Tenaga Kerja Terserap Dalam Proyek Investasi, Realita atau Ilusi?



Selama puluhan tahun, Indonesia mengekspor barang tambang berupa bahan baku ke luar negeri. Sehingga menguaplah sekitar 29 trilyun rupiah untuk pemurnian logam tersebut. Sampai akhirnya pada 2009 lalu, pemerintah mengeluarkan kebijakan pada perusahaan tambang untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri.

Hal ini diperkirakan merupakan capaian yang mendasar dan luar biasa mengingat mineral mentah berupa bijih sangat berpotensi dan memberikan nilai tambah yang akan dinikmasti di dalam negeri. Prestasi ini disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang menghentikan ekspor mineral mentah ke luar negeri.

Produk mineral hasil pemurnian nantinya dapat diserap industri logam hilir dalam negeri‎, sehingga tidak perlu lagi impor bahan baku. Indonesia dapat menghasilkan produk setengah jadi, dari komoditas tembaga, nikel, alumina, besi, timah, emas, perak guna melengkapi seluruh rantai pasokan industri dalam negeri.

Tahun depan sudah ada 41 unit smelter yang beroperasi‎, terdiri dari smelter nikel 22 pabrik, bauksit enam pabrik, besi empat pabrik, timbal dan seng empat pabrik, tembaga dan lumpur anoda masing-masing dua pabrik dan mangan satu pabrik smelter. Sedangkan saat ini, ada 20 smelter yang telah beroperasi di Indonesia terdiri dari smelter tembaga, nikel, bauksit, besi dan mangan. Namun masih dibutuhkan smelter besi (RRI.co.id 14/10/2021).

Kebijakan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri diantaranya bertujuan agar dapat menyedot banyak lapangan kerja bagi anak negeri. Hal ini seperti dikatakan oleh Jokowi dalam peresmian smelter PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus, di Java Integrated Industrial and Porter Estate, Gresik, Jawa Timur Oktober lalu.

Jokowi yakin setelah smelter PT Freeport ini siap beroperasi maka tenaga kerja yang terserap semakin banyak. Smelter yang dibangun dengan desain single line ini merupakan terbesar di dunia, karena mampu mengolah 1,7juta ton konsentrat tembaga per tahun (Tribunnews.com 12/10/2021).

Namun hal ini bertolak belakang dengan kenyataan, bahwa smelter yang telah berfungsi lebih dulu justru banyak meraup Tanaga Kerja Asing (TKA). Beberapa tahun belakangan diketahui jumlah TKA yang berasal dari China mengalami kenaikan dan sejumlah besar dari mereka justru dialokasikan pada proyek tambang dan smelter.

Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa banyaknya TKA yang bekerja di tambang dan proyek smelter dikarenakan negara ini masih kekurangan sumber daya manusia terampil (Kompas.com 18/11/2021).

Luhut mencontohkan pada beberapa proyek smelter di Halmahera Tengah yang dibangun oleh beberapa perusahaan asal tirai bambu tidak mendapatkan SDM dalam negeri. Ia katakan bahwa mencari SDM yang sesuai kualifikasi tidak semudah kritik yang ditayangkan.

Lain lagi yang dikatakan oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menanggapi terkait banyaknya TKA China yang masuk ke Indonesia, bahwa hal tersebut diklaim mampu mendatangkan investasi. justru peluang investasi yang semakin besar akan menciptakan banyak lapangan kerja.

Perlu diketahui bahwa saat ini investasi China ke Indonesia banyak mengarah pada sektor energi pertambangan termasuk smelter. Keberadaan TKA di Indonesia saat ini pun dalam rangka pemenuhan investasi tersebut. Konon tujuannya adalah untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja serta percepatan pembangunan infrastruktur nasional.

Namun demi melihat proyek smelter yang sedang gencar dilakukan pemerintah ini, ekonom senior, Faisal Bisri justru menuding bahwa pabrik pemurnian milik investor China telah membuat negeri ini merugi mencapai Rp 200 Trilyun.

Faisal katakan bahwa bila China mempunyai smelter sendiri di negerinya, mereka harus mengimpor per bijih nikelnya dari RI seharga 80 Dolar US per ton. Sedangkan bila smelternya berada di negeri ini, Indonesia hanya menjual per bijih nikelnya seharga 20 Dolar US per ton.

Dalam kesempatan lain Faisal Basri juga mengatakan bahwa kebutuhan keahlian dari banyaknya Tenaga Kerja Asing asal China yang masuk ke tanah air hanya dibesar-besarkan. Karena pada faktanya TKA asal China ini tidak mempunyai keahlian khusus. Banyak dari mereka yang hanya dipekerjakan pada hal-hal teknis seperti petugas keamanan, pekerja bongkar muat, manajer gudang dan sebagainya.

Di negeri asalnya, tingkat pengangguran mulai tinggi. Sehingga boleh jadi misi negaranya adalah untuk menempatkan para pengangguran tersebut di luar negeri dalam mengisi proyek-proyek milik mereka. Karena dengan banyaknya tingkat pengangguran lambat laun akan menimbulkan bahaya sosial, ujar Faisal (cnbcindonesia.com 13/10/2021).

Dengan begitu bisa dipastikan bahwa semua proyek yang dilaksanakan ini pastinya bukan demi kesejahteraan rakyat walaupun telah mendapat persetujuan pemerintah dan iming-iming mendapat pekerjaan. Masyarakat selalu menjadi korban dari setiap kebijakan yang ada.

Melihat kenyataan bahwa dengan adanya pandemi, upah buruh murah, angka usia produktif yang tinggi seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Namun bukan dengan mendatangkan proyek investasi yang merupakan pekerjaan sementara dan justru kerugian yang datang lebih banyak.

Justru pandangan pemerintah seharusnya lebih luas dan dalam lagi mengenai pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat ini. Lebih luas, karena dalam rangka mencari pekerjaan bukan dengan mengemis investasi. Lebih dalam, karena potensi sumber daya negeri ini sangat banyak sehingga dapat menjadi kekuatan besar yang dapat menolak kekuatan asing.

Oleh karena itu diperlukan kekuatan yang dapat menolak kekuatan asing untuk masuk dan menggerogoti negeri. Itulah kekuatan keimanan. Keyakinan bahwa Allah swt pemberi nikmat banyaknya sumber kekayaan negeri dan pengelolaannya pun harus datang dari Nya. Karena Allah lah yang paling tau bagaimana cara mengatur ciptaan Nya.

Dengan begitu maka haruslah menyandarkan pada Allah ta’ala untuk tiap aktivitas yang manusia lakukan. Baik itu untuk kepentingan individu, apalagi untuk masyarakat secara luas, sehingga tak ada lagi pihak yang dirugikan. Baik kerugian finansial, sumber daya alam dan yang lebih utama lagi kerugian sumber daya manusia. Sehingga penguasa haruslah menjadikan Islam sebagai sistem alternatif dalam mengatur kekuasaannya.

Wallahu’alam.


Oleh Ruruh Hapsari

Posting Komentar

0 Komentar