Momentum Hari Tani yang diperingati tanggal 24 September setiap tahunnya hanyalah euforia yang tidak dapat dirasakan oleh kaum tani. Kesejahteraan petani di negeri yang dikenal dengan sebutan Zamrud Khatulistiwa masih menjadi PR yang hingga hari ini belum terselesaikan. Nasib petani masih jauh dari kata layak, terlebih kala musim pandemi hampir 2 tahun melanda negeri ini.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) komisi IV Fraksi Partai Gerindra Endang Setyawati Thohari menyalurkan bantuan bagi para petani di Kota Bogor. Mulai dari bantuan alat-alat pertanian hingga hewan ternak yang jumlah bantuannya mencapai Rp 4,5 milyar.
Pemberian bantuan ini dilakukan untuk menggaungkan kembali potensi pertanian di Indonesia, termasuk Kota Bogor dalam mengembangkan lahan pertaniannya. Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bogor, Anas S. Rasmana, sangat berterima kasih atas bantuan yang diberikan kepada petani. “Semoga bantuan hewan ternak dan alat pertanian bisa memberikan dampak positif bagi para petani di Kota Bogor” ucapnya. (Metropolitan.id, 24/12/2021)
Bantuan yang diberikan kepada para petani berupa alat pertanian dan binatang ternak, tidak akan dapat menyejahterakan nasib petani. Perjuangan petani untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan sejahtera, bak pungguk merindukan bulan.
Begitu banyak permasalahan yang harus dihadapi oleh para petani dari permasalahan tanah, upah yang rendah, benih dan pupuk yang kian meroket harganya, hingga masifnya keran impor yang dibuka oleh pemerintah. Deretan masalah ini belum ada solusinya, tingkat kemiskinan petani pun semakin tinggi.
Petani akan sejahtera apabila sistem pertanian yang ada mampu mendukung dan memberikan fasilitas/sarana prasarana yang memadai mulai dari hulu hingga hilir. Penerapan sistem ini tentunya memerlukan peran negara sebagai pihak yang berwenang dan bertanggung jawab menyejahterakan kehidupan seluruh rakyatnya, termasuk para petani. Seperti yang kita ketahui penyebab nasib petani kian terpuruk, tak lain akibat dari penerapan sistem kapitalis sekuler yang dijadikan rujukan dalam pembuatan peraturan dan kebijakan pertanian di negeri ini.
Apalah arti alat pertanian dan binatang ternak, apabila petani tidak mempunyai lahan untuk digarap dan diolah. Karena tanah yang harusnya menjadi lahan pertanian banyak dialihfungsikan untuk membangun tempat wisata, hotel, infrastruktur dan lain sebagainya. Adapun petani yang memiliki lahan pun kesulitan mendapatkan benih dan pupuk, dikarenakan harganya yang kian meroket. Dan yang sangat memilukan, ketika petani bersiap untuk memanen hasil pertaniannya, justru pemerintah membuka keran impor selebar-lebarnya. Hal ini membuat hasil panen petani anjlok di pasaran karena harganya kalah bersaing dengan barang-barang impor.
Bagaimana mungkin akan ada perubahan nasib petani, jika negara tidak memikirkan nasib petani. Tanpa rasa bersalah negara melakukan impor bahan pangan. Terbayang begitu banyak kerugian yang harus ditanggung oleh para petani. Belum lagi jika para petani harus berutang untuk membeli benih dan pupuk dengan harapan hasil panennya kelak akan berhasil dan mendapatkan keuntungan. Sudah jatuh tertimpa tangga, pengibaratan nasib petani saat ini.
Ketergantungan Indonesia kepada impor mengakibatkan negeri ini akan mudah masuk dalam cengkeraman negara-negara asing dalam arus penjajahan ekonomi. Akibatnya sistem ketahanan pangan menjadi lemah, dan ini akan berpengaruh terhadap gizi masyarakatnya. Pemerintah tak terketuk hatinya untuk memberdayakan petani dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso, kemandirian pangan terbukti rusak oleh ketentuan World Trade Organization (WHO) Agreement of Agriculture. Organisasi PBB yang menangani pangan dunia itu menginstruksikan agar Indonesia mengintegrasikan sistem pangan ke pangan dunia. Ini berarti Indonesia harus membuka keran impor bahan pangan untuk negerinya.
Pemerintahan yang menganut sistem ekonomi kapitalis liberal yang telah terbukti gagal mewujudkan ketahanan pangan. Kepentingan korporasi lebih diutamakan daripada kepentingan petani, produsen makanan dan gizi masyarakat. Sehingga diperlukan sistem yang baik untuk keluar dari kemelut jeratan sistem yang meminggirkan peran agama dalam kehidupan. Sistem yang layak diterapkan hanyalah sistem khilafah, yakni sistem pemerintahan yang berasal zat yang Mahabaik yaitu Allah Swt.
Sistem khilafah akan menjadikan sebuah negara benar-benar mandiri dan merdeka. Penerapan Islam secara kafah akan menutup semua pintu bagi asing untuk menguasai negeri dan mencari keuntungan. Khilafah mampu mewujudkan ketahanan pangan, pasalnya Khalifah menjamin penuh kehidupan masyarakat yang menjadi tanggungannya.
Dengan melestarikan kultur pertanian, negara memberi kemudahan kepada para petani agar mendapatkan segala akses terhadap lahan, pupuk dan modal. Negara juga akan memberikan fasilitas pendidikan untuk melakukan riset-riset, pelatihan dan pengembangan bidang pertanian. Negara juga akan menjamin semua tanah terkelola dengan maksimal. Negara pun menyiapkan fasilitas, sarana dan prasarana untuk daerah pertanian, mulai dari pembangunan dan pemeliharaan akses jalan, alat komunikasi, teknologi pertanian terbarukan, perairan dan pendistribusian hasil panen.
Mekanisme ini terlihat jelas perbedaannya antara negara yang menunaikan kewajibannya secara sempurna dengan negara yang menunaikan tanggung jawab ala kadarnya. Apalagi jika kondisi ala kadarnya itu diperparah dengan dominasi kebijakan asing yang mencengkeram negeri ini.
Mewujudkan kesejahteraan petani agar dapat hidup layak dan bukan sekadar angan-angan belaka, tentunya hanya bisa direalisasikan dalam sistem Islam. Hal ini sekaligus menunjukkan bukti kesempurnaan sistem Islam dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia. Karena yang menjadi tujuan dari penerapan Islam kafah dalam kehidupan bukanlah nilai materi, melainkan rida dan keberkahan Ilahi. Wallahua'lam.
Oleh : Siti Rima Sarinah
0 Komentar