Kasus bunuh diri seorang gadis di Mojokerto viral. Sebagaimana diberitakan, gadis tersebut ternyata tengah berpacaran dengan seorang anggota polisi, dan dua kali hamil, dan dua-duanya digugurkan atas permintaan sang pacar. Tekanan dari keluarga sang pacar membuatnya depresi dan nekat mengakhiri hidup dengan meminum racun di atas pusara sang ayah. Akhirnya oknum polisi ditetapkan sebagai tersangka, dengan tuduhan memaksa menggugurkan kandungan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Perilaku pacaran kemudian hamil dan akhirnya mengambil langkah aborsi bukan hal baru di negeri ini. Kasusnya terus berulang, seolah tak bisa dihentikan. Tidak adakah solusi yang benar-benar bisa memberantas tuntas kejadian ini?
Dalam menyelesaikan permasalahan, maka langkah penting pertama yang harus dilakukan adalah mengenali akar permasalahan. Karena jika salah mengenalinya, maka akan salah pula solusi yang diambil. Apakah tindakan aborsinya yang salah, sehingga cukup dengan ganjaran penjara? Bagaimana dengan perilaku pacarannya? Dan mengapa ada perilaku pacaran jika ternyata hanya akan membawa keburukan?
Hari ini berteman itu bebas dengan siapapun dan dengan cara apapun, yang penting baik. Baik menurut siapa? Karena menjadi sangat relatif. Baik menurut orang satu, belum tentu baik menurut yang lain. Baik menurut yang tinggal di kota, belum tentu baik menurut yang tinggal di desa. Baik menurut orang Indonesia, belum tentu baik menurut orang Amerika, dan seterusnya. Tidak akan ada selesainya. Maka, di dalam Islam tolok ukur baik itu satu, yaitu baik di mata Allah. Hal ini bisa dilihat diantaranya dari ketaatannya terhadap syariat Islam.
Hari ini laki-laki dan perempuan berkumpul itu biasa, dalihnya seperti inilah bergaul yang benar, berbaur untuk bersosialisasi. Maka di dalam Islam bercampurnya laki-laki dan perempuan itu namanya ikhtilat, dan hukumnya haram, kecuali untuk keperluan yang dibenarkan syariat. Misalnya aktivitas jual beli di pasar, pengobatan di rumah sakit, atau proses di pengadilan, dan lainnya, yang jelas sumber dan dalilnya. Selebihnya maka harus terpisah.
Hari ini berduaan laki-laki dan perempuan itu biasa. “Sudah jamannya”, katanya. Yang menegur malah akan dianggap kuno dan ketinggalan. Maka, pacaran sudah menjadi hal lumrah. Alasannya biar bisa saling kenal sebelum masuk ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan. Benarkan demikian? Justru banyak yang menikahnya diawali dengan pacaran, setelah menikah baru benar-benar mengenal karakter pasangan dan jauh berbeda dengan saat masih pacaran. Maka, di dalam Islam berduaan laki-laki dan perempuan itu namanya khalwat, dan haram hukumnya. Saling mengenal sebelum menikah dalam Islam ditempuh melalui jalan ta’aruf. Mereka tetap terjaga interaksinya karena masih ada mahram yang mendampingi. Masing-masing menahan diri untuk tidak melewati batas-batas yang diharamkan.
Hari ini pakaian dianggap hak pribadi. Semua orang bebas berpakaian dengan model dan gaya apapun, bahkan telanjang sekalipun. “Ini bagian dari seni”, katanya. Maka di dalam Islam berpakain itu ada aturannya. Ada kewajiban menutup aurat bagi laki-laki dan perempuan dengan batas yang jelas. Disamping itu, Islam juga memerintahkan baik laki-laki maupun perempuan untuk saling menjaga pandangan. Semua dengan tujuan salah satunya adalah untuk menjaga kehormatan satu sama lain. Tidak seperti hari ini, yang mengingatkan justru dibilang “jangan ikut campur urusan orang, urus saja dirimu sendiri”, atau “bukan gue yang porno, tapi otak lu yang ngeres” dan perkataan-perkataan sejenis.
Hari ini orangtua menyekolahkan anaknya agar jadi anak yang pandai, lulus dengan nilai yang bagus, masuk ke perguruan tinggi yang prestisius, lulus mudah mencari kerja, demi mengumpulkan fulus. Maka di dalam Islam, sekolah adalah wadah pembinaan generasi muda menjadi pribadi yang beriman dan bertaqwa. Orientasi hidupnya tak semata untuk mengejar dunia, tapi jauh hingga akhirat. Jikapun ingin kaya, maka bagaimana agar hartanya mendatangkan pahala. Tertanam dalam hatinya rasa terus diawasi oleh Allah, hingga segala tindak tanduknya selalu disandarkan pada hukum halal-haram.
Hari ini masyarakat tak acuh saat melihat remaja berduaan pamer kemesraan. Merasa itu bukan anak atau keluarganya. Merasa itu bukan urusannya. Lebih risi dianggap mencampuri urusan pribadi orang lain, dan alasan-alasan yang lain. Maka di dalam Islam, masyarakat yang beriman dan bertaqwa menjalankan perannya dalam amar ma’ruf nahi munkar. Tidak akan diam setiap melihat kemaksiatan apapun bentuknya. Karena sadar menegurnya adalah kewajiban sekaligus bentuk rasa sayang. Karena paham bahwa azab tidak hanya menimpa kepada pelaku kemaksiatan namun juga menimpa kepada siapa yang mendiamkan kemaksiatan tersebut.
Hari ini negara tidak mengambil bagian dalam mengurusi aqidah, adab dan akhlak karena dianggap ranah privasi. Maka semuanya diserahkan kepada masing-masing individu. Pacaran dibiarkan, pakaian dibebaskan, karena dianggap bagian dari kebebasan berekspresi, di bawah payung hak asasi. Kasus zina dan hamil diluar nikah cukup diselesaikan secara kekeluargaan. Atau jika dibawa ke ranah hukum, maka penjaralah solusinya.
Maka di dalam Islam, negara bertanggungjawab mengurusi seluruh urusan warganya tanpa kecuali. Mulai dari aqidah hingga muamalah. Mulai dari adab dan akhlak hingga politik. Negara menjaga aqidah umat salah satunya melalui kurikulum pendidikan yang terpusat dan didasarkan pada syariat Islam. Negara mengeluarkan kebijakan yang bersumber dari Alquran dan sunah dan menegakkannya tanpa pandang bulu. Hukum cambuk bagi pezina yang belum menikah dan hukum rajam hingga mati bagi pezina yang sudah menikah akan diterapkan. Sanksi tegas ini akan menjadi penebus dosa bagi pelakunya di akhirat, sekaligus efek jera bagi masyarakat agar tidak melakukan kemaksiatan yang sama.
Inilah solusi dari akar dan secara komprehensif menyentuh seluruh aspek kehidupan di dalam Islam. Tidak hanya sekedar solusi pragmatis, berkutat menyelesaikan masalah hilir tapi luput memecahkan bagian hulu. Individu yang bertaqwa, masyarakat yang beramar ma’ruf nahi munkar dan negara yang menegakkan syariat Islam, ketiganya tak bisa dipisahkan.
Di bawah syariat Islam, tidak ada yang bebas berdua-duan ataupun bercampur laki-laki dan perempuan. Hal ini selain karena dorongan iman individu, juga didukung lingkungan yang benar-benar menjadi kontrol sosial, dan diperkuat dengan peran aparat yang berpatroli 24 jam serta sanksi yang tegas dari negara bagi pelanggar. Seperti inilah gambaran jika aturan Islam ditegakkan secara sempurna.
Namun hari ini kita tengah hidup di dalam sistem sekuler kapitalis, bukan sistem Islam. Wajar jika terjadi banyak kerusakan. Karena memang menerapkan sistem buatan manusia yang sengaja menjauhkan agama dari kehidupan. Tidak ada aturan agama dalam pergaulan laki-laki dan perempuan. Yang ada adalah prinsip kebebasan, yang akhirnya kebablasan. Terus berulang ibarat lingkaran setan. Pacaran, hamil, aborsi, bunuh diri masih akan terus terjadi selama kita ada di dalam sistem rusak ini.
Jadi, sekuler atau Islam yang mampu tuntaskan zina hingga akar?
Oleh Anita Rachman
Muslimah Peduli Peradaban
0 Komentar