Kehidupan modern dengan pesatnya kemajuan nyatanya tak sejajar dengan kesejahteraan, apalagi mengundang keberkahan. Jauh. Kemajuan yang menafikkan pondasi keimanan niscaya melahirkan berbagai penderitaan yang tak berkesudahan, mencerabut akal waras masyarakat, menghinakan mereka dalam kubangan kemaksiatan tanpa akhir. Persis seperti kutukan.
Begitu pun yang tengah terjadi di kota Bekasi. Sebagai kota penyangga ibukota yang pesat dengan pertumbuhan industrinya itu, nyatanya justru menyimpan banyak luka. Dari ketimpangan kehidupan yang kian menganga lebar hingga kerusakan sosial yang menjangkiti masyarakat menjadi persoalan yang tak ada habisnya, pun tanpa solusi.
Jangan ditanya soal kerusakan lingkungan yang memang diakibatkan oleh pembangunan berbau kapitalisme. Banjir menjadi langganan dan makin parah setiap tahunnya. Semakin hari telinga kita seolah terbiasa dengan banyaknya kasus yang membuat dada nyeri. Tingginya kasus pembuangan bayi dan aborsi, kasus mutilasi, meningkatnya perilaku kaum sodom, banyaknya praktik prostitusi, dan segala macam persoalan yang dihadapi masyarakat Bekasi menuntut adanya solusi pasti.
Gelar sebagai kota duta investasi yang disandangnya layaknya kutukan. Makin seksi Bekasi di mata oligarki, maka makin dalam luka yang diderita masyarakatnya. Bekasi harus terbelenggu dalam keterpurukan, tenggelam dalam riuh berbagai macam pernghargaan yang seolah membanggakan. Padahal sejatinya, penghargaan itulah yang tengah menyeretnya pada kubangan derita akibat kerakusan kaum pemilik modal.
Di tengah pesatnya pembangunan berbagai fasilitas di pusat kota, ada fasilitas masyarakat yang justru pembangunannya dipertanyakan. Beberapa waktu lalu, masyarakat menyoroti proyek pembangunan jembatan yang ada di wilayah Kampung Bulak Temu RT 001/RW 07, Desa Suka Budi, Kecamatan Sukawangi, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Proyek itu diduga dikerjakan asal-asalan. Salah seorang warga pada Jumat (19/11/2021) lalu menerangkan bahwa pembangunan jembatan dengan nilai anggaran Rp198.266.756 yang ditangani oleh CV. Putra Joenk Malang Mandiri itu dinilai cacat mutu. (Bekasimedia.com, 19/11/2021)
Dikutip dari Mediapasti.com, 22 November 2021, ada dugaan proyek tidak sesuai dengan RAB (Rencana Anggaran Belanja). Saat salah satu petugas lapangan dikonfirmasi oleh awak media, tak ada keterangan yang bisa didapatkan. Petugas tersebut mengaku tidak tahu menahu soal anggaran dan pihak pengawas proyek tersebut. Awak media menyimpulkan seolah ada indikasi kuat perselingkuhan antara pemenang proyek dan pengawas ataupun konsultan.
Di tengah hiruk pikuk kesenjangan pembangunan itulah lahir masyarakat yang sakit. Pembangunan dengan orientasi materi justru membuat mentalitas masyarakat semakin tergerus. Masyarakat tumbuh dengan pandangan hedonisme tak pedulikan apapun kecuali kebutuhan dan keinginan terpenuhi. Sakitnya mentalitas mereka seringkali membuat akal waras mereka tak lagi bekerja, nafsu menguasainya. Hanya sesal yang kemudian didapat meski itu seolah tak membuat jera.
Entah sudah berapa kali, Bekasi heboh dengan kasus mutilasi. Manusia dengan naluri melestarikan jenis tega mencincang tubuh sesama, bahkan itu kerabat atau karibnya. Ini gila! Tak bisa dilanar. Tapi inilah fakta, kejadian mengerikan tersebut kembali terjadi belum lama ini. Pada Sabtu, 27 November 2021 lalu, tepatnya pukul 05.00, seorang pengendara motor menemukan potongan tubuh korban mutilasi di Jalan Raya Pantura, Kampung Kedunggede, Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi (Sindonews.com, 27 November 2021).
Sebagaimana dilansir oleh Detiknews.com, 28 November 2021, ditemukan motif pelaku membunuh korban adalah sakit hati. Korban semasa hidupnya pernah menghina pelaku dan istrinya. Selain itu, korban juga pernah melakukan pencabulan terhadap istri pelaku. Nauzubillah. Inilah lingkaran kutukan yang tak ada habisnya. Sebuah kemaksiatan akan terus melahirkan maksiat tanpa putus.
Gemerlap pembangunan yang menjadikan Bekasi semakin cantik untuk dimiliki dengan berbagai investasi asing itu nyatanya hanya membuahkan masyarakat yang semakin sakit. Mereka terjebak dalam pusaran sekulerisme kapitalis yang hedonis dan liberal, jauh dari nilai keimanan. Semua aktivitas didasarkan atas untung rugi, bukan halal haram. Peduli apa mereka pada surga dan neraka, kehidupan mereka toh memang bak di neraka. Semua serba sulit, harga kebutuhan melangit, angka kriminalitas tinggi sedangkan pemahaman mereka terhadap agama tak ada. Arus moderasi semakin kuat dinarasikan, makin rusak pula masyarakat ini, makin kuat pola kutukan itu.
Mau sampai kapan kita biarkan kutukan ini membelenggu kehidupan? Bukankah semestinya pembangunan itu segaris dengan kesejahteraan dan keberkahan? Inilah yang mesti kita sadari. Kita hidup dalam sistem yang rusak. Sistem sekulerisme yang menumbuhkan pembangunan materialis tak pedulikan ketentuan syariat. Semua didasarkan pada kebebasan dalam kepemilikan. Tak peduli kerusakan yang nantinya dilahirkan.
Islam adalah dien yang sempurna. Ia sebuah konsep kehidupan dengan aturan paripurna. Akidah sebagai asasnya akan mampu melahirkan para penguasa dan masyarakat yang hidup dalam taat. Mereka paham orientasi hidup adalah ibadah untuk rida Allah. Sehingga segala macam pembangunan ujungnya bukan sekedar materi, tapi kemaslahatan. Dan tentu dilakukan tanpa menabrak syariat yang sudah digariskan.
Dengan kemaslahatan ini masyarakat akan hidup sejahtera penuh berkah dan kebaikan. Berbagai kemajuan semakin menunjang mereka menjadi manusia yang semakin tunduk pada Sang Pencipta. Karena mereka memahami bahwa kehidupan adalah karunia, akal sebagai bekal atas kemajuan yang ada harus senantiasa disyukuri. Ketaatan adalah bentuk rasa syukur tertinggi.
Maka hanya Islam sebagai satu-satunya solusi pasti. Ia yang akan bisa membinasakan kutukan ini. Sistem besutan Allah yang diwariskan pada baginda nabi tak pernah salah, tak sedikitpun ada cacat sehingga keberkahan dan kemuliaan itu niscaya akan mengalir di setiap celah kehidupan. Ia yang akan mampu menghapuskan setiap luka, menjadi penyembuh bagi sakitnya jiwa, mengembalikan ketundukan akal dan menyatukan seluruh umat Islam. Dan sistem inilah yang akan mengantarkan mereka pada kedudukan yang semestinya, sebagai pemimpin dan umat terbaik dunia. []
Oleh Ummu Zhafira (Ibu Pegiat Literasi Ideologis)
0 Komentar