Allah SWT berfirman:
“Demikian pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian…” (TQS al-Baqarah [2]: 143)
Ibnu Abbas dalam tafsirnya menyatakan ummatan wasathan artinya “umat yang adil”. Ini sejalan dengan penjelasan Abu Said al Khudri, sebagaimana dikemukakan dalam Kitab Musnad Imam Ahmad. Demikian pula dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW menjelaskan: “umat yang adil”, yang dinukil oleh Imam Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya. Imam ath-Thabari juga menyatakan: Adapun “al-wasath” dalam ungkapan Arab, mempunyai konotasi pilihan (terbaik).
Penjelasan Imam ath-Thabari ini sebagaimana firman Allah SWT:
”Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk seluruh umat manusia. Kalian memerintahkan yang makruf dan mencegah yang munkar. Kalian pun beriman kepada Allah.” (TQS Ali ‘Imran [3]: 110)
Jadi, hampir semua ahli tafsir, baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in dan tabi’ut tabi’in, memaknai ummatan wasathan sebagai umat yang adil atau terbaik, dan semuanya dinukil dari Rasulullah SAW.
Ada juga pendapat lain yang dinukil al Kalbi, bahwa maknanya adalah pertengahan antara ‘ghuluw’ (ekstrem) dan ‘taqshir’ (meremehkan).
Imam ath-Thabari juga menjelaskan dalam konteks ini: Mereka adalah penengah (pengadil), yang keputusan mereka diterima manusia. Berkata, “Saya berpendapat bahwa “al-wasath” dalam konteks ini adalah pertengahan, yang merupakan bagian di antara dua sisi. Saya berpendapat bahwa Allah SWT menyebutkan “al-wasath” tak lain untuk mendeskripsikan mereka [umat Islam], bahwa mereka adalah “moderat”, karena mereka “moderat dalam beragama, tidak ekstrem seperti kaum Kristen dalam beragama, yang terlalu ekstrem dalam menjadi pendeta, dan menyatakan Isa sebagaimana yang mereka katakan (Isa anak Allah); atau tidak meremehkan, sebagaimana kaum Yahudi meremehkan agama, dengan mengubah kitab Allah, membunuh para nabi mereka, mendustakan Tuhan mereka, dan mengingkari-Nya. Akan tetapi, mereka [umat Islam] adalah umat yang moderat dan tengah-tengah. Allah menyifati mereka dengan sifat tersebut. Karena perkara yang paling dicintai Allah adalah yang tengah-tengah. Adapun takwilnya menyatakan bahwa “al-wasath” itu konotasinya adalah adil.”
Dapat disimpulkan makna ummatan wasathan:
Umat yang adil.
Umat pilihan atau umat terbaik, sebagaimana dalam QS Ali ‘Imran: 110.
Moderat atau pertengahan, tidak seperti ghuluwnya Kristen dan taqshirnya Yahudi.
Namun saat ini, ummatan wasathan didefinisikan sangat jauh berbeda oleh para pengusung moderasi beragama sebagai umat moderat atau Islam moderat. Dimana Islam moderat memiliki ciri yaitu mengurangi kekerasan, menghindari keesktreman dalam cara pandang, sikap, dan praktik beragama. Karenanya, Kementerian Agama merumuskan, moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama, dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama, yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. (diy.kemenag.go.id, 2020)
Dengan konsep baru ini, Islam moderat dipandang menjadi solusi karena merupakan jalan tengah, tidak radikal, toleran, penuh kasih sayang, menghormati keragaman, tidak memaksakan agama, tidak anti Barat, serta terbuka dengan perubahan dan kemodernan.
Islam Moderat dan Moderasi Islam bagian dari Strategi Barat
Jika kita merujuk pada pengertian ahli tafsir di atas, jelas konteks Islam moderat atau moderasi Islam itu tidak ada dasarnya. Pengertian yang baru ini diambil dari sebuah buku yang dikeluarkan Rand Corporation, Building Moderate Muslim Network bab 5, tentang Road Map for Moderate Network Building in the Muslim World. Di dalam buku tersebut digambarkan bahwa muslim moderat adalah orang yang menyebarluaskan dimensi-dimensi kunci peradaban demokrasi, termasuk gagasan tentang HAM, kesetaraan gender, pluralisme, dan menerima sumber-sumber hukum non sektarian, serta melawan terorisme dan bentuk-bentuk legitimasi terhadap kekerasan. (Angel Rabasa, Cheryl Benard et all, 2007)
Jauh sebelumnya, Rand Corp telah melakukan kajian penting yang menjadi pijakan dalam pemetaan umat Islam. Hal ini tertuang dalam buku berjudul Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies. Buku ini ditulis Cheryl Benard pada 2003. Benard mengklasifikasikan umat Islam menjadi: (1) fundamentalis; (2) tradisionalis; (3) modernis; (4) sekuler-liberal.
Fundamentalis adalah pro syariah-khilafah dan anti nilai-nilai Barat seperti demokrasi, statusnya bahaya sehingga harus dimusuhi. Tradisionalis adalah pro syariah-khilafah, pro demokrasi, statusnya waspada sehingga harus diawasi. Modernis adalah anti syariah-khilafah, pro nilai-nilai Barat tapi kritis terhadap pengaruh Barat, meski demikian statusnya tetap aman. Sekuler-liberal menerima sepenuhnya nilai-nilai Barat dan anti syariah-khilafah. Kelompok inilah yang dibesarkan Barat dan menjadi anteknya.
Dari sini, terlihat ada benang merah antara definisi moderasi beragama dengan apa yang disebutkan Rand Corp dalam buku-bukunya.
Setelah klasifikasi dan dikotomi, langkah berikutnya Rand Corp memberikan rekomendasi untuk melakukan strategi pecah-belah umat Islam, yaitu: (1) Dukung kaum modernis terlebih dulu; (2) Dukung kaum tradisionalis melawan kaum fundamentalis; (3) Hadapi dan pertentangkan kaum fundamentalis; (4) Selektif dalam mendukung sekuler-liberal.
Akhirnya muncullah konflik antara umat Islam, karena yang satu merasa bangga dengan pujian sebagai moderat, lalu muncul ketidaksukaan terhadap kelompok lain yang dicap fundamental dan radikal. Inilah racun yang ditanamkan Barat.
Dengan proyek sekularismenya, Barat pun berusaha membendung semangat kaum muslim untuk kembali pada aturan Islam yang diemban negara. Gelora perjuangan menegakkan Islam kaffah dianggap sebagai ideologi yang mengancam eksistensinya, sebab berpotensi melahirkan institusi Khilafah. Karena itu, Khilafah dimonsterisasi sebagai ajaran berbahaya, mengancam persatuan dan kebhinekaan, dll. Para pejuangnya dibungkam dengan dicap radikal fundamentalis, dipersekusi, bahkan ada yang dibui. Akhirnya umat menjadi jauh dari pemahaman Islam ideologis dan menjauhi para pengembannya.
Motif di Balik Islam Moderat atau Moderasi Islam
Allah SWT telah menegaskan:
”Sungguh umat kalian adalah umat yang satu dan Aku adalah Tuhan kalian. Karena itu sembahlah Aku.” (TQS al-Anbiya’ [21]: 92)
Konotasi “ummatukum” di sini, sebagian ulama mengartikan “umat”. Artinya, “Umatmu, umat Islam, adalah umat yang satu.” Ulama lainnya mengartikan “umat” dengan konotasi agama. Jadi, agamamu ini adalah agama yang satu. ‘Ala kulli hal, keduanya dapat diterima, karena Islam itu satu. Tidak ada Islam moderat, fundamental, radikal, dll. Dikotomi ini dibuat Barat sebagai bagian dari politik devide et impera dan mengkotak-kotakkan umat Islam.
Maka jelaslah bahwa Barat menciptakan ide Islam moderat atau moderasi Islam beserta kelompok pengusungnya, tidak lain untuk memecah belah umat Islam dan menjegal tegaknya Islam kaffah dalam institusi Khilafah. Inilah yang harus kita sadari.
Semoga Allah SWT senantiasa melindungi seluruh gerakan Islam yang pro syariah-Khilafah dari makar musuh-musuh-Nya, dan menyatukan hati mereka hingga Allah SWT memberikan kemenangan di dunia dengan tegaknya Khilafah, dan kemenangan di akhirat dengan diraihnya surga. Aamiin.
Zahro Hamidah
Praktisi Pendidikan dan Aktivis Muslimah
#ModerasiBukanSolusi
#WaspadaModerasiBeragama
#IslamJalanKebangkitan
#IslamKaffahSolusiHakiki
#UmatBangkitDenganIslamKaffah
0 Komentar