Pengarusutamaan moderasi beragama semakin masif didengar sejak beberapa tahun yang lalu, terlebih dalam momen Natal dan Tahun Baru seperti saat ini. Polemik seputar ucapan selamat Natal dan Tahun Baru dengan perayaannya seolah terus menjadi buah bibir dari tahun ke tahun. Dengan baju toleransi, seolah semua aturan-aturan Islam ditabrak demi menjalankan Islam yang moderat dengan baju moderasi beragama.
Simak bagaimana Kementerian Agama (Kemenag), Sulawesi Selatan (Sulsel) mengimbau seluruh kantor yang berada di bawah jajarannya untuk memasang spanduk ucapan selamat Natal dan Tahun Baru. Imbauan ini dilakukan untuk menghormati agama lain (detikNews, 15/12/2021).
Tidak terkecuali pejabat negeri ini yang juga semakin latah menyukseskan agenda ini demi memuluskan kampanyenya. Di tahun 2020, Yaqut Cholil Qoumas dinilai sebagai Menteri Agama pertama yang menyebut nama Yesus Kristus dalam ucapan selamat Natal. Menteri agama setiap tahun memberikan ucapan selamat Natal kepada Umat Kristiani, namun ucapan natal yang diungkapkan oleh Gus Yaqut dinilai lebih detail dan memiliki makna mendalam (Suara.com, 25/12/2020).
Sudah bisa diprediksi apa yang akan diucapkan di tanggal 25 Desember nanti. Dengan wajah pengarusan moderasi beragama yang semakin masif ini. Bagi Pemerintah negeri ini, isu moderasi beragama sudah seperti proyek baru yang mendatangkan cuan yang tidak sedikit, sehingga semua pejabat ber"koor" ria menyuarakan isu ini. Anggaran moderasi beragama lintas direktorat jenderal tahun ini mencapai Rp3,2 triliun.
Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengungkapkan hal itu pada malam peluncuran Aksi Moderasi Beragama yang diselenggarakan Kemenag secara daring dan luring, pekan lalu. Menurut dia, sebelumnya anggaran moderasi beragama lintas direktorat jenderal itu hanya Rp400 miliar (Republika.id, 28/11/2021).
Sangat fantastis, dari 400 M menjadi 3,2 T naik sekitar 7 kali lipat. Makanya, proyek ini semakin mulus berjalan dengan dalih menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Padahal, Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Direktur Pascasarjana Unida Gontor menyatakan bahwa istilah Islam moderat – yang sering dan banyak disorot dan disebarluaskan di media – tidak persis identik dengan wasatiyyah. Ia menggarisbawahi bahwa makna sebenarnya dari “Wasatiyyah” identik dengan mengambil jalan tengah yang lurus dalam urusan ibadah dan duniawi, antara wahyu (naql) dan rasional (aql), antara dunia material dan immaterial.
Wasatiyah adalah kualitas jalan tengah yang adil di mana semua kebajikan terakumulasi. Ia berpendapat bahwa lawan dari istilah wasatiyyah adalah “ghuluww” (berlebihan atau ekstrim) dalam menjalankan syariah (amaliyah) dan “tasahul” (menurunkan) keyakinan dan praktik keagamaan yang melampaui atau melanggar parameter yang diizinkan atau ditentukan sebagaimana diatur dalam Al-Quran dan Hadis.
Pembicara mengingatkan tentang tantangan yang berkembang karena meningkatnya popularitas istilah Islam moderat. Ia mengingatkan, istilah moderat muncul dari Barat dengan definisi, makna dan pengertiannya sendiri. Barat mengidentifikasi muslim moderat sebagai non anti-semit dan kritis terhadap Islam dan bahwa orang-orang moderat tersebut umumnya pro kesetaraan gender, anti hijab, anti-syariah, anti aturan Islam, pemerintah pro sekuler, pro kesetaraan agama, dan mereka yang memilih untuk tidak melakukannya.
Menanggapi kritik Islam dan Nabi Muhammad saw dia mengatakan bahwa syariah tidak dapat diterima atau tidak praktis untuk standar moderasi Barat. Ia menyimpulkan bahwa karena definisi “moderat” dalam pemikiran Barat identik dengan liberalisme, maka tidak dapat disamakan atau dipahami sebagai wasatiyyah. Meskipun demikian, ia menggarisbawahi tradisi toleransi Islam sebagai menghormati pemeluk agama lain untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing tanpa mengorbankan kebenaran keyakinan Islam (kemlu.go.id, 16/5/2021).
Maka, Jelaslah bagi mukmin untuk tidak latah mengikuti konsep moderasi beragama yang jelas-jelas merupakan upaya barat untuk tetap mengagungkan nilai-nilai hidup mereka, cukup bagi mukmin untuk Istiqomah menerapkan syariah yang Kafah. Sebagaimana firman Allah Swt QS al-Baqarah [2]: 208): “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam agama Islam secara kaffah (secara keseluruhan)”.
Sementara, terkait toleransi beragama sebagai indikasi dari pelaksanaan moderasi beragama. Sejak lama Islam mengatur sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an surat Al Kafirun, tentu saja dengan tidak perlu mencampur adukkan syariat Islam dengan syariat agama lain, bahkan sampai merayakan hari raya agama lain seperti kampanye Islam moderat yang kebablasan. Allahu berfirman: Katakanlah, "Hai orang-orang yang kafir aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah men]adi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku.”
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa surat ini adalah surat yang menyatakan pembebasan diri dari apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik (kafir) dan surat ini memerintahkan untuk membersihkan diri dengan sebersih-bersihnya dari segala bentuk kemusyrikan (kekafiran). Maka firman Allah Swt.: Katakanlah, "Hai orang-orang kafir" (Al-Kafirun: 1). Mencakup semua orang kafir yang ada di muka bumi, tetapi lawan bicara dalam ayat ini ditujukan kepada orang-orang kafir Quraisy.
Menurut suatu pendapat, di antara kebodohan mereka ialah, mereka pernah mengajak Rasulullah Saw. untuk menyembah berhala-berhala mereka selama satu tahun, lalu mereka pun akan menyembah sembahannya selama satu tahun. Maka, Allah Swt. menurunkan surat ini dan memerintahkan kepada Rasul-Nya dalam surat ini agar memutuskan hubungan dengan agama mereka secara keseluruhan; untuk itu Allah Swt. berfirman: "Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah" (Al-Kafirun: 2). "Yakni berhala-berhala dan sekutu-sekutu yang mereka ada-adakan. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah" (Al-Kafirun: 3). Yaitu Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Lafaz ma di sini bermakna man. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: "Dan aku tidak pernah menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (Al-Kafirun: 4-5).
Yakni aku tidak akan melakukan penyembahan seperti kalian. Dengan kata lain, aku tidak akan menempuh cara itu dan tidak pula mengikutinya. Sesungguhnya yang aku sembah hanyalah Allah sesuai dengan apa yang disukai dan diridai-Nya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: "Dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah" (Al-Kafirun: 5).
Artinya, kalian tidak mau menuruti perintah-perintah Allah dan syariat-Nya dalam beribadah kepada-Nya, melainkan kalian telah membuat-buat sesuatu dari diri kalian sendiri sesuai hawa nafsu kalian. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: "Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka" (An-Najm: 23).
Maka Rasulullah Saw. berlepas diri dari mereka dalam semua yang mereka kerjakan; karena sesungguhnya seorang hamba itu harus mempunyai Tuhan yang disembahnya dan cara ibadah yang ditempuhnya. Rasul dan para pengikutnya menyembah Allah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh-Nya. Untuk itulah maka kalimah Islam ialah 'Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah.'
Dengan kata lain, tiada yang berhak disembah selain Allah, dan tiada jalan yang menuju kepada-Nya selain dari apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. Sedangkan, orang-orang musyrik menyembah selain Allah dengan cara penyembahan yang tidak diizinkan oleh Allah. Karena itulah maka, Rasulullah Saw. berkata kepada mereka, sesuai dengan perintah Allah Swt.: "Untuk kalianlah agama kalian dan untukkulah agamaku" (Al-Kafirun: 6).
Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: "Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku dan bagi kalian pekerjaan kalian. Kalian berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan” (Yunus: 41).
Dan firman Allah Swt.: "Bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian" (Al-Baqarah: 139). Imam Bukhari mengatakan bahwa dikatakan: "Untukmulah agamamu" (Al-Kafirun: 6). "Yakni kekafiran dan untukkulah agamaku" (Al-Kafirun: 6). Yaitu agama Islam dan tidak disebutkan dini, karena akhir semua ayat memakai huruf nun, maka huruf ya-nya dibuang. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain: "Maka Dialah yang menunjuki aku" (Asy-Syu'ara: 78).
Dan firman Allah Swt.: "Dialah Yang menyembuhkan aku" (Asy-Syu'ara: 80). Selain Imam Bukhari mengatakan bahwa sekarang aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah dan aku tidak akan pula memenuhi ajakan kalian dalam sisa usiaku dan kalian tidak akan menyembah Tuhan yang aku sembah. Mereka adalah orang-orang yang disebutkan di dalam firman-Nya: "Dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka" (Al-Maidah: 64).
Ibnu Jarir telah menukil dari sebagian ahli bahasa Arab bahwa ungkapan seperti ini termasuk ke dalam Bab "Taukid (Pengukuhan)" sebagaimana yang terdapat di dalam firman-Nya: "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ilu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan" (Alain Nasyrah: 5-6).
Dan firman Allah Swt.: "Niscaya kalian benar-benar akan melihat neraka Jahim dan sesungguhnya kalian benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin" (At-Takatsur: 6-7).
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh sebagian dari mereka —seperti Ibnul Juzi dan lain-lainnya— dari Ibnu Qutaibah; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Kesimpulan dari pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa ada tiga pendapat sehubungan dengan makna ayat-ayat surat ini.
Pendapat yang pertama adalah sebagaimana yang telah kami kemukakan di atas. Pendapat yang kedua adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lain-lainnya dari ulama tafsir bahwa makna yang dimaksud dari firman-Nya: "Aku tidak pernah menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah" (Al-Kafirun: 2-3). Ini berkaitan dengan masa lalu, sedangkan firman-Nya: "Dan aku bukan penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian bukan pula penyembah Tuhan yang aku sembah" (Al-Kafirun: 4-5). Ini berkaitan dengan masa mendatang. Dan pendapat yang ketiga mengatakan bahwa hal tersebut merupakan taukid (pengukuhan kata) semata.
Masih ada pendapat lainnya, yaitu pendapat keempat. Pendapat ini didukung oleh Abu Abbas ibnu Taimiyah dalam salah satu karya tulisnya. Disebutkan bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya: "Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah" (Al-Kafirun:2), menafikan perbuatan karena kalimatnya adalah jumlah fi'liyyah. Sedangkan firman-Nya: "Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah" (Al-Kafirun: 4), menafikan penerimaan tawaran tersebut secara keseluruhan, karena makna jumlah ismiyah yang dinafikan pengertiannya lebih kuat daripada jumlah fi 'liyah yang dinafikan. Jadi, seakan-akan yang dinafikan bukannya hanya perbuatannya saja, tetapi juga kejadiannya dan pembolehan dari hukurn syara'. Pendapat ini dinilai cukup baik pula; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Abu Abdullah Asy-Syafii dan lain-lainnya telah menyimpulkan dari ayat ini, yaitu firman-Nya: "Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku" (Al-Kafirun: 6). Sebagai suatu dalil yang menunjukkan bahwa kufur itu semuanya sama saja. Oleh karenanya, orang Yahudi dapat mewaris dari orang Nasrani; begitu pula sebaliknya, jika di antara keduanya terdapat hubungan nasab atau penyebab yang menjadikan keduanya bisa saling mewaris. Karena sesungguhnya semua agama selain Islam bagaikan sesuatu yang tunggal dalam hal kebatilannya.
Imam Ahmad ibnu Hambal dan ulama lainnya yang sependapat dengannya mengatakan bahwa orang Nasrani tidak dapat mewaris dari orang Yahudi, demikian pula sebaliknya. Karena ada hadis yang diriwayatkan dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda yang artinya: "Dua orang pemeluk agama yang berbeda tidak dapat saling mewaris di antara keduanya. Demikianlah akhir tafsir surat Al-Kafirun, segala puji bagi Allah Swt. atas limpahan karunia-Nya".
Maka seyogianya, umat Islam tidak latah mengikuti cara-cara kafir dalam beragama. Karena, Islam jelas mengatur bagaimana memposisikan agama lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa sistem hidup sekularisme - demokrasi seperti saat ini meniscayakan adanya mencampur-adukkan satu ajaran agama dengan agama yang lain hanya dengan dalih kemaslahatan bersama. Maka, sudah saatnya umat Islam kembali ke habitat yang sesungguhnya dengan hanya mengambil Islam saja sebagai jalan hidup di dunia ini, agar mendapat keselamatan di akhirat nanti, Wallahualam.
Oleh Hanin Syahidah
#ModerasiBukanSolusi
#WaspadaModerasiBeragama
#IslamJalanKebangkitan
#IslamKaffahSolusiHakiki
#UmatBangkitDenganIslamKaffah
0 Komentar