Mengurai Benang Kusut Kesenjangan Ekonomi Demi Kejayaan Umat


Pada Mukhtamar Nasional Rabithah Alawiyah ke-25, Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Habib Zen Bin Smith menyatakan, umat harus fokus terhadap penguatan ekonomi umat melalui pemberdayaan sumber daya manusia saat pandemi Covid-19.


Habib Zen menilai, kesenjangan sosial dan ekonomi Umat Islam merupakan persoalan fundamental yang mesti diselesaikan. Pasalnya, kesenjangan sosial pada umat menjadi ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa. (www.rm.id, 4 Desember 2021)
Kesenjangan ekonomi memang masih menjadi momok di negeri ini. Sebenarnya benang kusut masalah ini telah menjadi permasalahan dunia bukan di negeri +62 saja.

Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan Bank Dunia Marie Elka Pangestu mengemukakan, kesenjangan ekonomi tak bisa terelakkan dalam situasi krisis akibat Covid-19. "Bank Dunia memperkirakan 70 hingga 120 juta orang di dunia akan masuk ke dalam kemiskinan," kata Marie dalam acara 'Indonesia Economic Prospect' yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (16/7/2020).(www.suara.com)

Sementara di lain pihak ada kelompok masyarakat yang mengalami kenaikan kekayaan yang cukup fantastis. Menurut lembaga keuangan Credit Suisse melalui KOMPAS.com, jumlah penduduk dengan kekayaan bersih sebesar 1 juta dollar AS atau lebih di Indonesia mencapai 171.740 orang pada tahun 2020. Angka tersebut melonjak 61,69 persen secara year on year (yoy) dari jumlah tahun 2019 sebanyak 106.215 orang.

Tak hanya itu, jumlah penduduk Indonesia yang memiliki harta kekayaan mencapai lebih dari 100 juta dollar AS pada 2020 sebanyak 417 orang. Angka tersebut naik sebesar 22,29 persen dari tahun sebelumnya.

Penduduk yang masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia juga mengalami lonjakan nilai kekayaan yang cukup signifikan selama pandemi Covid-19. Menurut data yang dikutip dari Forbes melalui KOMPAS.com, Budi Hartono, orang paling kaya di Indonesia, kekayaannya naik lebih dari 50 persen pada tahun 2021.

Bos Djarum itu tercatat memiliki kekayaan senilai 13,6 miliar dollar AS atau sekitar Rp195,84 triliun (kurs Rp14.400) pada tahun 2020. Jumlah tersebut naik sebesar 50,73 persen pada tahun 2021 menjadi 20,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp295,2 triliun.
Sedangkan Michael Hartono yang menempati posisi kedua dalam daftar orang terkaya di Indonesia, kekayaannya juga naik 51,53 persen dari 13 miliar dollar AS pada tahun 2020 menjadi 19,7 miliar dollar AS pada tahun 2021. (www.kompas.com)

Kesenjangan ekonomi seperti ini niscaya terjadi dalam penerapan sistem ekonomi kapitalis. Karena sistem ini hanya memperdulikan pertumbuhan ekonomi yang diukur oleh salah satu indikatornya berupa naiknya Produk Domestik Bruto (PDB), tanpa memikirkan pemerataan kekayaan ekonomi untuk seluruh rakyat.

Padahal, tren nilai PDB Indonesia pernah terus meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) mencatat PDB negeri ini atas harga konstan 2010 senilai Rp 8,16 ribu triliun pada 2013. Dengan kenaikan rata-rata tahunan 5%, angkanya menjadi Rp 10,95 ribu triliun pada 2019. (WWW.katadata.co.id, 23 Januari 2021)

Peningkatan tersebut menunjukkan Indonesia semakin sejahtera secara hitungan ekonomi. Namun, kesejahteraan tersebut ternyata belum mampu dinikmati seluruh rakyat. Ketimpangan ekonomi yang dalam masih terjadi di negeri ini.

Ketika negeri jiran Malaysia mampu menurunkan angka koefisien gini (indikator kesenjangan ekonomi dengan skala 1-100, semakin besar semakin sempurna kesenjangannya) dari 47,7 poin pada 1990-an menjadi 46,2 poin pada 2000-an, ketimpangan ekonomi di Indonesia justru makin dalam. Koefisien gini Indonesia meningkat dari 29,2 poin pada 1990-an menjadi 38,9 poin pada 2011.

Menurut Bank Pembangunan Asia (ADB), ketimpangan sosial di Indonesia naik 1,4% per tahun. BPS pun mencatat rasio gini di Indonesia masih berfluktuasi dari tahun ke tahun meski cenderung menurun.

Angkanya dapat meningkat sewaktu-waktu ketika Indonesia tak siap dengan guncangan, seperti pandemi Covid-19. Kondisi tersebut tak banyak berpengaruh bagi kalangan atas, namun amat terasa bagi kalangan bawah. Masyarakat miskin akan semakin terpuruk, sedangkan yang rentan dengan mudahnya jatuh ke dalam kemiskinan.

Ini membuktikan konsep distribusi kekayaan dalam sistem ekonomi kapitalisme gagal dalam menjamin keadilan distribusi ekonomi. Dalam sistem ini proses ekonomi seperti distribusi, produksi, dan konsumsi barang dan jasa sebagai pemuas kebutuhan diserahkan kepada mekanisme pasar bebas dengan harga sebagai panglimanya.

Hal ini membuat individu bisa menguasai apapun termasuk harta milik umum dan negara asalkan dia mampu membayar harganya. Akhirnya, harta berkumpul hanya pada orang-orang yang kuat. Kuat secara finansial.

Dengan kekuatan finansialnya, mereka mampu mengakses berbagai faktor produksi, mengonsumsi barang dan jasa, dan mereka pun bisa menguasai politik demokrasi hingga kebijakan-kebijakan politik akan pro pada orang kaya. Liberalisasi ekonomi pun terjadi. Peran utama ekonomi diambil alih oleh swasta. Swasta mendominasi jatah kue ekonomi bahkan pemerintahan pun dikuasai oligarki.

Orang lemah? Dia akan kalah dalam pertarungan. Hanya bisa duduk terpekur di pojokan sambil gigit jari. Walhasil, yang kaya makin kaya. Yang miskin makin melarat. Lalu negara? Dia berfungsi sebagai regulator saja. Tak akan mengurusi rakyatnya, karena memang itu aturan mainnya. Negara tak boleh turut campur dalam mekanisme pasar bebas.

Kesenjangan ekonomi harus diselesaikan. Karena hal ini berbahaya bagi kehidupan. Bukan hanya dari perspektif Islam, kapitalisme pun menganggap ini merupakan bahaya. Karena akan menimbulkan ketidakstabilan sosial.

Jika dirunut dari akar penyebab terjadinya kesenjangan ekonomi merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalis, maka untuk bangkit dari kondisi ini kita pun perlu menggagas suatu pemikiran mengenai sebuah sistem ekonomi yang akan menjadi solusinya. Bukan sekedar melakukan pembedayaan ekonomi bagi umat.

Sebagaimana dulu Adam Smith menyelesaikan problema ekonomi akibat penerapan sistem ekonomi Merkantilisme. Dia menggagas pemikiran mengenai sistem ekonomi kapitalisme yang sekarang menguasai dunia lewat bukunya The Whealth Of Nations.

Bagi umat Islam, Allah swt telah menurunkan sebuah sistem ekonomi Islam yang mumpuni dan teruji selama 14 abad penerapannya. Dalam sistem ekonomi Islam tidak mengenal liberalisasi kepemilikan. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, kepemilikan individu, umum, dan negara.

Dua kepemilikan terakhir tidak boleh dikuasai oleh individu. Keduanya dikelola oleh negara. Hasilnya akan dikembalikan untuk biaya berjalannya negara dan kepentingan umat. Seperti membiayai penyediaan dan operasional fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dan membiayai operasional negara serta jihad fisabilillah.

Pengaruhnya tidak akan ada hegemoni kaum kapital pada sumber-sumber daya ekonomi. Dan, pengelolaan sumber daya ekonomi akan dikelola langsung oleh negara guna didistribusikan secara adil kepada setiap individu warga negara dengan berbagai mekanismenya. Mekanisme distribusi harta ini pun tidak melulu soal harga yang harus dibayar.

Terlebih dalam kondisi pandemi. Karena Islam meniscayakan pemberian secara cuma-cuma bagi rakyatnya dalam kasus tertentu. Hingga bisa melaksanakan perintah Allah swt dalam QS Al Hasyr:7 yang berbunyi,
مَاۤ اَفَآءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَا لْيَتٰمٰى وَا لْمَسٰكِيْنِ وَا بْنِ السَّبِيْلِ ۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَ غْنِيَآءِ مِنْكُمْ ۗ وَمَاۤ اٰتٰٮكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰٮكُمْ عَنْهُ فَا نْتَهُوْا ۚ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَا بِ
"Harta rampasan fai' yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang


dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya."

Untuk harta yang termasuk kepemilikan individu seperti rumah, mobil, pabrik yang bukan memproduksi barang milik umum, lahan pertanian, dll boleh dimiliki oleh individu. Mekanisme distribusinya dengan mekanisme pasar syariah. Mekanisme pasar yang akad-akad muamalahnya sesuai dengan syariah Islam.

Inilah sistem ekonomi Islam. Dalam mengadopsi sistem ekonomi ini kita tidak bisa melepaskannya dari aqidah Islam sebagai ruhnya dan Khilafah sebagai lembaga penerapannya. Sistem ekonomi ini jika diambil utuh sebagai bagian dari ideologi Islam maka akan menghantarkan umat Islam menuju kejayaan. Bukan hanya kejayaan ekonomi tapi kejayaan dalam berbagai bidang kehidupan.
Wallahu’alambishowwab.

Oleh : Rini Sarah

Posting Komentar

0 Komentar