Rasa Aman, Masih Adakah?



Dunia maya dikejutkan dengan viralnya sebuah video penodongan yang dilakukan seorang pengamen terhadap penumpang angkutan kota (angkot) di Kota Bogor. Peristiwa ini terjadi pada Senin malam (6/12) sekitar pukul 21.30. Saksi mata mengungkapkan pengamen tersebut datang dengan bau alkohol, badan sempoyongan, sorot mata aneh dan berwarna merah. Diperkirakan pengamen tersebut dalam keadaan mabuk berat karena bertingkah laku aneh. (www.republika.co.id, Rabu 8/12/2021)


Wakil Walikota Bogor Dedie A. Rachim telah melakukan koordinasi kepada Polresta Bogor Kota dan Satpol PP Kota Bogor. Selain itu Pemkot Bogor akan melakukan langkah penertiban agar keamanan dan kenyamanan masyarakat terjaga. (www.republika.co.id, Rabu 8/12/2021)


Kejadian ini semakin menambah rasa takut warga, hingga menjadi salah satu penyebab enggannya masyarakat menggunakan angkutan umum. Kejahatan yang terjadi setiap saat di negeri ini, menjadi bukti bahwa keamanan dan kenyamanan sudah diambang kekhawatiran. Jaminan keamanan bukan saja harus diberikan saat dalam kendaraan umum, namun juga di setiap tempat. 


Keamanan memang masih menjadi polemik yang belum tertuntaskan. Hilangnya rasa aman dalam diri warga menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Dalam hal ini, kewajiban negara untuk memberikan dan menjamin rasa aman bagi rakyatnya. Himbauan kepada masyarakat untuk berhati-hati dan bertindak ketika ada laporan tidaklah cukup. Negara diharapkan melakukan langkah yang lebih nyata. Namun pada kenyataannya, semua hanya ilusi saja.


Sistem rusak dan cacat kapitalisme telah meminimkan rasa aman. Abainya negara akan keselamatan rakyat, tidak adanya sanksi yang tegas, serta kemiskinan yang diderita rakyat menjadi pemicu orang untuk berbuat kejahatan. Penerapan kapitalisme di negeri ini pun tak luput dari persoalan di atas. Negara tidak mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyatnya (sandang, pangan, papan), dan kebutuhan komunal yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan.


Hal ini mengakibatkan rakyat harus banting tulang agar bisa hidup dengan layak. Rakyat yang tidak memiliki pekerjaan yang layak, akan mudah tergoda untuk melakukan tindak kejahatan, yang artinya membuat orang lain merasa tidak aman. Inilah polemik yang tak bertepi. 


Kondisi ini berbeda dengan sistem Islam yakni khilafah. Negara khilafah wajib memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyatnya (sandang, pangan, papan), dan kebutuhan komunal yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan. Jaminan ini bisa diwujudkan dengan penerapan Islam dalam semua sistem kehidupan, termasuk sistem ekonomi yang memfokuskan pada aspek distribusi, bukan fokus pada aspek produksi sebagaimana sistem ekonomi kapitalis. 


Kekayaan alam yang sejatinya merupakan milik rakyat akan dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Sehingga tidak ada istilah seseorang melakukan tindak kejahatan demi urusan perut. Negara khilafah juga menyediakan lapangan pekerjaan yang layak, karena sistem ekonomi Islam bertumpu pada sektor riil. Bukan sektor nonriil sebagaimana dalam sistem ekonomi kapitalis yang menyebabkan kekayaan hanya beredar pada orang-orang kaya di antara mereka.


Dalam hal jaminan keamanan, sistem Islam menjamin terpeliharanya nyawa, harta, dan kehormatan manusia. Pengabaian terhadap hal tersebut merupakan pengabaian hak syar'i bagi manusia. Dari Abdullah bin Umar ra., Nabi Saw. bersabda: “Ini adalah bulan haram (suci). Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpahkan) dan harta kalian (untuk dirampas) dan kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini” (HR. Bukhari). Haram yang dimaksud dalam hadis ini maknanya adalah suci. 


Islam pun mengatur hukuman atas perusuh atau pengacau keamanan sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Al Maidah ayat 33: "Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya". 


Hukum Allah Swt. dalam alquran dan assunah telah mengatur kehidupan manusia dari A sampai Z. Dan semua telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. juga para Khalifah dalam melindungi rakyatnya. Rasulullah Saw. dan para Khalifah telah membentuk satuan keamanan dalam negeri yang disebut syurthah (polisi). Syurthah bertugas menjaga keamanan dalam negeri, menjaga sistem dan mensupervisi keamanan dalam negeri, serta melaksanakan seluruh aspek teknis/eksekusi. Syurthah melakukan patroli secara aktif, bukan hanya bertugas pada saat terjadi tindak kejahatan. Dari Anas bin Malik r.a. berkata: “Sesunguhnya Qais bin Saad di sisi Nabi Saw. memiliki kedudukan sebagai ketua polisi dan ia termasuk di antara para amir.” (HR. Bukhari) 


Penerapan sistem Islam mampu meminimalisir semua bentuk kejahatan, karena sistem Islam melakukan tindakan preventif sekaligus kuratif. Penerapan sistem islam juga bertumpu pada tiga pilar, yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan sistem Islam yang menaunginya. Individu yang bertakwa tidak akan mudah tergoda untuk melakukan tindak kejahatan, karena setiap perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Kontrol masyarakat pun sangat berarti agar kejahatan tidak semakin merajalela. Peran sistem/negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat, sekaligus penegak hukum menjadi pilar utama. 


Hanya sistem Islam yang mampu memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan dalam masyarakat. Sistem Islam telah terbukti mampu menyelesaikan segala permasalahan kehidupan. Hal ini membuktikan kebutuhan rakyat akan sistem Islam yang diterapkan dalam bingkai khilafah.


Oleh : Titin Kartini



Posting Komentar

0 Komentar