Mengentaskan Kasus Stunting Butuh Solusi Sistemik

 


Stunting adalah kekurangan gizi pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Karena mengalami kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seusianya. Kasus stunting banyak terjadi hampir di seluruh dunia. Berbagai upaya dilakukan dunia untuk mengatasi kasus stunting, termasuk Indonesia.

Kota Bogor tercatat memiliki 6.311 balita yang mengalami stunting. Untuk mengurangi angka stunting, Dinas Kesehatan Kota Bogor memberikan makanan tambahan yang dananya diambil dari APBD dan APBN. Selain itu, Dinas Kesehatan juga melibatkan posyandu-posyandu untuk melakukan pemantauan pertumbuhan balita dan  mendistribusikan obat-obatan hingga multivitamin bagi ibu hamil dan balita. Juga melakukan kerjasama lintas sektor melalui konvergensi stunting. Diharapkan pada tahun 2022 mendatang angka stunting di Kota Bogor bisa terus mengalami penurunan. (AyoBogor, 2/12/2021)

Masalah stunting penting untuk diselesaikan karena akan mempengaruhi kualitas potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak. Data Bank Dunia mengatakan ada 54% angkatan kerja yang pada masa bayinya mengalami stunting.  Hal inilah yang membuat stunting menjadi perhatian serius pemerintah.

Awal tahun 2021, pemerintah Indonesia menargetkan angka stunting turun menjadi 14% ditahun 2024. Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala BKKBN, dr. Hasto Wardoyo, Sp.O.G menjadi ketua pelaksana percepatan penurunan stunting. dr. Hasto mengatakan angka stunting disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi. Diantara 5 juta kelahiran bayi setiap tahunnya, sebanyak 1,2 juta bayi lahir dengan kondisi stunting.

#IndonesiaCegahStunting mempersiapkan generasi emas 2045, adalah slogan pemerintah untuk mengatasi stunting. Sehingga pemerintah begitu gencarnya melakukan berbagai macam upaya  untuk menurunkan angka stunting di Indonesia. Namun sayangnya, upaya yang dilakukan pemerintah tidak menyentuh akar permasalahan utama mengapa kasus stunting terus merangkak naik.

Bahkan kondisi pandemi Covid-19 selama hampir 2 tahun ini semakin menambah jumlah kasus stunting. Perekonomian masyarakat yang sulit akibat pandemi Covid-19, membuat masyarakat kesusahan untuk mendapatkan sumber mata pencaharian. Hal ini mempengaruhi kualitas konsumsi dalam keluarga. Hal ini pun tak lepas dari berbagai kebijakan pemerintah dalam mengatasi penyebaran Covid-19, yang akhirnya berdampak pada perekonomian rakyat.

Solusi tambal sulam, menjadi senjata pamungkas pemerintah yang berkhidmat pada sistem yang menihilkan peran agama dalam kehidupan (sekularisme). Apapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi kasus stunting dan permasalahan panjang yang dihadapi oleh negeri ini, takkan membuahkan hasil, selama akar masalahnya tidak dituntaskan.

Pasalnya, kehadiran pemerintah dalam sistem ini, bukan sebagai pelayan rakyat dalam memenuhi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh masyarakat. Kita telah melihat selama masa pandemi, pemerintah hanya mencukupkan diri memberikan bantuan sosial ala kadarnya kepada masyarakat. Alih-alih dapat mencukupi nilai gizi yang dibutuhkan oleh bayi dan ibu hamil, malah bantuan tersebut di korupsi oleh oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab.

Ironis memang, hidup di negeri yang dikenal dengan zamrud khatulistiwa dan memiliki kekayaan alam yang luar biasa, namun rakyatnya hidup bergelimangan kemiskinan dan kelaparan. Rakyat tidak menikmati hasil kekayaan alam, yang notabene milik mereka. Karena kekayaan alam ini justru diserahkan kepada asing. Rakyat hanya diberikan bantuan yang minim, itupun tidak didapatkan secara merata.

Fakta di atas sangat jauh berbeda dibandingkan dengan pengurusan penguasa (Khalifah) di dalam sistem islam. Khalifah hadir untuk menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok semua rakyatnya tanpa terkecuali. Karena tupoksi seorang Khalifah adalah pelayan rakyat, kapan pun rakyat membutuhkannya ia senantiasa hadir di samping rakyatnya. Hal ini sangat mampu diwujudkan dengan penerapan sistem ekonomi sesuai hukum syara’.
Kisah Khalifah Umar bin Khattab, yang setiap malam melakukan sidak, untuk memastikan seluruh rakyatnya tidur dalam keadaan perut kenyang. Hingga sampai di sebuah pondok ia mendengar anak-anak yang menangis karena kelaparan. Sang ibu terlihat memasak sesuatu di tengah pondok dikelilingi anak-anak yang menangis. Sang ibu berharap anak-anaknya lelah menunggu masakan matang hingga akhirnya tertidur. Padahal yang dimasaknya adalah batu. Melihat kondisi itu Umar bin Khattab bergegas menuju ke baitulmal untuk mengambil dan membawakan sendiri bahan makanan, serta memasakkan makanan hingga anak-anak itu bersama ibunya bisa makan.

Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab harusnya menjadi teladan bagi pemimpin negeri-negeri muslim saat ini. Pemimpin yang peduli terhadap nasib rakyat dan tidak membiarkan satu pun rakyatnya kelaparan. Hal ini dilakukan Khalifah Umar karena ia takut kelak dimintai pertanggungjawaban atas amanah menjadi pemimpin rakyatnya.

Adakah sosok pemimpin seperti ini di negeri-negeri kaum muslimin saat ini? Sepertinya mustahil adanya, karena pemimpin seperti Khalifah Umar bin Khattab hanya lahir dari sistem yang berasal dari sang pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan, yaitu Allah Swt. Pemimpin bervisi akhirat seperti inilah yang dirindukan rakyat, bukan sosok pemimpin yang sekedar tebar pesona demi mendapat simpati rakyat.

Pemimpin dalam sistem sekuler kapitalis tidak memiliki visi akhirat. Terlebih lagi penerapan sistem ekonomi kapitalis tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat karena pada hakikatnya sistem ekonomi kapitalis justru lebih berpihak pada para kapital (pemilik modal), bukan berpihak pada rakyat. Selama pemimpin bertahkim pada hukum sekuler, menafikan hukum Allah, maka bukan hanya kasus stunting yang akan sulit diatasi, bahkan seluruh permasalahan yang dihadapi rakyat takkan mungkin terselesaikan.

Oleh karena itu, sudah saatnya seluruh kaum muslimin bersatu untuk memperjuangkan kembali agar hukum Allah dapat diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan umat manusia dengan tegaknya khilafah. Agar rakyat bisa merasakan hidup yang sejahtera dan mendapatkan keberkahan dan keridaan dari Rabb-nya. Wallahu a’lam.


Penulis : Siti Rima Sarinah 

Posting Komentar

0 Komentar