Menyoal Urgensitas Pemindahan Pusat Pemerintahan Kota Bogor


Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor berencana membangun pusat pemerintahan yang baru di atas lahan seluas 6 hektare. Lahan tersebut merupakan hibah aset eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) berupa lahan seluas total 10,3 hektare, atau senilai Rp 345,7 miliar.  Rencananya lahan tersebut akan digunakan untuk menunjang tugas dan fungsi dari Pemerintah Daerah (Pemda) dalam melaksanakan pelayanan publik kepada masyarakat, salah satunya untuk memindahkan pusat pemerintahan. Wakil Walikota Dedie A Rachim menjelaskan penghibahan lahan tersebut akan digunakan untuk pusat pemerintahan yang baru, dikarenakan kantor pemerintahan dan dinas-dinas di Kota Bogor tidak terpusat. Bahkan ada yang terletak di daerah terpencil, sehingga tidak representatif. (Republika.co.id, 23/11/2021)

Sedangkan menurut Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Tristanto memberi masukan terkait penggunaan lahan hibah ke Pemkot Bogor tersebut. Menurutnya lahan itu dapat digunakan oleh Pemkot Bogor dapat membangun fasilitas kesehatan dan pendidikan untuk pelayanan masyarakat serta bisa dimanfaatkan agar bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Pasalnya, saat ini Kota Bogor baru memiliki satu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang terletak di Kecamatan Bogor Barat. Juga untuk menambah beberapa puskesmas tambahan yang beberapa diantaranya bukan milik Pemkot Bogor. 

Selain itu Atang mengatakan, DPRD Kota Bogor juga akan mendorong Pemkot Bogor untuk menambah gedung sekolah baru, terutama untuk tingkat SMP dan SMA dengan meminta dana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Karena SMP dan SMA di Kota Bogor tidak merata di wilayah yang ada, sementara dengan adanya sistem penerimaan sistem zonasi banyak warga yang di pinggiran kota kesulitan untuk sekolah di SMA maupun SMP negeri yang letaknya jauh dan hanya ada di wilayah tengah kota. (RadarBogor, 26/11/2021)

Penghibahan barang milik negara dari Pemerintah Pusat kepada Pemda dan pengelolaannya diserahkan kepada Pemda selaku penerima hibah tanpa memperoleh penggantian hibah barang milik negara dilakukan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Hibah atas barang milik negara yang sejak perencanaan pengadaannya dimaksudkan untuh dihibahkan, dan tidak memerlukan persetujuan DPR.  Dalam sistem kapitalis yang menjadi rujukan lahirnya kebijakan di negeri ini, terdapat  pemisahan kepemilikan antara pemerintah pusat dan daerah. Dan penggunaan aset yang dihibahkan kepada Pemda harus sesuai aturan hibah yang telah tercantum dalam undang-undang. Pemisahan kepemilikan pusat dan daerah seringkali memunculkan permasalahan dan polemik. Pasalnya, bisa saja tanah yang berada di daerah tetapi kepemilikannya adalah kepemilikan pusat. Dan yang menetapkan kepemilikan ini, apakah milik pusat atau daerah adalah negara.

Dan yang menjadi pertanyaan adalah seberapa urgen pemindahan pusat pemerintahan baru ke eks lahan BLBI. Pemindahan pusat pemerintahan tersebut, pastinya memerlukan dana yang tidak sedikit. Biaya pembangunan pusat pemerintahan daerah tersebut sepenuhnya ditanggung oleh Pemda, yakni diambil dari APBD atau utang kepada pihak lain. Padahal di sisi lain, lahan tersebut bisa digunakan sebagai fasilitas umum dan kemaslahatan lainnya untuk rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa pemindahan pusat pemerintahan daerah tersebut bukanlah yang urgen bagi rakyat. Hal yang urgen terkait urusan pemerintahan di mata rakyat adalah perbaikan dan peningkatan pelayanan, tanpa harus membangun pusat pemerintahan daerah yang baru. Karena hal ini justru yang akan menghambur-hamburkan uang rakyat.  Harusnya lahan serta dana yang ada bisa diprioritaskan untuk kepentingan rakyat yang lebih membutuhkan.

Faktor kepentingan berdasarkan manfaat memang menjadi tolok ukur dalam sistem pemerintahan yang dianut oleh negeri ini. Sehingga semua hal dilihat dari kacamata manfaat bukan yang lain. Hal ini pun terjadi dalam pemisahan kepemilikan pusat dan kepemilikan daerah, yang tak jarang menimbulkan perbedaan pendapat dalam pengelolaannya. Gambaran sistem pemerintahan semacam ini tidak akan ditemukan dalam sistem Islam (Khilafah). Sistem khilafah membagi jenis kepemilikan menjadi 3, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Pengelolaan kepemilikan umum dan negara ini ditentukan oleh syariat Islam, dan ditujukan semata-mata untuk kemaslahatan rakyat. Sehingga tidak tampak adanya pemisahan kepemilikan pusat dan daerah, karena syariat telah membagi kepemilikan tersebut dengan jelas.

Adapun hukum pemberian/hibah oleh negara khilafah, dilakukan dalam rangka periayahan umat. Negara akan memberikan harta milik negara baik kepada daerah maupun kepada individu rakyat yang membutuhkan. Sebagai contoh, jika negara memberikan sebidang tanah kepada daerah, hal tersebut dilakukan karena khalifah mengetahui dengan jelas lahan tersebut dibutuhkan dan dikelola untuk kepentingan rakyat. Dan negara pun bisa memberikan tanah atau harta milik negara untuk memenuhi kebutuhan pokok seluruh rakyatnya. Negara juga memberikan kemudahan bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhan sekunder bahkan kebutuhan tersier mereka.

Dari sini sangatlah jelas bahwa negara tidak akan memberikan harta miliknya untuk sesuatu yang tidak penting, semisal memindahkan pusat pemerintahan daerah yang harus menggelontorkan dana yang sangat besar. Sedangkan di sisi lain, rakyat masih membutuhkan fasilitas kesehatan, sekolah, jalan dan fasilitas umum lainnya untuk dipenuhi oleh negara. Karena yang menjadi tolok ukur pengelolaan kepemilikan harus bersandar pada syariat Islam, oleh karena itu pemberian/hibah harus diberikan kepada daerah atapun individu yang membutuhkan dan bisa dikelola untuk kesejahteraan rakyat. Mekanisme jenis kepemilikan seperti ini tidak dimiliki oleh sistem yang meminimalisir peran agama hanya sebagai urusan pribadi. Yang akhirnya walaupun hidup di negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, tetapi justru kehidupan rakyatnya sangat jauh dari kata makmur dan sejahtera. Karena sistem batil yang diterapkan telah mengakomodir semua kekayaan milik umum dan milik negara hanya untuk kepentingan penguasa dan pengusaha, dan membiarkan rakyatnya hidup bergelimang kemiskinan dan kelaparan. Masihkah kita berharap dengan sistem yang hanya bisa memberikan penderitaan kepada rakyatnya? Tentu tidak, saatnya kita mewujudkan kembali sistem ilahi dengan memperjuangkan aturannya di seluruh lini kehidupan dengan tegaknya khilafah. Dengan izin Allah, fajar khilafah akan segera menyingsing, dan mengembalikan kehidupan umat pada kehidupan yang sesungguhnya, di mana kemakmuran dan kesejahteraan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali. Wallahu a’lam.


Oleh Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)

Posting Komentar

0 Komentar