Abu Ayyub Al Anshory, Makamnya Berada di Konstantinopel Jauh Sebelum Muhammad Al Fatih Lahir

 



Saat itu usai menunaikan shalat Jumat, Rasul saw memasuki Madinah. Sejak saat itu kota Yastrib diberi nama Madinaturrasul saw ini kemudian disingkat dengan nama Madinah saja. Hari itu merupakan hari yang sanagt monumental, Rasul mengakhiri perjalanan hijrahnya bersama Abu Bakar as dan memulai hari-harinya dengan penuh keberkahan.

Dengan mengendarai untanya Rasulullah saw berjalan di tengah barisan manusia yang penuh luapan rasa cinta dan rindu. Mereka berdesakan berebut memegang kekang tali untanya, berharap Rasul akan singgah dan menginap di rumah mereka. Beliau berkata, “Berilah jalan pada unta ini, karena ia adalah unta yang sudah diperintah”.

Unta beliau terus berjalan dan akhirnya tiba disuatu tempat yang saat ini menjadi masjid nabawy. Unta tersebut hanya menderum, beliau pun tidak turun dari punggung untanya. Kemudian unta tersebut berjalan kembali beberapa langkah, menoleh kepala lalu kembali lagi menderum di tempat semula. Barulah Beliau turun dari punggung untanya. 

Tempat berada di Bani An najar, yang masih terhitung paman-paman beliau. Berkat taufiq Allah swt, Beliau memang lebih senang singgah di tempat paman-pamannya, dengan begitu beliau dapat memuliakan mereka. 

Dalam riwayat Al Bukhary dari Anas disebukan, Rasulullah saw bertanya,”Siapakah rumah kerabat kami yang paling dekat jaraknya? “. Abu Ayyub menjawab,”Saya yaa Rasulullah, itu rumahku dan itu pintunya”. Maka beliau beranjak dan Abu Ayyub menyiapkan tempat yang biasa dipergunakan untuk istirahat siang. Saat itu beliau berkata,”Orang-orang yang berada pada barokah Allah”.

Abu Ayyub sangat berbahagia bahwa Rasulullah menjadi tamunya dan seluruh penduduk Madinah menjadi iri atasnya. Ialah Abu Ayyub Al Anshary yang mempunyai nama lengkap Khalid bin Zaid bin Qulayb, cucu dari Malik bin Najjar. 


Pertemuan kali ini bukan merupakan pertemuan pertama kalinya Abu Ayyub denngan Rasulullah saw. Karean sebelumnya ia telah bertemu dengan beliau saat bai’at Aqobah yang kedua. Sumpah setia yang dihadiri oleh sekitar tujuh puluh orang mukmin yang mengulurkan tangan mereka, menjabat dengan kuat, berjanji setia dan menjadi pembela Islam dan Rasul Nya.

Rasul telah memilih untuk menempati ruangan rumahnya di tingkat dasar. Namun bagitu Abu Ayuyub naik ke tingkat atas, ia pun menggigil, tak kuasa membayangkan akan tidur atau berdiri di suatu tempat lebih tinggi dari tempat berdiri dan tidurnya RAsullullah saw. 

Kemudian ia pun memaksa Rasul, berharap beliau tidur dan beristirahat di tingkat atas rumahnya. Hingga beliau pun memperkenankannya. Rasul akan terus menginap di rumahnya hingga masjid dan bilik tempat peristirahatan Rasul selesai dibangun.

Abu Ayyub merupakan satu dari sekian banyak sahabat Rasul yang diberkahi oleh Allah dengan umur yang panjang. Ia hidup hingga masa Yazid bin Muawiyah memerintah. Hidupnya tak pernah sekalipun tertinggal dari aktivitas jihad di jalan Allah swt. Mulai dari perang Badar, Uhud, Khandaq, ia selalu tampil sebagai pahlawan yang bersedia mengorbankan nyawa dan harta bendanya untuk Allah swt dan Rasul Nya. 

Bahkan semangat jihad ini selalu ia pelihara walau Rasul telah wafat. Ia juga tak pernah tertiggal dari medan jihad walau jarak tempuhnya jauh dan beban yang dihadapinya juga sulit. Karena semboyan yang ada selalu dalam dadanya adalah seperti yang termaktub dalam surat At Taubah, 41,”Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang maupun di waktu sempit”.

Saat masa Mu’awiyah memerintah, ia mengetahui bahwa pasukan Islam bergerak menuju Konstantinopel, segeralah ia membawa kudanya dan memegang pedang untuk terus maju mencari syahid yang sudah lama ia damba dan rindukan. Padahal saat itu usianya telah senja, sekitar 80 tahun.

Dalam pertempuran ini, ia ditimpa luka berat. Ketika komandannya pergi menjenguknya nafasnya sedang tersengal-sengal. Bertanyalah panglima pasukan perang yang saat itu adalah Yazid bin Mu’awiyah,”Apa keinginana anda wahai Abu Ayyub? ”. Jawaban dari Abu Ayyub saat itu sama sekali tak terbayangakan dan diluar dugaan manusia.

Ia meminta agar jasadnya dibawa di atas kudanya sendiri ke tempat terjauh yang memungkinkan di negeri musuh. Ia juga ingin sang Panglima menggiring pasukannya sepanjang jalan itu hingga ia bisa mendengar derap langkah kaki kuda kaum Muslim di atas makamnya. Permintaan Abu Ayyub itu pun dilaksanakan oleh Yazid.

Permintaan ini merupakan wasiat yang visioner. Penduduk Romawi penduduk Konstantinopel berpandangan bahwa Abu Ayyub ini merupakan orang suci, bahkan sebelum Islam menguasai negeri tersebut. Ahli sejarah mencatat peristiwa itu dan berkata bahwa orang Romawi sering mengunjungi dan berziarah ke makamnya, untuk meminta hujan dengan perantaraan, ataupun bila mereka mengalami kekeringan.

Sekalipun perang memenuhi kehidupannya hingga tidak pernah mengistirahatkan pedanganya, namun jiwanya tenteram. Sebab ia pernah mendengar ucapan Rasulullah,”Jika engkau menunaikan salat, salatlah seperti orang yang hendak berpamitan. Jangan pernah kau ucapkan kata-kata untuk beralasan. Istiqamahlah dalam sikap putus asa terhadap segala hal yang ada di tangan manusia.”

Tak pernah terdengar lidah Abu Ayub terlibat dalam suatu fitnah dan ia juga tak pernah terjerembab dalama kerakusan duniawi. Ia telah menghabiskan hidupnya untuk beribadah dan sangat paham bahwa dakwah Islam ini pada akhirnya akan sampai ke Konstantinopel seperti yang telah dijanjikan oleh Allah pada Rasul Nya.

Wallahualam

Oleh Ruruh Hapsari

Posting Komentar

0 Komentar