Demokrasi saat ini menjadi jargon dalam menyelesaikan masalah sosial, mulai skala negara, masyarakat, hingga rumah tangga. Ide yang diusung adalah kebebasan rakyat dalam mewujudkan kedaulatannya dan melaksanakan kehendaknya sendiri sebebas-bebasnya tanpa tekanan ataupun paksaan.
Kebebesan individu yang menjadi ide dasar demokrasi ini sangat nampak dalam beberapa hal, yaitu pertama, kebebasan beragama, atas dasar demokrasi manusia bisa bebas memeluk agama semaunya atau malah tidak beragama sekalipun. Kedua, kebebasan berpendapat, atas nama demokrasi siapapun dapat berpendapat apa saja walaupun hal tersebut merugikan banyak pihak terutama kaum muslimin.
Ketiga, kebebasan kepemilikan, sudah menjadi rahasia umum bahwa negeri bak zamrud khatulistiwa ini segala macam sumber daya alamnya sudah menjadi milik asing, itupun atas dasar demokrasi. Keempat, kebebasan bertingkah laku, atas dasar demokrasi kah kiranya pengebirian sejumlah ormas yang membuka jalan untuk kebangkitan Islam?
Oleh karenanya umat harus waspada terhadap ide rusak dan merusak ini. Meniadakan ruang untuk mengambilnya apalagi menerapkan, menyebarluaskan ataupun memperjuangkannya. Untuk lebih mengenal lagi apa dan bagaimana demokrasi dikatakan ide rusak dan merusak, maka perlu kiranya untuk membuka dan memperhatikan sejarah dari perspektif yang lebih luas.
Dendam itu Muncul Saat Kekalahan Perang Salib
1500 tahun yang lalu, Islam diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Pada awalnya memang keterpengaruhan ide Islam pada masyarakat Makkah kurang diminati. Hal ini selain masyarakat yang sudah membatu hatinya, tidak mau terbuka dengan ide lain selain ajaran nenek moyang. Mereka juga ditakut-takuti oleh para pembesarnya untuk tidak boleh mendekati apalagi terpengaruh pada daya pikat Rasul dan para sahabat.
Namun kondisi itu sangat berbalik 180 derajat saat Rasul dan kaum muslimin telah hijrah ke Madinah dan mendirikan institusi negara Khilafah di sana. Dalam waktu singkat Daulah Khilafah menjadi kekuatan baru yang sangat diperhitungkan dalam kancah percaturan politik dunia saat itu. Kaum muslimin dihormati kawan dan disegani lawan.
Wilayah Daulah Khilafah terus meluas dari seluruh jazirah Arab menuju Eropa, Afrika juga Asia. Hingga Khilafah Utsmaniyah yang wilayahnya luas tersebut menjadi sasaran oleh kaum kafir untuk menghancurkan Islam.
Saat Perang Salib meletus seperti diketahui penyebab utamanya adalah kaum muslimin berhasil merebut wilayah-wilayah strategis yang tadinya dikuasai kaum nasrani, membebaskan seorang budak yang mereka tawan dan mengambil kerajaan yang sebelumnya mereka genggam. Kekalahan pasukan salib di banyak sesi peperangan ini mengakibatkan dendam kesumat di kalangan mereka.
Pasca Perang Salib para pemimpin Eropa berpikir keras mancari cara yang paling tepat untuk menyerang dunia Islam. Keinginan untuk menguasai dunia Islam tidak pernah hilang dari memori bangsa Eropa sejak mereka masuk ke dunia Islam dan melihat langsung juga mendengar pembicaraan bahwa aset kekayaan kaum muslimin sangat melimpah. Hal ini membuat air liur mereka jatuh.
Terjadinya Revolusi Prancis dan Revolusi Industri pada abad kedelapan belas, Eropa bangkit dengan semangat Perang Salib. Hal ini memang sangat beralasan, karena walaupun secara militer mereka gagal mewujudkan kemenangan, namun mereka sangat berambisi untuk menguasai dunia Islam.
Kebangkitan Eropa ini sekaligus memperkenalkan peperangan gaya baru. Adanya negara demokrasi dalam bentuk republik yang perkembangannya menjadi presidensial dan perlementer dalam bentuk negara bangsa. Hal ini dilakukan untuk melawan khilafah yang luas dan kuat dengan upaya untuk memecah kesatuan Islam. Seperti diketahui bahwa daulah khilafah tidak mengenal batas teritorial karena perkembangan dan perluasannya pun sangat dinamis.
Kelahiran Demokrasi
Kelahiran demokrasi bermula dari adanya para panguasa di Eropa yang beranggapan bahwa mereka adalah wakil Tuhan di dunia dan berhak memerintah rakyat berdasarkan kekuasaan Tuhan. Mereka beranggapan bahwa Tuhan telah memberi mereka kewenangan membuat hukum dan menerapkannya.
Dengan kata lain para penguasa dianggap memiliki kewenangan memerintah rakyat dengan peraturan yang dibuat penguasa itu sendiri. Karena mereka telah mengambil kekuasaan dari Tuhan bukan dari rakyat. Dengan begitu mereka telah mendzolimi dan menguasai rakyat, berbuat semena-mena terhadap rakyatnya sendiri. Sehingga otomatis selalu timbul pergolakan antara penguasa dan rakyatnya.
Melihat kondisi tersebut, maka para filsuf dan pemikir Eropa mulai membahas masalah pemerintahan yang lebih baik, yang dapat mensejahterakan semua. Meraka mulai menyusun konsep sistem pemerintahan rakyat yang kemudian dinamakan sistem demokrasi. Sistem ini menjadikan rakyat sumber kekuasaannya.
Penguasa mengambil kekuasaannya dari rakyat yang menjadi pemilik kedaulatan. Rakyat dikatakan memiliki kehendak, melaksanakan kehendaknya itu dan menjalankannya sesuai keinginannya. Tidak ada satu kekuasaan pun yang menguasai rakyat, karena rakyat ibarat pemilik budak yang berhak membuat aturan yang akan mereka terapkan, serta menjalankannya sesuai keinginannya.
Rakyat berhak pula mengangkat penguasa untuk memerintah rakyat dengan peraturan yang dibuat oleh rakyat. Oleh karena itu sumber kemunculan sistem demokrasi seluruhnya adalah manusia dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan wahyu atau agama.
Dalam buku “Demokrasi Sistem Kufur”, Abdul Qadim Zallum menyatakan bahwa demokrasi merupakan sistem pemeritahan yang dibuat oleh manusia dengan tujuan untuk membebaskan diri dari kedzaliman dan penindasan para penguasa terhadap manusia atas nama agama. Namun sistem demokrasi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan wahyu ataupun agama.
Dari sejarah kemunculannya, asasnya, juga bagaimana demokrasi diterapkan, semuanya sangat jauh dari syariat. Sehingga apakah layak sebagai seorangis muslim untuk mengambilnya, menerapkannya apalagi menyebarluaskannya?
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar