Rasulu
llah SAW bersabda:
“Kemudian akan muncul kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian”. Setelah itu beliau diam. (HR. Ahmad)
Hadits ini merupakan kabar dari Rasulullah SAW sekaligus janji dari Allah SWT bahwa suatu saat akan muncul kekhilafahan yang kedua yang menegakkan syariat Islam sebagaimana di masa pertamanya.
Menegakkan Khilafah: Wajib
Tegaknya kembali khilafah bukanlah sekadar janji Allah dan Rasul-Nya, melainkan kewajiban yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil qoth’i. Hanya saja, musuh-musuh Islam senantiasa menghalangi tegaknya Islam dan menebarkan keraguan dalam jiwa kaum muslim. Mereka memberikan stigma negatif tentang khilafah dan pejuangnya, bahkan mempertanyakan dalilnya, termasuk mengatakan bahwa kata “khilafah” tak disebutkan dalam Al Quran.
Memahami Al Quran tidaklah diambil dari makna lafdzi (harfiah) semata. Karenanya menurut ulama, ada makna dzihni yang juga harus dipahami. Begitu pula terkait dalil khilafah.
Allah SWT berfirman:
Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (QS. Al Baqarah [2]: 30)
Ayat di atas menyebut khalifah (خَلِيفَةً = pengganti, wakil). Dalam teori bahasa Arab, khalifah adalah lafadz yang berupa shighat mubalaghah, bermakna paling atau hiper. Sehingga kata khalifah bukan hanya mewakili satu urusan, melainkan banyak urusan.
Urusan apa saja?
1.Mewakili Allah SWT dalam melaksanakan hukum Islam di muka bumi, dimana hukum ini meliputi seluruh aspek kehidupan seperti pemerintahan, ekonomi, pendidikan, dll
2.Mewakili kaum muslim dalam mengurusi urusan mereka dengan diterapkannya hukum Islam
3.Menggantikan pemimpin sebelumnya. Khalifah Abu Bakar menggantikan Rasulullah SAW sebagai kepala negara, kemudian Umar bin Khaththab menggantikan Abu Bakar, demikian seterusnya
Kata khalifah yang merupakan isim fa’il, juga dapat mengindikasikan adanya mashdar, yaitu khilafah. Artinya, khalifah adalah orangnya, dan khilafah adalah institusinya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Yang dimaksud sunnah khulafaur rasyidin adalah khilafah, yaitu sistem pemerintahan yang diwariskan Rasulullah SAW kepada sahabat. Makna ini sejalan dengan hadits pembuka yang diriwayatkan Imam Ahmad di atas.
Oleh karena itu, salah besar jika menyatakan bahwa tidak ada dalil khilafah dalam Al Quran. Bahkan menurut Imam al Qurthubi, surat Al Baqarah ayat 30 adalah dalil pokok pengangkatan khalifah, yang wajib didengar dan ditaati, agar dengannya suara kaum muslim satu dan hukum-hukum khalifah itu bisa dilaksanakan. Selain ayat tersebut, masih banyak ayat dan hadits yang menegaskan wajibnya khilafah, juga fakta ketika para sahabat berijma mengangkat Abu Bakar ash Shiddiq sebagai khalifah setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Metode Menegakkan Khilafah: Dakwah Politis Ideologis
Sekularisme yang ditanamkan Barat di dunia Islam membuat kaum muslim menganggap Islam dan politik adalah dua hal yang bertentangan. Hingga muncul ungkapan bahwa politik itu kotor, Islam itu suci, sehingga orang yang memiliki ilmu Islam, apalagi ulama, tidak layak terjun ke dunia politik.
Jika kita meneliti sirah Rasulullah SAW dan membaca kitab-kitab hadits dan fikih, maka paradigma tersebut dapat kita buktikan kesalahannya. Rasulullah SAW bahkan telah melakukan aktivitas politik sebelum masa kenabian. Beliau pernah berpartisipasi dalam pembentukan Hilf al-Fudhul, perjanjian tentang jaminan keamanan bagi siapa saja yang memasuki Makkah. Beliau juga menyelesaikan konflik peletakan Hajar Aswad yang hampir memunculkan perpecahan antar kepala suku Arab.
Setelah peristiwa di Gua Hira, Rasulullah SAW melanjutkan aktivitas politik dengan menyampaikan risalah Islam. Pertama kali yang diseru adalah karib kerabat Beliau. Dakwah pun terus bergulir hingga turun perintah Allah SWT untuk menyampaikan risalah ini secara terang-terangan pada penduduk Makkah.
Pada fase ini, dakwah mengalami masa-masa sulit. Berbagai pemikiran yang disampaikan Rasulullah SAW, juga ayat-ayat Al Quran yang Beliau bacakan, menciptakan perang pemikiran di tengah-tengah masyarakat. Beliau mengkritik tajam berbagai kerusakan dan kedzaliman yang merebak kala itu, diantaranya penyembahan berhala, fanatisme kesukuan, pembunuhan bayi perempuan, penindasan terhadap wanita, riba, dan kecurangan dalam perdagangan.
Dakwah kekinian juga harus mampu mengungkap makar musuh-musuh Islam. Berbagai pemikiran kufur yang mereka tanamkan harus dijelaskan kebatilannya. Seperti ide moderasi beragama yang saat ini gencar diaruskan di semua lini, dengan Kementerian Agama sebagai corongnya.
Moderasi beragama dengan berbagai padanannya (Islam moderat, moderasi Islam, Islam wasathiyah, dll), hakikatnya merupakan ide yang diadopsi dari Barat. Tujuannya, di satu sisi untuk menyebarluaskan nilai-nilai Barat seperti demokrasi, HAM, kesetaraan gender, pluralisme, dll, dan di sisi lain memisahkan umat Islam dari Islam politik. Islam hanya dianggap urusan privat, dan dalam penerapannya pun harus menjunjung nilai-nilai keberagaman. Jika ini sudah diadopsi, maka terciptalah seorang muslim yang “moderat”. Jika tidak moderat, maka akan dicap intoleran, anti keberagaman, radikal, dll.
Berbagai label itu pada gilirannya akan menciptakan gesekan di tengah-tengah kaum muslim. Gesekan ini pula yang membuat kaum muslim sulit bersatu, apalagi bangkit untuk menegakkan khilafah.
Yang diperlukan dari Kita: Mengerahkan Seluruh Potensi
Dengan masifnya penyebaran ide-ide kufur, khususnya moderasi beragama, maka dakwah untuk menangkalnya pun harus lebih gencar lagi. Upaya ini hanya bisa dilakukan dengan melakukan edukasi pada umat tentang kebatilan ide tersebut dan menyadarkan mereka tentang wajibnya terikat dengan syariat sebagai wujud keimanan. Serta menggambarkan kehidupan ideal bagi seorang muslim, yaitu di bawah naungan khilafah. Khilafah inilah yang akan menerapkan syariat di seluruh aspek kehidupan dan mencegah merebaknya ide-ide kufur di tengah-tengah umat Islam.
Upaya melakukan perubahan masyarakat melalui tegaknya khilafah haruslah berangkat dari basis ideologi yang jelas. Bagi kita, tentu hanyalah Islam. Akidah dan syariah yang berasal dari Allah SWT merupakan jaminan bagi kebenaran Islam dan akan mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.
Aktivitas ini harus dilakukan sesuai metode dakwah Rasulullah SAW di Makkah, dengan sifat-sifat yang khas, yaitu fikriyah (pemikiran), siyasiyah (politis), dan laa madiyah (non kekerasan). Dakwah disampaikan dengan dalil-dalil untuk meyakinkan umat dan menyentuh hati mereka, sehingga mereka tergugah untuk ikut memperjuangkannya. Kesadaran yang menjadikan mereka siap berkorban dan dukungan ahlul quwwah yang ikhlas, akan membuat perubahan ke arah Islam tidak bisa dibendung. Pada gilirannya, mereka sendirilah yang menuntut penegakan khilafah.
Oleh karena itu, perlu adanya pengerahan seluruh potensi umat, dan ini membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit, baik tenaga, pikiran, harta, bahkan jiwa. Semua itu kelak akan Allah SWT balas dengan pertolongan dan kemenangan yang telah dijanjikan, yaitu tegaknya khilafah di dunia dan kehidupan abadi di syurga. Insya Allah.
Oleh Zahro HamidahP
raktisi Pendidikan dan Aktivis Muslimah
0 Komentar