Baru-baru ini, Ikatan Dai Indonesia (IKADI) mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) ke-3 tahun 2021 di Wisma Kinasih Kecamatan Tapos, Depok pada Sabtu (11/12/21). Munas tersebut menghasilkan sembilan rekomendasi, yang lahir dari keprihatinan atas berbagai macam persoalan umat dan bangsa saat ini.
Dari sembilan poin rekomendasi tersebut, sejatinya sepakat bahwa Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin yang membawa rahmat bagi semesta alam(poin 1). Serta mengajak umat dan seluruh bangsa untuk melakukan muhasabah dan taubat nasional untuk menyikapi berbagai macam musibah dan bencana yang melanda negeri ini (poin 9).
Sayangnya, menjadikan pemahaman dan sikap keislaman yang moderat (wasathy) sebagai konsep kehidupan justru mengundang pertanyaan, benarkah konsep islam moderat sudah benar adanya? Mengapa slogan moderasi beragama terus dipropagandakan dan tak jenuh di gaungkan ke tengah-tengah umat?
Menilik dari istilahnya saja, asal muasal kata 'moderasi' sendiri berasal dari bahasa Latin 'moderatio', yang berarti ke-sedang-an, tidak berlebihan, tidak kekurangan, alias seimbang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri (KBBI), kata moderasi didefiniskan sebagai pengurangan kekerasan dan penghindaran keesktreman.
Tampak jelas bahwa istilah Moderasi tersebut jelas diambil dari konsep Barat, yang tentu saja kata "Moderasi" itu akan kembali pada nilai-nilai moderat menurut konsep Barat itu sendiri.
Makna inilah yang kemudian ditarik oleh Kemenag RI dalam website resminya untuk menjelaskan mengapa kata 'moderat' atau 'moderasi' harus disandingkan dengan 'islam'. "...ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam cara pandang, sikap, dan praktik beragama..."
Selanjutnya, konteks "Moderasi" yang disandingkan dengan "Agama" ternyata memiliki implikasi sebagai sebuah upaya sikap mengurangi kekerasan atau menghindari keekstreman dalam cara pandang, sikap dan praktik beragama.
Siapa sasaran dari moderasi ini? Sekiranya yang digaungkan hanya "Moderasi Beragama" mengapa selalu diarahkan dan dibidik pada umat Islam saja? Adakah konsep Moderasi Beragama ini untuk umat lainnya seperti Nasrani, Hindu, Budha dan Konghucu?!
Nyatanya, Moderasi beragama ini hanya ditujukan kepada umat Islam saja.
Bahkan, konsep moderasi beragama makin digencarkan akhir-akhir ini sebagai sebuah reaksi sikap dan upaya untuk menekan atau membatasi sikap orang-orang yang menjalankan agamanya secara kaffah. Serta membendung arus gerakan kebangkitan terhadap kesadaran ber-Islam yang kaffah.
Istilah moderasi beragama sejatinya ditafsirkan sebagai jalan tengah, tidak liberal dan tidak juga radikal. Menganggap islam sebagai agama ritual semata serta mengambil syariat secara parsial, contohnya menganggap hukum islam hanya mengatur masalah pernikahan, perceraian, dan akhlak. Namun disisi lain, penerapan syariat secara kaffah ditolak, seperti sistem politik Islam, sistem pemerintahan Islam, hukum pidana Islam, maupun sistem ekonomi dan sosialnya.
Tidak cukup sampai disitu, konsep moderasi beragama pun memaklumi 'kebenaran' agama lain. Dengan dalih toleransi dan pluralisme, sampai-sampai ikut merayakan perayaan agama lain. Moderasi beragama juga membatasi dakwah islam yang boleh disampaikan terkait peribadatan ritual dan akhlak saja. Tidak boleh membenturkan islam dengan kedzaliman penguasa. Padahal dalam Islam sendiri, mewajibkan umatnya untuk mengingkari kedzaliman sekalipun yang melakukannya adalah penguasa negeri.
Apalagi jika lembaga seperti IKADI fokus utamanya melakukan fungsi da'wah ke tengah-tengah umat, malah menyebarluaskan pemahaman moderat yang justru menjauhkan umat dari hakikat Islam yang shahih.
Jika tujuannya dalam rangka muhasabah dan taubat nasional sebagaimana yang direkomendasikan oleh IKADI, mustahil tercapai jika tujuan konsep islam moderat justru untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran islam yang utuh.
Selain peran muhasabahnya tidak akan efektif, juga berpotensi mereduksi kemurnian ajaran Islam baik dalam aspek akidah maupun syariahnya. Islam seharusnya dijadikan standar benar salah, halal haram dan sebagainya. Bukan sebaliknya, dikompromikan dengan cara diambil sebagai jalan tengah.
Oleh karena itu, dakwah kepada islam moderat jelas salah arah. Yang terjadi justru umat makin jauh dari Islam. Muhasabah dan taubat yang hakiki hanya bisa tercapai jika kaum muslimin kembali kepada penerapan Islam secara kaffah dan hidup dalam satu kepemimpinan Islam yakni Khilafah Islamiyah. Bersatu padu dalam ketundukan kepada Allah SWT, bukan malah terpecah belah akibat mengadopsi islam moderat yang berasal dari Barat.
Wallahu'alam bisshawab.
Oleh : Nurina P. Sari
0 Komentar