sesuai dengan syariat. Yang menetapkan anggaran untuk kemaslahatan rakyat berbasis baitul mal dan bersifat mutlak. Baitul mal sebagai institusi khusus dan pengelola semua harta yang diterima dan dikeluarkan negara sesuai ketentuan syariat.
Sebagai contoh bagaimana perhatian khilafah kepada para guru dengan memberi gaji yang layak, dan hal ini diabadikan oleh tinta emas sejarah peradaban Islam. Pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab, di kota Madinah ada 3 orang guru yang mengajar anak-anak, khalifah Umar memberikan gaji kepada mereka masing-masing 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas atau sekitar Rp 44.625.000, jika harga emas per gramnya Rp 700.000).
Khilafah sangat menyadari peran guru sebagai pendidik yang sangat berjasa untuk mengajarkan dan mentansfer ilmu kepada para generasi sesuai yang dikehendaki oleh Allah swt. Sehingga di masa kejayaan Islam banyak melahirkan para polymath dan para penemu, yang tak lepas merupakan hasil kontribusi dari para guru. Bukan hanya guru yang mendapatkan perhatian dari khilafah, bahkan para siswa pun mendapatkan tunjangan bulanan dari negara. Fakta ini menunjukkan bahwa khilafah memberikan perhatian kepada seluruh rakyatnya, bukan karena kompensasi yang telah diberikan rakyat pada negara. Bahkan rakyat yang tidak memiliki prestasi pun wajib mendapatkan perhatian dan fasilitas dari negara, baik pendidikan, kesehatan,keamanan, ekonomi dan lain sebagainya.
Mekanisme periayahan negara seperti ini yang diimpikan dan dirindukan oleh umat dalam kehidupan mereka. Dan tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalisme. Sudah saatnya kita merapatkan barisan memperjuangkan sistem Islam kaffah yang menjadi landasan aturan kehidupan umat dalam naungan khilafah. Agar kesejahteraan dan kemakmuran hidup bisa kembali umat rasakan, serta keberkahan menyelimuti perjalanan hidup umat dalam suasana yang diridhoi oleh Allah swt. Wallahu a’lam.
Oleh Siti Rima Sarinah
Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban
0 Komentar