Polarisasi Membesar, Persatuan Umat pun Ambyar



Tampak hingga hari ini, proyek moderasi beragama tengah digencarkan dengan berbagai cara dan menyelusup ke semua sisi. Sebagian umat yang dapat melihat apa yang tersembunyi di balik tembok besar, memahami bahwa ada kepentingan terselubung dari proyek ini. Namun tidak sedikit pula umat yang masih belum menyadarinya. Polarisasi akhirnya terbagi menjadi sebagian yang menganggap ini membawa kemaslahatan. Serta sebagian lainnya yang justru memandang ini berbahaya.

Kemaslahatan yang terlihat, seolah ide ini sangat soft. Dianggap baik dan logis dalam menyikapi problematik umat saat ini. Sehingga umat Islam akhirnya menerima. Berlomba-lomba di antaranya para ulama, akademisi, aktivis, tokoh partai, harakah Islam dalam mengklaim dirinya memiliki karakter moderat.

Polarisasi umat yang semakin hari kian membesar dalam menyikapi moderasi beragama ini pun berdampak pada keterpecah-belahan. Bahkan tergiring opini bahwa Islam yang diakui oleh negeri ini hanyalah Islam moderat. Selain dari itu, maka dikatakan Islam yang tidak tepat bahkan buruk. Sehingga proyek moderasi beragama ini masuk ke dalam semua aspek kehidupan demi terciptanya cita-cita lahirnya para manusia berkarakter moderat ini.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj menjelaskan sikap moderat yang dijunjung NU secara konsisten. Hal ini disampaikan Said Aqil dalam pembukaan Muktamar ke-34 NU di Lampung pada Rabu (22/12).

Ia juga menyinggung sikap PBNU terhadap kasus Hizbut Tahrir Indonesia (HT1) dan Fr*nt P*mb*
*la Islam (FP1) "Mereka yang tidak paham sikap NU atas HT1 maupun FP1 barangkali memang belum mengerti betapa berat amanah moderasi kutub ekstrem di negeri ini," imbuhnya.

(cnnindonesia.com)

Politik Belah Bambu dan Pecah Belah

Aktifitas membelah bambu umumnya dilakukan dengan satu bagian atas diangkat dan bagian bawah diinjak. Semakin kuat bagian bawah diinjak dan semakin kuat bagian atas diangkat, makin cepat terjadi perpecahan.
Belah bambu ini pun dikenal dalam dunia politik. Politik belah bambu secara sederhana, dapat diartikan sebagai taktik untuk memecah belah sebuah kesatuan yang besar dengan memotongnya secara kecil-kecil. Atau bisa juga membelah dari yang satu menjadi dua bagian.

Politik belah bambu menurut Wikipedia juga diadefinisikan sebagai strategi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil agar lebih mudah ditaklukan. Itulah yang dahulu dilakukan oleh Snouck Hurgonje yang terkenal dengan pernyataannya: “Bila tidak dapat membuat umat Islam meninggalkan agamanya, maka yang penting umat Islam tidak menerapkan syariat Islam”.

Politik belah bambu juga disebut sebagai stick and carrot policy. Kelompok dominan diungkapkan tidak hanya selalu bekerja dengan cara mengekang kelompok lawan, namun malah “bekerjasama” secara halus dengannya. Ada dua cara, yaitu apa yang disebut leading (memimpin) dan dominant (mendominasi). Dalam hegemoni, leading ditujukan kepada kelompok yang bisa diajak bernegosiasi untuk menciptakan aliansi-aliansi baru. Sementara dominant dilakukan untuk menutup saluran perlawanan dari kelompok penekan (pressure group).

Upaya ini pun dilakukan oleh rezim dalam memuluskan kepentingan tuannya yakni Barat, strategi yang dilakukan ialah:

Pertama, politik belah bambu yakni Islam moderat diangkat dan dielu-elukan sebagai model Islam yang terbaik. Sementara yang lainnya diinjak-injak dengan melabelinya sebagai model Islam yang buruk. Islam moderat diopinikan sebagai titik temu solusi demi menghindari perpecahan. Namun, bagaimana hakikat dari penerapan Islam moderat tersebut? Nyatanya umat Islam dibrainwash agar menerima hasil kesepakatan yang bertentangan dengan Islam. Contohnya HAM yang menduduki posisi lebih penting dibandingkan Al-Qur'an. Jika ada sebuah persoalan, lalu mengambil pijakan dari Al-Qur'an dan bertentangan dengan HAM, maka stigma radikal akan melayang padanya.

Kedua, politik pecah belah dengan mengkotak-kotakkan Islam dengan cap radikal, tradisionalis, ekstrimis, fundamentalis dan moderat. Kemudian menyematkan karakteristiknya masing-masing sesuai kepentingan yang diinginkan. Mereka membuat karakter Islam yang layak untuk diterima adalah Islam yang bisa dinegosiasikan. Maka diuji dari kesemuanya manakah jenis Islam yang bisa melahirkan kesepakatan-kesepakatan dan digadang-gadang menjadi jalan keluar dari persoalan. Sehingga dimunculkan Islam moderat sebagai 'pahlawan' dari klasifikasi Islam lainnya.

Ketiga, Isu radikalisme juga menjadi alat strategi politik dalam rangka blame of victim. Menutupi keburukan dan kerusakan rezim, sementara korban (umat Islam dan ajarannya) dimonsterisasi dengan dijadikan kambing hitam. Betapa kebobrokan yang diwujudkan oleh para pelaku demokrasi ini semakin telanjang di depan mata. Akan tetapi, rakyat dikaburkan pandangannya dalam menilai siapa sesungguhnya common enemy mereka. Diupayakan agar sasaran kebencian mereka salah alamat. Yaitu kepada perjuangan penerapan syariat Islam kafah dan penegakkan khilafah yang menjadi bulan-bulanan dan dicap sebagai biang kerusakan.

Oleh karenanya, sesuai dengan pernyataan tokoh di atas. Yakni HT1 yang sedang mempertimbangkan formalisasi syariat Islam dengan menegakkan khilafah, serta FP1 yang juga kental dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar demi terwujudnya syariat Islam di tengah-tengah umat, diklaim sebagai musuh bersama bangsa ini. Apa yang tengah diperjuangkan oleh keduanya menjelmakan Islam yang tak bisa dipisahkan dari politik. Yaitu syariat Islam yang digunakan sebagai tolak ukur dan aspirasi untuk segala persoalan kehidupan. Inilah yang tidak akan pernah diterima oleh Barat dan antek-anteknya. Tak terkecuali, gerakan 212 yang muncul beberapa tahun terakhir ini pun ikut dibabat habis.

Muslim Bersaudara

Sikap yang semestinya ditunjukkan oleh umat Islam adalah menolak adanya upaya konfrontir kaum muslimin yang terpecah menjadi empat golongan ini. Kemudian menyadari bahwa upaya ini tak lain dilakukan untuk mengadu domba antara satu dengan yang lainnya. Padahal telah jelas bahwa Allah Swt tidak menyukai apabila umat Islam yang satu tubuh ini terpecah-belah. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Q.S Al-Hujurat ayat 10 sebagai berikut:

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya: "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat."

Rasulullah saw. mewariskan Al-Quran dan Sunah, berikut dengan wilayah kekuasaan Islam 2/3 dunia selama ratusan abad. Apabila persatuan dan rekatnya bangsa adalah sebuah harapan dan mimpi besar, maka hanya khilafah lah yang dapat mewujudkannya. Karena khilafah merupakan satu-satunya institusi yang telah terbukti secara historis dan empiris menjadi solusi keberagamaan dan alat persatuan baik di kalangan muslim maupun non muslim secara global. Wallahualam.


Penulis: Novita Sari Gunawan

Posting Komentar

0 Komentar