Temu Tokoh: Mengungkap Perjuangan Islam Nusantara, yang Terkubur dan Terkaburkan.


Tangerang Selatan, Ahad, 5 Desember 2021. Pagi yang gerimis, tak menyurutkan langkah kaki para aktivis, ustadzah-muballighah, dosen, dan para tokoh Muslimah Tangsel. Tidak kurang dari 45 orang berkumpul untuk berbincang hangat, shilah ukhuwah sembari shilah fikriyah, mengungkap akar perjuangan umat Islam di Nusantara, yang selama ini terkuburkan dan terkaburkan.

Islam, tentunya bukan sesuatu yang tiba-tiba ada di bumi Nusantara. Banyak teori tentang awal-mula hadirnya Islam di Nusantara, mulai dari teori Gujarat, India, Persia, Turki, sampai teori Mekkah. Lewat film JKDN 2, menjadi jelas bahwa Khilafah memiliki jejak dan peran yang besar bagi tersebarnya Islam yang kita yakini dan syukuri hingga detik ini.

Dengan politik luar negeri berupa dakwah dan jihad, Khilafah berhasil menyebarkan Islam rahmatan lil'alamin, menerapkan Islam kaffah, serta menjaga marwah.

Tayangan pertama menampilkan cuplikan film JKDN 2, di mana Nusantara pernah menjadi bagian dari Khilafah, dan berjaya karena menjadikan Islam sebagai panduan. Kesultanan Aceh, Banten, Mataram, dan yang lainnya, tunduk di bawah kekuasaan Islam Daulah Utsmaniyah. Jihad menjadi ruh dan kekuatan dalam perjuangan mengusir penjajah.

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin untuk menerapkan Islam dan mendakwahkannya ke seluruh dunia.

Politik luar negeri Khilafah berbeda dengan politik luar negeri demokrasi-kapitalisme yang spiritnya adalah penjajahan (isti'mar) dan eksploitasi. Jika kita ingin dakwah dan jihad, bahkan seluruh syariat, tegak kembali, maka satu-satunya metode adalah dengan menegakkan kembali Khilafah, Kurang lebih demikian pemaparan Ustadzah Reni Tri Yuli selaku pemateri pertama.

Selanjutnya, ditayangkan kembali cuplikan film JKDN dan kemudian diulas oleh pemateri kedua, yaitu Ustadzah Estyningtias bagaimana para ulama Nusantara memiliki kiprah yang luar biasa dalam upaya menegakkan kembali Khilafah, setelah diruntuhkan. Para peserta diajak untuk membayangkan, betapa luasnya kekuasaan Islam kala itu. Dua pertiga bagian dunia menjadi wilayahnya. Dan itu menjadi momok bagi Barat, sehingga mereka berupaya keras untuk menghancurkan Islam. Dengan beragam cara, dengan usaha dan trik-trik licik, akhirnya Khilafah berhasil diruntuhkan pada 3 Maret 1924, yang direspon sangat cepat oleh kaum Muslimin yang wilayahnha berada di sekitar pusat Daulah. Di sepanjang bulan Maret tahun itu. Tertanggal 7, 11, 15, 19 Maret muncul respons dan kecaman dari kaum Muslimin dan ulama di Damaskus, Bosnia, Mesir, Albania, dan India. Tanggal 5 dan 30 April, muncul respons dari Libya dan Palestina.

Bagaimana dengan Muslim di Nusantara? Dua bulan pasca runtuhnya Khilafah, mereka mengadakan kongres Al-Islam di Garut. Dengan teknologi dan sarana komunikasi kala itu, waktu 2 bulan merupakan respons yang sangat cepat. Beberapa ulama menjadi utusan untuk menghadiri kongres Khilafah di Mesir.

Kalau kita bertanya, apa yang menjadi pendorong bagi cepatnya respons mereka dan upaya untuk menegakkan Khilafah kembali, jawabannya adalah karena aqidah yang menancap dalam jiwa mereka, bahwa Khilafah merupakan suatu kewajiban agung, yang dengannya, seluruh Syariat Islam bisa terlaksana.

Di akhir, beliau menyeru agar umat Islam menyongsong kebangkitan yang hakiki dengan keyakinan yang kuat dan keterikatan kepada metode perjuangan yang digariskan Rasulullah Saw.

Antusiasme peserta bincang hangat nampak jelas pada sesi diskusi. Ibu Ariyana, seorang dosen, bertanya tentang apa yang bisa dilakukan para pendidik di sistem sekuler saat ini dalam memperjuangkan agama Allah.

Ada Ibu Sri Susilah dari Aisyiyah yang bertanya, apakah benar Khilafah akan tegak di tahun 2024, dan apa yang harus kita lakukan? Juga ada Ibu Reni Nurani yang bertanya bagaimana agar umat Islam tidak menjadi buih di lautan dan bagaimana membendung sistem yang rusak ini?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut diapresiasi dan dijawab oleh kedua pemateri. Pendidik memiliki posisi strategis. Sehingga ketika mengajar, kita tidak boleh hanya sekadar transfer pengetahuan, peserta didik bisa menjawab soal, selesai. Tidak seperti itu. Tetapi, jika ada kekeliruan atau hal yang tidak sesuai Islam, maka pendidik wajib memberikan 'konter' atas materi tersebut. Juga mengaktifkan akal mereka dan membiasakan mereka berpikir benar. Jangan merasa sendirian dalam berjuang, bersamalah dengan jamaah agar memiliki kekuatan lebih.

Lalu, kemenangan Islam bukan soal 'kapan'. Tapi bagaimana usaha kita untuk memperjuangkannya. Membendung sistem rusak saat ini dengan serius mengkaji sirah Rasulullah Saw sehingga kita punya gambaran bagaimana metode dalam menegakkan Islam dan tidak berpaling darinya.

Reporter: Khairina Ririn W.



Posting Komentar

0 Komentar