Moderasi Beragama telah ditetapkan sebagai salah satu prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Atas dasar itu, maka tak dapat dipungkiri apabila kebijakan bernafas moderasi beragama ini harus ada di setiap aspek kebijakan.
Karena ide ini berkaitan dengan ranah agama, maka wajar apabila inti dari proyek moderasi lahir dari Kemenag. Contoh program moderasi yang lahir dari Kemenag ini yakni adanya penyesuaian kurikulum pesantren di mana mata pelajaran Khilafah dan jihad itu dimasukkan ke dalam sejarah, tidak lagi masuk dalam pembahasan fikih.
Artinya, Jihad dan Khilafah dianggap hanya romantisme sejarah saja bukan lagi sebagai hukum. Kemudian ada juga upaya-upaya untuk melegalkan aliran-aliran sesat, di mana saat bersamaan beberapa ormas Islam yang mengajarkan agama Islam yang lurus malah disikat habis dengan dalih moderasi ini.
Di kementerian lain, dapat kita saksikan upaya moderasi ini yang juga menyasar Kemendikbudristek. Dalam dunia pendidikan sudah ada revisi dari buku Agama Islam yang begitu kental mengajarkan paham toleransi. Namun, toleransi di sini berbeda dari apa yang telah diajarkan Islam sebelumnya. Bahwa diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk ikut euforia perayaan agama lain. Ketika ada muslim yang tidak ikut mengucapkan selamat hari raya mereka, maka dikatakan radikal. Inilah makna toleransi yang diembuskan oleh moderasi.
Kemudian kebijakan moderasi beragama di Kemenpan. Dengan dikeluarkannya surat keputusan bersama tentang penanganan radikalisme dalam rangka penguatan wawasan kebangsaan. Akibatnya, ada keputusan yang sangat kontroversi. Yakni sejumlah 16 calon eselon 1 yang gagal diangkat gara-gara pasangannya, suami atau istrinya yang kedapatan membuka akun medsos seorang tokoh yang dianggap tokoh radikal.
Playing Victim
Proyek moderasi ini dapat dikatakan sebagai upaya untuk melakukan playing victim kepada umat Islam. Di saat ada segudang rentetan problem-problem kerusakan bangsa dalam semua lini. Namun, problem kerusakan itu semua berusaha ditutupi dengan menciptakan aktor lainnya, yakni aktor radikal. Sehingga proyek moderasi ini seolah memiliki motif mulia untuk menumpas aktor yang telah diciptakan ini. Padahal problem kerusakan bangsa tersebut sesungguhnya akibat diterapkannya sistem destruktif kapitalisme-sekularisme.
Kita tengah menyaksikan bagaimana potret generasi saat ini. Banyaknya generasi yang terjerumus narkoba, pergaulan bebas, pornografi maupun tawuran. Fenomena ini terjadi di pusat kota maupun di lingkungan pedesaan. Pembunuh atau bunuh diri juga menjangkiti masyarakat saat ini. Nyawa meregang sia-sia, seolah menjadi pemandangan sehari-hari.
Belum lagi kerusakan moral pejabatnya. Korupsi sudah jadi budaya bahkan seringkali kebal hukum. Disparitas hukum pun terjadi, hukum dapat dibeli dengan uang. Aparat penegak hukumnya saja pun banyak tersandung kasus. Belum lagi fenomena teranyar kemarin, dimana TNI AD terpapar HIV AIDS. Dan segudang rentetan kerusakan yang terjadi di negeri ini yang akan begitu panjang apabila dipaparkan semuanya.
Namun, problem kerusakan yang terjadi ini bukanlah justru menjadi proyek inti yang semestinya mendapatkan fokus lebih dari pemerintah. Masih banyak upaya-upaya yang belum dilakukan secara serius oleh pemerintah dalam menumpas problem ini. Bahkan segala kebijakan yang ada, justru saling berintegrasi untuk melestarikan kerusakan-kerusakan tersebut.
Untuk Siapa?
Moderasi nyatanya untuk kepentingan melanggengkan eksistensi sistem kapitalisme-sekularisme yang ada. Masih sejalan dengan roadmap RAND Corporation yang merupakan NGO (Non-Governmental Organization), sebuah LSM dari Amerika Serikat. Lembaga ini dibiayai kebanyakan konglomerat Yahudi. Hasil temuannya sering dijadikan pedoman sikap pemerintah AS. Salah satu program terpopulernya adalah War on Terrorism atau perang melawan terorisme.
Sebagaimana ditulis dalam monografi terbitan RAND Corporation (2007) yang ditulis oleh Angel Rabasa, Cheryl Benard, Lowell H. Schwartz, dan Peter Sickle dengan judul “Building Moderate Muslims Networks“ mengatakan, “Penafsiran radikal dan dogmatis Islam telah mendapatkan tempat dalam beberapa tahun terakhir di kalangan umat Islam melalui jaringan Islam dunia dan Diaspora Muslim masyarakat Amerika Utara dan Eropa.
Dengan pengalaman yang cukup, membina jaringan orang-orang berkomitmen untuk ide-ide bebas dan demokratis selama Perang Dingin. Amerika Serikat memiliki peran penting sebagai pengatur permainan dalam “lapangan bermain” untuk Muslim moderat.
Para penulis mendapatkan pelajaran dari AS dan sekutu Perang Dingin, jaringan bangunan pengalaman, menentukan penerapan mereka untuk situasi saat ini di dunia Islam, menilai efektivitas program pemerintah AS, keterlibatan dengan dunia Muslim, dan mengembangkan peta jalan untuk mendorong pembangunan jaringan muslim moderat.”
Tolak Moderasi
Setelah bahasan perang melawan terorisme dan kemudian deradikalisasi atau perang melawan radikalisasi telah menjadi bumerang bagi mereka. Karena faktanya banyak masyarakat yang mempertentangkan, membuka mata dan bersikap jujur. Bahwa keterpurukan ekonomi, ideologi, politik, sosial, pendidikan dan hukum negeri ini bukanlah diakibatkan oleh ‘gerakan radikal’ dan ajaran Islam.
Sehingga istilahnya dipoles lebih halus lagi yakni moderasi. Padahal sejatinya moderasi ialah topeng baru deradikalisasi untuk menghambat dominasi politik Islam. Di saat Islam menunjukkan eksistensi dan pengaruhnya sebagai ideologi, mereka tidak tinggal diam, melakukan berbagai upaya balik menuduh ideologi Islam sebagai biang kerusakan.
Maka sebagai muslim sejati, upaya moderasi beragama ini tak hanya perlu kita kritisi tapi juga kita tolak. Karena langkah moderasi ini akan merusak kemurnian ajaran agama. Ditambah lagi, motif moderasi beragama demi langgengnya eksistensi sistem kapitalisme-sekularisme ini akan terus berkelindan dengan kerusakan dan kebobrokan yang tengah dialami di negeri ini.
Sehingga tidak ada manfaat yang bisa diraih oleh umat sesungguhnya. Bahkan ide moderasi ini akan membuat masyarakat buta dalam melihat mana kebenaran dan kerusakan yang sesungguhnya. Moderasi sejatinya hanyalah ilusi yang tak bisa kita harapkan untuk menuntaskan problematika negeri ini. Wallahualam.
#ModerasiBukanSolusi
#WaspadaModerasiBeragama
#IslamJalanKebangkitan
#IslamKaffahSolusiHakiki
#UmatBangkitDenganIslamKaffah
Oleh Novita Sari Gunawan
0 Komentar